Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Banjarmasin

Kasus HIV/AIDS Tertinggi di Kalsel

×

Kasus HIV/AIDS Tertinggi di Kalsel

Sebarkan artikel ini
IMG 20211227 WA0036 scaled

[] Pemko Janji Aktifkan Lagi Komisi Peduli AIDS Tingkat Kota

Baca Koran

Banjarmasin, KP – Januari hingga September tahun 2021, pengidap HIV Aids di Kalsel berjumlah 3.360 kasus. Dari jumlah tersebut, Kota Banjarmasin menjadi pengumbang terbahyak kasus HIV/AIDS di Kalsel.

Data itu dirilis oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Provinsi Kalsel, di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin kemarin (27/12) pagi.

Karenanya, Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin mulai bergerak untuk menangani kasus ini.

Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina mengatakan, bahwa dalam upaya pencegahan, langkah pertama yang dilakukan pihaknya yakni dengan kembali mengaktifkan Komisi Peduli AIDS di Kota Banjarmasin.

Maklum, Komisi Peduli AIDS di Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini rupanya sudah lama mati suri. Tepatnya, sejak tahun 2017 lalu.

“Itu sudah jadi komitmen bersama Dinkes Kota Banjarmasin dan SKPD lainnya Di tahun 2022 ini. Karena akan dapat dukungan anggaran sehingga kegiatannya bisa dilaksanakan,” ucapnya Selasa (27/12) siang.

Ia pun tidak menampik, Kota Banjarmasin menjadi penyumbang terbanyak terhadap pertumbuhan kasus HIV/AIDS. Yakni, 40 persen dari total kasus di Provinsi Kalsel.

“Selama ini kasus HIV Aids seolah tertutupi oleh pandemi Covid-19. Padahal kasusnya berjalan terus,” ucapnya.

“Di samping kita berjibaku dalam dua tahun ini menangani COVID-19, kasus penyakit menular lainnya seperti HIV/AIDS ini juga harus menjadi perhatian. Harus segera ditangani,” tekannya.

“Memang tugasnya berat. Tapi pemerintah mesti hadir untuk menangani persoalan yang ada di masyarakat,” lanjutnya.

Disinggung penanganan seperti apa yang bakal dilakukan, Ibnu mengaku bisa melalui edukasi. Misalnya, menghindari pergaulan bebas.

Lalu memberikan bimbingan agar anak bisa lebih dekat dengan keluarga. Sehingga anak-anak tidak merasa kehilangan figur orang tua.

Baca Juga :  Dinas PUPRP Sosialisasi Implementasi Tender Cepat

“Saya kira itu yang paling penting. Saya tekankan bagaimana melakukan upaya pencegahan. Kalau sudah terjadi, harus ditangani. Tapi kalau bisa dicegah, sebaiknya program pencegahan bisa dilaksanakan,” tekannya.

“Semoga sosiliasi bisa dilakukan melalui tokoh masyarakat, pemuda, termasuk insitusi pemerintah agar bisa dikampanyekan pula bahwa HIV Aids bukan aib,” harapnya.

Hal senada juga dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin, Machli Riyadi. Ia membeberkan, pihaknya sudah menganggarkan untuk penanganan penyakit menular (selain Covid-19), yakni sebanyak Rp100 juta.

“Lalu, ditambah Rp80 juta untuk menangani HIV/AIDS. Jadi totalnya, Rp180 juta,” jelasnya.

Selain melalui bantuan berupa anggaran dana, pihaknya juga akan meningkatkan pelayanan kesehatan untuk pengidap HIV Aids.

Seperti diketahui. Di Kota Banjarmasin hanya ada tiga rumah sakit (RS) dan enam puskesmas, yang bisa memberikan pelayanan kesehatan untuk pengidap HIV Aids.

Namun ke depan, Machli menjanjikan seluruh puskesmas, di tahun 2022 bisa memberikan pelayanan kesehatan untuk pengidap HIV Aids.

“Minimal melayani konsultasi kesehatannya lebih dulu. Untuk pelayanan lainnya, nantinya akan kami sesuaikan. Jika diperlukan, tentu yang utamanya akan kami rujuk ke rs yang memberikan pelayanan untuk pengidap HIV Aids,” tekannya.

“Sebelum itu kami lakukan, kami akan memberikan pelatihan sumber daya manusianya terlebih dahulu. Intinya, kami awali dengan itu. Kemudian, mengadakan obat-obatannya,” tuntasnya.

Sementara Itu Sekretaris KPA Provinsi Kalsel, Mursalin menjelaskan, faktor risiko tertinggi adanya kasus itu masih berasal dari hubungan seksual. Dengan persentase sebanyak 95 persen.

Yang mengejutkan, dari jumlah pengidap dalam kasus di Kalsel, rupanya didominasi usia produktif. Yakni kisaran usia 20 hingga 30 tahun.

Ia menilai, bila pemerintah daerah ingin menyikapinya, program yang dipilih haruslah program yang memiliki tujuan meminimalisir penularan dari jalur hubungan seksual.

Baca Juga :  Dewan Soroti Masalah Pengangguran dan Kemiskinan di Banjarmasin

“HIV mesti ditemukan sedini mungkin. Karena gejala HIV baru bisa dirasakan atau muncul saat tiga hingga empat tahun ke atas. Kami mengharapkan ditemukan cepat, diobati, dan dipertahankan,” ucapnya.

“Jangan sampai perjalanan penyakitnya sudah jauh, baru ketahuan. Misalnya sudah timbul gejala, macam-macam penyakit, baru pelayanan itu kan terlambat,” lanjutnya.

Mursalin pun lantas meminta pemerintah daerah untuk bisa serius dan bekerja sama menangani HIV Aids. Lebih-lebih hingga kini, cakupan tes HIV di Kalsel masih terbilang rendah.

Bukan tanpa alasan, Menurutnya, masih banyak yang malu untuk melakukan tes. Hal ini lantaran penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia itu masih dianggap aib fan hal yang tabu di masyarakat.

“Kita mesti sama-sama memberikan pengertian kepada warga, apabila merasa ada risiko bisa langsung melakukan tes HIV,” tekannya.

Disinggung apakah jumlah yang didapat selama ini, didapat dari mereka yang bersedia dites alias melaporkan diri?

Terkait hal itu, Mursalin membantahnya. Ia menilai bahwa data yang ada, juga didapat dari hasil pelacakan.

“Ada upaya jemput bola. Misalnya, mendatangi lembaga permasyarakatan hingga tempat hiburan malam,” jelasnya.

“Tetapi memang, tidak semua orang mau dites HIV. Kami mengedepankan hak asasi manusia. Kalau warga tidak mau dites kami tidak bisa memaksa. Namun, kami selalu berusaha mengajaknya secara persuasif,” tutupnya. (Zak/KPO-1)

Iklan
Iklan