BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Saksi ahli dari Politeknik Tanah Laut Budi Kurniawan mengakui kalau volume pekerjaan pembangunan Gedung Laboratorium dan Pelayanan Publik Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Banjarmasin tahap III di 2021, memang mengalami kekurangan volume.
Hal ini disampaikan Budi, pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Kamis (25/1/2024) dengan terdakwa Heri Sukatno dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi.
Saksi dalam memberikan keterangan tersebut berdasarkan hasil penelitian secara langsung di lapangan. Salah satu hasil penelitian tersebut ternyata bisa digunakan untuk pengecoran tidak sesuai yang ditentukan. Jumlah kerugian berbeda dengan yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan.
“Kami melakukan crosscek ke lapangan dan menurut analisa data, ada kekurangan volume beberapa item. Misalnya pembesian,” ujarnya.
Dibeberkan Budi, hasil perhitungan pihaknya dengan BPK, ada beberapa kesamaan dan juga ada juga yang berbeda.
Menurutnya, hal ini diperkirakan karena adanya pendekatan atau metode dalam melakukan analisa.
Beberapa kekurangan yang ditemukan tersebut selain jenis besi, juga terdapat pada bagian plafon les gipsum dan sebagainya.
Dalam persidangan, terungkap juga keterangan ahli terkait dengan tugas-tugas dari Manajemen Konstruksi (MK), yang di antaranya melakukan pengawasan yang dikaitkan dengan temuan ahli di lapangan mengenai selisih volume pembesian.
Terdakwa Heri Sukatno yang hadir dalam persidangan pun tidak membantah keterangan yang disampaikan oleh ahli dalam persidangan.
Terdakwa selaku kontraktor pembangunan gedung dimaksud pada tahun anggaran 2021, beberapa kali mengajukan adendum bersama dengan Ali Masngud –masuk dapat pencarian orang.DPO — ternyata pekerjaan tidak dapat dikerjakan sesuai kontrak.
Akibatnya, menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ricky Purba berdasarkan perhitungan pembangunan tahap III gedung, terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp. 211.082.953,57.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi, JPU dalam dakwaan primair mematok pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dan ditambah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsidair dipatok pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagimana telah diubah dan ditambah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (hid/KPO-3)