BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Semua ibu, berhak untuk menyusui. Selain sebagai upaya pemenuhan hak ibu, menyusui juga menjadi bagian penting dalam rangka pencegahan stunting. Agar ibu dapat menyusui dimanapun maka perlu diberikan fasilitas sarana dan prasarana menyusui bagi ibu, khususnya pada fasilitas publik.
Oleh karena itu, pemenuhan ruang menyusui tersebut merupakan kewajiban dari pemerintah, khususnya dalam kantor/instansi penyelenggara pelayanan publik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Hal ini ditegaskan oleh M. Firhansyah, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), saat menggelar diskusi (FGD) tentang “Hak Aktifitas Menyusui Tenaga Kerja dan Ketersediaan Fasilitas Mendukung Menyusui” di Kantor Ombudsman Kalsel, Rabu (6/11/2024).
Diskusi tersebut dihadiri pula oleh AIMI Daerah Kalsel, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel, serta kalangan akademisi, perusahaan dan media.
Firhansyah menambahkan pentingnya keberadaan ruang menyusui bahkan telah diatur oleh Permenkes Nomor 15 Tahun 2013, yang memuat secara spesifik bagaimana tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah Air Susu Ibu (ASI), baik di lingkungan tempat kerja atau tempat sarana umum.
Tak hanya masyarakat sebagai pengguna layanan pada fasilitas atau ruang publik, tenaga kerja yang berstatus sebagai ibu menyusui juga berhak untuk mendapatkan pemenuhan ruang menyusui. Hal ini sebagai upaya pemenuhan hak aktifitas menyusui tenaga kerja dalam bentuk ketersediaan fasilitas mendukung menyusui.
Oleh karena itu, Ombudsman Kalsel mendukung kegiatan yang dilakukan AIMI Daerah Kalsel, bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel dalam rangka mewujudkan pemenuhan ruang laktasi baik pada fasilitas/ruang publik, hingga kantor dan perusahaan yang notabene banyak pekerja perempuan yang juga berstatus sebagai ibu menyusui di dalamnya.
Sebagaimana Pasal 83 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah ibu yang sedang menyusui. Setelah melahirkan, seorang pekerja perempuan harus menyusui anaknya. Kemudian bagi pekerja perempuan yang masih menyusui anaknya harus diberi kesempatan, minimal diberi waktu untuk memerah ASI pada waktu jam kerja. Dalam hal ini seharusnya setiap perusahaan menyediakan ruangan untuk memerah ASI.
Tidak hanya diatur di UU Ketenagakerjaan, pengaturan mengenai pemberian ASI eksklusif juga diatur dalam Pasal 42 UU Kesehatan, bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan, kecuali atas indikasi medis. Selama pemberian ASI, pihak keluarga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat wajib mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diadakan di tempat kerja dan tempat/fasilitas umum Bahkan jika terdapat upaya untuk menghalangi ibu yang memberikan ASI eksklusif untuk anaknya dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 430 UU Kesehatan, dalam bentuk pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.-
Berdasarkan hal-hal itu, Hadi Rahman, Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel, meminta kepada seluruh instansi penyelenggara pelayanan publik untuk memenuhi sarana dan prasarana yang mendukung pelayanan publik, khususnya penyediaan sarana/prasarana untuk pengguna berkebutuhan khusus dalam bentuk ruang laktasi.
Senada dengan Ombudsman Kalsel, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel menghimbau kepada seluruh perusahaan di Kalsel untuk memberikan kesempatan kepada tenaga kerja perempuan, untuk menyusui atau kegiatan perah ASI di waktu kerja di tempat kerjanya sebagaimana ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 83 mengenai Kesempatan Menyusui di Tempat Kerja. Serta menyediakan ruang laktasi yang layak dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja pemerlu dalam perusahaan tersebut.
Sementara AIMI Daerah Kalsel berkomitmen memberikan dukungan kepada ibu menyusui berupa pemberian informasi pengetahuan, pendampingan dan menghimbau kepada instansi/kantor/perusahaan untuk menyediakan sarana/prasarana pendukung menyusui sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuannya agar sinergi yang dilakukan dapat berdampak pada percepatan pemenuhan ruang menyusui di berbagai fasilitas/ruang publik, kantor, serta perusahaan, sehingga terwujud kemudahan akses terhadap hak menyusui setiap ibu, dan mewujudkan pelayanan publik yang memperhatikan sensitifitas pada penggunanya.(nau/KPO-1)