
“Heran Ada Istilah Satu Pintu Fee Proyek”
Banjarmasin, KP – Terdakwa Tindak Pidana Pencucian Uang mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) H Abdul Latif, merasa heran adanya istilah “satu pintu” yang dikemukaan para saksi.
Maupun masalah fee proyek yang di bayarkan oleh para saksi.
Hal ini dikemukakan terdakwa setelah mendengar kesaksian dari unsur kontraktor yang menyebutkan masalah “satu pintu”.
Pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (15/3) di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak.
“Saya sangat asing dengan kata itu (satu pintu dan fee, red),” kata Abdul Latif.
Itu ketika diminta tanggapannya atas keterangan saksian salah satunya Fujiansyah Noor, seorang kontraktor yang kini masih aktif sebagai anggota DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Hal senada juga disampaikan oleh saksi lainnya yakni Said Abdul Basit, Erick Rianto maupun saksi Habib Hafiji, semuanya dari unsur kontraktor yang memperoleh pekerjaan proyek.
Rata rata menurut kesaksian mereka memberikan fee dikisaran 6 sampai 10 persen yang pembayaran disetorkan kepada Letua Kadin HST saksi Fauzan Rifani.
Masalah “satu pintu” ini para saksi memahami kalau fee tersebut semuanya melalui Fauzan Rifani.
“Memang saat itu tidak ada kata seperti itu, tapi menurut saya arahnya (semua proyek,red) ke Fauzan Rifani,” jelas saksi Fujiansyah yang merupakan salah satu tim sukses terdakwa saat mencalon sebagai Bupati HST tahun 2016.
“Lalu kata-kata fee, saya juga merasa asing,” ucap terdakwa yang mengikuti sidang secara virtual dan berada di LP Sukamiskin Bandung.
Ketua majelis hakim Jamser Simanjuntak SH mengatakan sudah dijawab saksi, bahwa Fauzan yang mengkondisikan semua proyek itu.
“Kapasitas terdakwa disini hanya membenarkan atau tidak keterangan saksi. Untuk selebihnya nanti ada porsinya saat pemeriksaan terdakwa,” ucap Jamser.
Keterangan saksi hampir sama dengan saksi terdahulu.
Semuanya mengatakan hal yang sama yakni mereka memberikan fee antara 7,5 hingga 10 persen dalam setiap proyek kepada Ketua Kadin HST Fauzan Rifani yang merupakan orang kepercayaan terdakwa (bupati Abdul Latif).
“Terkait fee proyek memang sudah tersistem, bisa dikatakan tidak ada fee tidak ada proyek,” ujar para saksi.
Seperti diketahui terdakwa dalam kasus gratifikasi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, divonis selama tujuh tahun.
Dalam perkara yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menyangkut masalah tindak pidana pencucian uang.
Dalam dakwaannya JPU menyebutkan kalau terdakwa Abdul Latif telah menyamarkan hasil uang gratifikasi sebesar Rp41 miliar lebih yang dia dapat dari jabatannya sebagai bupati tahun 2016 dan 2017.
Salah satunya dengan menggunakan nama orang lain.
JPU pada sidang tersebut mendakwa terdakwa didakwa melanggar pasal 12 B juncto pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kemudian dalam dakwaan kedua, JPU menjerat dengan pasal 3 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (hid/K-2)
