Banjarmasin, KalimantanPost.com – Mantan Kepala Desa Sawaja, Kecamatan Candi Laras Utara Kabupaten Tapin, Muliadi yang menjadi terdakwa penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) mengembalikan uang yang ditilep melalui istrinya.
Jumlah yang dikembalikan terdakwa melalui istrinya tersebut sebanyak Rp 138 juta dan saat penyidikan terdakwa juga diketahui mengembalikan sebanyak Rp 50 juta.
Pengembalian tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tapin, Johan Wibowo kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin
yang diketuai hakim Yusriansyah, Senin (4/12).
Dengan dikembalikan seluruh kerugian negara tersebut, JPU terpaksa menunda pembacaan tuntutan kepada terdakwa.
Seperti diketahui sewaktu menjabat sebagai kepala desa, terdakwa Muliadi selama 3 tahun berturut-turut dengan sengaja tidak menyetorkan pajak dana desa sebesar Rp 74,9 juta.
Dengan rincian tahun 2019 sekitar Rp 47 juta, 2020 sekitar Rp 20 juta dan 2021 Rp 6 juta.
Selain itu terdakwa juga tidak dapat mempertanggungjawabkan belanja modal Desa Sawaja sebesar Rp 111 juta pada tahun 2019, 2020 dan 2021. Dimana, belanja barang dikatakan tidak
terealisasi atau tidak dibelikan terdakwa, namun terdapat adanya surat pembayaran.
“Belanja modal tersebut tidak ada fisiknya atau fiktif,” ungkap JPU Kejari Tapin Johan Wibowo saat membacakan surat dakwaan.
Sebagai Kades, terdakwa juga dikatakan mengambil alih tugas bendahara desa yaitu dengan menguasai sendiri uang belanja modal Desa Sawaja.
Tak sampai di situ, saat menjabat sebagai Kades terdakwa juga dikatakan melakukan penyimpangan pembayaran honor kepada tim TPAP sebesar Rp 2,2 juta.
Dari hasil audit, terdapat unsur kerugian negara yang dilakukan terdakwa selama tahun 2019, 2020 dan 2021 mencapai Rp 188.753.870,45.
Atas perbuatan tersebut, JPU mematok Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai dakwaan primair. Sementara dakwaan subsidair, dipatok Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(hid/K-4)