Banjarmasin, KalimantanPost.com – Seorang saksi yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) mengaku menerima dana dari program untuk pengemukan sapi yang dikhususkan untuk peternak.
Saksi bernama Abdul Azis tersebut ditawari oleh terpidana Ahmad Romansyah selaku bendahara program DKUP (Dana Pinjaman Kelompok Usaha).
Hal ini terungkap pada sidang lanjutan dengan tetdakwa seorang pengusaha, Mulyadi yang terlibat dalam pengadaan sapi tersebut, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (20/11)
Saksi awalnya mengaku tidak tahu. Namun ketika terus dicecar Ketua majelis Hakim Suwandi dengan pertanyaan tidak mungkin muncul sendiri nama saksi di SK Bupati sebagai penerima
program DKUP kalau tidak mengajukan proposal, saksi akhirnya mengakui kalau dia ditawari bendahara Tim DKUP Akhamd Romansyah (terpidana).
Saksi juga mengatakan dapat dana untuk membeli 2 ekor sapi sebesar Rp 18 juta. Setelah empat bulan sapi itupun dijual dengan harga Rp 11,5 juta per ekor.
“Dari penjualan saya dapat 65 persen. Sementara 35 persen dari penjualan masuk ke kas daerah,” ujarnya.
“Lalu kenapa baru disetor ke kas daerah setelah Akhmad Romansyah jadi tersangka,” tanya ketua majelis hakim lagi.
Saksi beralasan sudah menyetor ke Akhmad Romansyah, tapi ternyata tidak disetorkan.
Menurut saksi pembagian hasil penjualan tersebut yang dibagi hanya keuntungannya saja, jadi kalau pinjaman Rp 18 juta dan hasil penjualan dua ekor Rp 23 juta maka keuntungan Rp 5 juta ini yang dibagi, sedangkan modalnya kembali ke kas daerah.
Sementara saksi lainnya Abdullah Farigi dario bagian tim teknis pada Dinas Perikan dan Peternakan, mengatakan kalau program DKUP berjalan sejak tahun 2014 hingga 2016, dengan anggaran yang dikucurkan dari APBD kabupaten tahun 2014 sebesar Rp 2 miliar.
“Tugas saya memverifikasi kelompok dan sapi yang datang, dengan honor Rp 300 ribu per bulan,” ujarnya.
Ditanya Suwandi, saksi mengatakan program tersebut distop karena adanya tunggakan yang mencapai Rp 1,8 miliar.
“Artinya program tersebut gagal ya,” tegas Suwandi, yang kemudian diiyakan saksi.
Terdakwa Mulyadi yang terlibat dalam penjualan sapi ini menurut dakwaan tidak dapat menyetorkan ke kas daerah sebesar Rp 313.500.000 jumlah ini rupakan unsur kerugian negara.
Menurut dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mahdan Kahfi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan (HSS), seharusnya sapi yang dibeli dari penggaduh uang yang harus disetorkan setiap ekornya 35 persen dikembalikan ke kas daerah, tetapi Mulyadi selaku pengusaha justru tidak menyetorkan uang tersebut ke kas daerah. Sementara 65 persennya
menjadi milik pengaduh.
JPU menyebutkan bahwa pengadaan ternak sapi untuk kelompok tani tersebut dianggarkan mulai tahun 2011 sampai 2016 untuk 22 kelompok tani yang penyaluran dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan anggaran mencapai Rp 3 miliar.
Perkara ini sendiri juga menyeret salah satu ASN di dinas tersebut yang menjadi terpidana yakni Ahmad Romansyah yang diganjar selama enam tahun penjara, pada tahun 2022 lalu.
Selain itu Romansyah juga didenda Rp 300 juta subsidair tiga bulan penjara. Sedangkan uang pengganti yang harus dibayar Rp 953 juta bila tidak dapat membayar maka kurungan bertambah selama tiga tahun.
JPU terhadap terdakwa Mulyadi mematok Pasal 2 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana, pada dakwaan primair.
Serta Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(hid/K-4)