Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

PERAHU DI LAUTAN

×

PERAHU DI LAUTAN

Sebarkan artikel ini

oleh: NURMADINA MILLENIA

KURANGNYA pengertian tentang hukum di Banua Banjar menjelaskan bahwa masih ada penduduknya yang tidak menjiwai daerah atau tanah air sendiri. Jika bukti nyata tentang rusaknya ULM, atau universitas di Kalsel, kemudian masalah OTT yang mencederai Pemprov Kalsel serta kurangnya pengawasan oleh DPRD sehingga terjadi semua itu. Lalu apa lagi yang seharusnya, kritik dan saran yang bisa mengingatkan kepala batu? Pada penghujung 2024 ini?

Baca Koran

Jika melihat tulisan Noorhalis Majid, pada tulisan Pilkada, memborong perahu, menjegal lawan. Itu menjelaskan, jika Pilkada ditentukan oleh uang, mereka yang menghambur uang untuk dipilih seperti tidak ubahnya jual beli. Bahkan katanya, salah seorang ketua parpol menjelaskan, jika mau dilamar calon kepala daerah, ditanyakan, “Adakah duitnya,”. Maka jelas sekali jika duit adalah materi, dan artinya urusan yang bisa membahagiakan atau lurus sebagai amanah rakyat, akan menjadi sirna atau tidak menilai masalah amanah tetapi masalah berapa bisa dibeli. Jadi popularitas ditentukan oleh uang yang dibagikan, karena binaan pesantern atau karena didikan amanah Islam akan sirna?

Dengan demikian, biar sajalah ketentuan hukum yang mungkin didampingi malaikat maut, akan terus meronda daerah Kalsel ini. Karena kita ingin Islam terus ditegakkan di Banua Banjar ini, walaupun nampak sakit, melihat mereka yang jadi korban di dalam keinginan mengubah Banjar. Namun sayang salah sasaran di dalam membina dan mengubah Banjar dalam wajahnya yang benar.

Masih dalam pendapat dan pandangan buku “Politik Kantut Samut”, calon independen juga tidak mudah. Tiap copy KTP yang menjadi syarat harus ada surat pernyataan bermaterai Rp10 ribu. Kalau memerlukan 50 ribu dukungan, untuk beli materai saja sudah Rp500 juta. Belum lagi pengganti kesediaan menyerahkan KTP, mungkin perlu sepuluh kali lipat dari harga materai.

Baca Juga :  Potret Guru Hari Ini

Penulis buku Politik Kantut Samut menjelaskan, jika arogansi uang, menciptakan nafsu dan kerakusan,sehingga tidak jarang akan ada gerakan memborong semua parpol, sebagai “perahu” yang dapat menghantarkan dirinya sebagai calon kepala daerah. Bila ada masih uang tersisa, maka digunakan pula untuk menjegal lawan, agar peluang pertarungan semakin sempit. Daerah Banjar ini mungkin ingin dijadikan arena neraka, dan setiap jalan untuk ke neraka saja. Tangkapi KPK ai, bubuhannya itu!

Jika kembali melihat perahu yang dibocori oleh Khaidir, akan membuat Musa semakin penasaran akan tingkat kezalimannya, jika melakukan sesuatu yang bagus kemudian menjadi cacat. Kemudian, Musa menjadi lupa jika dia dengan Khaidir, ada perjanjian untuk diam saja, pada semua yang dilakukan oleh gurunya itu. Maka Musa lalu menanyakan kepada Khaidir, apa maksudnya, karena mereka bisa akan tenggelam. Selain itu “perahu” itu akan menjadi rusak dan padahal itu adalah sebuah alat untuk mencari usaha setiap harinya?

Ramalan Khaidir ternyata benar, Musa tidak akan dapat menahan emosi dalam hal apa yang dilakukannya. Karena dia melakukan sesuatu itu melihat jauh kedepannya. Dimana perahu yang baik akan dirampas oleh pemimpin zalim, sedangkan cacat sedikit masih bisa digunakan bila ditambal lagi, maka artinya pemilik perahu itu diselamatkan dari rampasan dan kehilangan perahunya. Karena tidak disukai oleh pemimpin zalim itu. Adakah itu dimengerti oleh Pemerintahan Kalsel?

Iklan