Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan
OPINI PUBLIK

Menanti Putusan MK : Sistem Proporsional Terbuka/Tertutup Pemilu 2024

×

Menanti Putusan MK : Sistem Proporsional Terbuka/Tertutup Pemilu 2024

Sebarkan artikel ini

Oleh : Andik Mawardi, SH, MH
Kasubbag Produk Hukum Kabupaten/Kota Wilayah II Biro Hukum Sekdaprov Kalsel

Penyelenggaraan Pemilu serentak 2024 dalam tahapan persiapan untuk memilih calon presiden/wakil presiden, anggota DPD, anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Terkait Pemilu 2024 untuk memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, dengan adanya permohonan gugatan pengujian sistem proporsional terbuka dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menyita perhatian publik tidak terkecuali pemerintah, DPR, penyelenggara pemilu dan partai politik peserta Pemilu 2024. Munculnya koalisi partai politik pendukung sistem proporsional terbuka dan partai politik pendukung sistem proporsional tertutup menujukan dinamika politik yang dinamis, dengan terbelahnya koalisi pendukung pemerintah yang tidak linier dengan koalisi partai politik yang pendukung sistem proporsional terbuka dan partai politik yang medukung pengunaan sistem proporsional tertutup pada 2024.

Iklan

Pengujian konstitusionalitas UU terhadap konstitusi merupakan salah satu ciri negara hukum, adapun tujuan dari pengujian peraturan perundang-undangan termasuk pengujian UU pemilu adalah untuk memperbaiki, mengganti, atau meluruskan isi dari UU Pemilu agar tidak bertentangan dengan UUDNRI Tahun 1945, sehingga UU Pemilu dapat memberikan kepastian hukum (rechtszekerheid) dan perlindungan hukum (rechtsbescherming) serta memberikan keadilan (rechtvaardigheid) dan kemanfaatan (matigheid) bagi peserta Pemilu 2024.

Dasar hukum pengunaan sistem proporsional terbuka dalam sistem pemilu diatur dalam Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu yang menyebutkan “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”. Permohonan pengujian sistem proporsional terbuka yang diatur dalam Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu tersebut kepada MK dengan register perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tanggal 16 November 2022. Dalam petitumnya pemohon memohon MK memutuskan frasa “terbuka” dalam ketentuan Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUDNRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan kata “proporsional” padal 186 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUDNRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “sistem proporsional tetutup”.

Baca Juga :  Manajemen Strategis Sistem Pendidikan Balance Scorecard: Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kota Banjarmasin

Pengujian sistem proporsional terbuka pemilu dalam Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu menjadi sistem proporsional tertutup tersebut, dalam konteks demokrasi dan negara hukum, patut diapresiasi karena mengunakan instrumen hukum dalam penyelesaian pengunaan sistem proporsional tertutup/tetutup pemilu serentak tahun 2024, ditengah kepercayaan publik yang tengah menurun terkait dengan skandal berbedanya putusan yang diucapkan oleh hakim MK dan tertulis dalam putusan MK terkait dengan jabatan hakim konstitusi yang diberhentikan ditengah masa jabatan oleh DPR.

Tentunya bagi KPU sebagai penyelenggara, Pemerintah, dan DPR, menantikan putusan MK atas permohonan pengujian sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu tersebut. Adapun yang paling krusial yakni terkait dengan penyusunan anggaran pemilu tahun 2024 yang disusun untuk pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Sehingga Putusan MK untuk permohonan dengan register perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 dinantikan oleh berbagai pihak. Bagi partai politik tentunya harus menyiapkan strategi pemenangan yang berbeda dalam hal MK mengabulkan permohonan pengujian sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu menjadi sistem proporsional tertutup. Bagi para calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang akan dicalonkan oleh partai politik masing-masing, tentu akan melihat sejauh mana sistem proporsional yang akan digunakan pada Pemilu 2024, strategi pemenangan masing calon tentu akan berbeda jika sistem proporsional tertutup diberlakukan pada Pemilu 2024.

Terkait dengan pemeriksanaan pemohonan dengan register perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, MK akan memeriksa kedudukan hukum/legal standing para pemohon, sehingga yang harus membuktikan adalah apakah dengan berlakunya ketentuan Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu merugikan hak-hak konstitusional pemohon. Dalam hal, pemohon tidak dapat membuktikan kerugian atas berlakunya ketentuan Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu, kedudukan hukum/legal standing untuk menerangkan kerugian apa yang ada misalnya potensi dirugikan sebagai calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota atas sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu. Tidak terpenuhi legal standing pemohon, MK memberikan putusan tidak diterima permohonan pemohoan.

Baca Juga :  Manajemen Strategis Sistem Pendidikan Balance Scorecard: Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kota Banjarmasin

Terkait dengan pokok perkara pengujian Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup, pilihan pengunaan sistem proporsional terbuka/tertutup adalah kebijakan pembentuk UU Pemilu yakni DPR dan Presiden, pilihan pengunaan sistem proporsional merupakan open legal policy (kebijakan hukum terbuka) tidak ranah yudikatif untuk menilai pilihan sistem proporsional terbuka/tertutup pemilu. Pilihan pengunaan sistem proporsional terbuka dalam Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu dapat ditelusuri dari risalah pembahasan rancangan UU Pemilu baik dalam pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UUPPP). Dalam hal MK pada pertimbangan hukumnya mempertimbangkan pengunaan sistem proporsional terbuka/tertutup merupakan kewenangan pembentuk UU Pemilu yakni Presiden dan DPR, MK memberikan putusan menolak permohonan pemohon.

Perubahan sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup merupakan ranah pembentuk UU Pemilu yakni Presiden dan DPR melalui legislative review. Adapun mekanisme yang dilakukan melalui perubahan UU Pemilu dengan tata cara meknanisme yang diatur dalam UUPPP, sistem proporsional tertutup/tertutup merupakan sistem proporsional pemilu yang dikenal diseluruh dunia. Sehingga pilihan pengunaan sistem proporsional tertutup/tertutup tidak terkait dengan UUDNRI Tahun 1945. Namun dalam perubahan sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup melalui perubahan UU Pemilu tidak mudah dilakukan karena terkait dengan untung dan rugi perolehan suara partai politik peserta Pemilu 2024. Melihat saratnya kepentingan partai politik peserta pemilu, akan sulit tercapai kesepakatan internal DPR terkait dengan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi sistem proporsional tertutup.

Salah satu kelebihan sistem proporsional terbuka yakni pemilih diberikan pilihan untuk memilih calon secara langsung sehingga figur calon sangat menentukan calon dipilih, fungsi partai lebih pada sebagai sarana bagi seorang calon untuk dipilih. Sementara sistem proporsional tertutup memberikan kewenangan kepada partai untuk menentukan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang terpilih, sehingga bisa jadi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang terpilih merupakan pilihan partai bukan pilihan pemilih. Dapat dikatakan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan sistem pemilihan direct system pemilu, sementara sistem proporsional tertutup lebih pada semi direct system pemilu karena penentuan calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditentukan oleh partai yang mendapatkan kursi.

Baca Juga :  Manajemen Strategis Sistem Pendidikan Balance Scorecard: Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kota Banjarmasin

Selanjutnya, mencermati pertimbangan MK dalam putusan MK Nomor 80/PUU-XX/2022, menyebutkan “bahwa apabila dikaitkan dengan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan, “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”, mengembalikan tugas penentuan daerah pemilihan secara utuh kepada KPU, termasuk daerah pemilihan DPR dan DPRD provinsi dapat menjaga kualitas penyelenggaran pemilihan umum”. Maka tidak menutup kemungkinan sistem proporsional terbuka/tertutup diserahkan kepada KPU sebagai penyelenggara pemilu berdasarkan ketentuan Pasal 22E ayat (5) UUDNRI Tahun 1945 untuk menghindari benturan kepentinggan (conflict of interest) antar partai politik peserta pemilu tahun 2024 baik yang mempunyai kursi di DPR maupun yang tidak mempunyai kursi di DPR.

Iklan
Space Iklan
Iklan
Ucapan