Banjarbaru, KP – Lahan perkebunan karet di Kalsel kian berkurang.
Setiap tahun lahan yang berkurang mencapai 1.000 hektare.
Penyebabnya banyak petani yang secara mandiri memutuskan lahannya beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Selain itu karena faktor masa peremajaan yang memakan waktu lama.
“Karet paling cepat enam tahun baru bisa panen,” jelas Kepala Disbunnak Kalsel, Suparmi melalui Kabid Perkebunan, Agustinus Adie.
Jika kondisi terus seperti ini, bukan tidak mungkin bisnis perkebunan karet di Kalsel akan menghilang.
Disbunnak Kalsel mendorong pemerintah di setiap daerah tidak tinggal diam.
Bila perlu, para petani karet diberikan bantuan atau kegiatan produktif selama rentang waktu proses peremajaan.
“Misalnya, mereka menanam jagung atau padi. Tapi, siapkan juga pasarnya. Jangan sampai mereka sekadar menanam, tidak menghasilkan apa-apa, kasihan,” ujar Adie.
Kondisi luasan perkebunan karet berbanding terbalik dengan luasan lahan perkebunan kelapa sawit.
Tiap tahun terus mengalami penambahan luasan.
Data yang ada sekarang, total luasan kebun kelapa sawit si Kalsel tercatat 443.802 hektare.
Pada sisi saat ini Pemprov Kalsel sedang getol dengan perkebunan kelapa sawit. Selasa (22/8/2023), Menteri Pertanian Syahrul Yasin
Limpo memberikan atensi khusus terhadap Kalsel terkait produksi kelapa sawit. Dalam rakor, telah disepakati peremajaan sawit di
provinsi ini tahun 2023 mencapai 10.000 hektare.
Petani sawit yang melakukan peremajaan turut didorong melakukan pola tanam tumpang sari sawit dengan komoditi lain seperti kacang,
umbi-umbian, jagung dan lainnya.
Saat ini, realisasi sekitar 500 hektare yang meliputi wilayah Kotabaru, Tanah Bumbu, Tanah Laut, Banjar, dan Barito Kuala.
Adie menyatakan Disbunnak Kalsel terus berupaya mendorong agar realisasi mengalami progres signifikan.
“Caranya, dengan sosialisasi langsung kepada kelompok tani di daerah, beberapa hari mendatang kita bergerak,” pungkasnya.(mns/K-2)