Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Socialpreneur, Menjembatani Perubahan Sosial atau Sekadar Tren?

×

Socialpreneur, Menjembatani Perubahan Sosial atau Sekadar Tren?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Hafizhaturrahmah
Founder NGO Telaga Ilmu Indonesia

Dalam beberapa dekade terakhir, usaha sosial atau socialprenur telah muncul sebagai salah satu solusi untuk masalah sosial yang terus berkembang di dunia. Di Indonesia, tren ini semakin populer di kalangan pengusaha muda yang ingin menggabungkan antara tujuan bisnis dan misi sosial. Namun, muncul pertanyaan besar: apakah usaha sosial benar-benar dapat menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan, ataukah ia hanya sekadar tren bisnis yang menguntungkan tanpa dampak yang berarti bagi masyarakat?

Baca Koran

Pada dasarnya, usaha sosial berusaha untuk mengatasi permasalahan sosial, lingkungan, atau kemanusiaan dengan menggunakan prinsip-prinsip bisnis. Mereka tidak hanya mencari keuntungan finansial, tetapi juga berfokus pada pencapaian dampak sosial yang positif. Namun, di balik niat baik tersebut, ada dilema yang cukup besar yang sering kali terabaikan: bagaimana usaha sosial bisa bertahan dalam jangka panjang tanpa mengorbankan nilai-nilai sosial yang diusungnya?

Masalah utama yang dihadapi usaha sosial adalah keberlanjutan. Banyak bisnis sosial yang terpaksa beralih menjadi perusahaan konvensional karena kesulitan dalam menemukan model bisnis yang bisa memberikan keuntungan sekaligus mempertahankan dampak sosial mereka. Di satu sisi, mereka harus memastikan bahwa mereka cukup menguntungkan untuk terus berjalan, namun di sisi lain, terlalu fokus pada profit bisa mengikis komitmen mereka terhadap tujuan sosial. Ini adalah salah satu tantangan yang perlu dihadapi oleh setiap usaha sosial.

Indonesia, dengan segala keragamannya, menjadi lahan subur bagi lahirnya usaha sosial. Masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya masalah sosial, seperti kemiskinan, ketimpangan ekonomi, dan kerusakan lingkungan, menjadikan usaha sosial sebagai alternatif yang menarik. Usaha sosial seperti Kitabisa, yang memfasilitasi penggalangan dana untuk berbagai tujuan sosial, dan 4ocean Bali, yang membersihkan laut dari sampah plastik, menunjukkan bahwa model bisnis ini bisa berjalan di Indonesia.

Namun, perlu diingat bahwa kesuksesan beberapa usaha sosial ini tidak bisa dijadikan patokan umum untuk semua usaha sosial di Indonesia. Banyak usaha sosial yang terpaksa mengalami kegagalan akibat ketidakmampuan dalam menciptakan model bisnis yang berkelanjutan. Selain itu, seringkali usaha sosial beroperasi dalam lingkup terbatas, seperti di kawasan tertentu atau dalam proyek skala kecil, tanpa ada strategi untuk memperbesar dampaknya secara nasional atau global.

Baca Juga :  Membangun Ketangguhan Masyarakat Menghadapi Bencana

Keberlanjutan adalah salah satu isu krusial yang harus dihadapi oleh setiap usaha sosial. Banyak yang memulai dengan tujuan mulia untuk mengatasi masalah sosial, namun seiring waktu, mereka terkendala oleh model finansial yang tidak mampu menopang operasional mereka. Dalam konteks ini, kita harus mempertanyakan sejauh mana usaha sosial benar-benar bisa bertahan dalam jangka panjang tanpa mengorbankan tujuan sosial mereka. Mengandalkan dana eksternal, seperti donasi atau hibah, memang bisa memberikan dorongan awal, tetapi untuk jangka panjang, sebuah usaha sosial harus memiliki model bisnis yang mandiri dan berkelanjutan.

Selain itu, keberlanjutan juga bergantung pada kemampuan usaha sosial untuk mengadaptasi diri dengan perubahan zaman. Misalnya, di tengah era digital, usaha sosial harus memanfaatkan teknologi untuk mengoptimalkan operasional dan memperluas jangkauan dampaknya. Tanpa teknologi, banyak usaha sosial yang akan terjebak dalam keterbatasan sumber daya dan pasar yang terbatas.

Namun, penggunaan teknologi juga membawa tantangan tersendiri. Tidak semua usaha sosial memiliki akses atau kemampuan untuk mengintegrasikan teknologi secara efektif dalam model bisnis mereka. Hal ini bisa menjadi hambatan besar dalam meningkatkan skala dampak sosial mereka.

Di Indonesia, ada kebingungan yang sering terjadi antara usaha sosial dan lembaga nirlaba. Meskipun keduanya berfokus pada solusi sosial, ada perbedaan fundamental dalam cara mereka beroperasi. Lembaga nirlaba mengandalkan sumbangan atau dana eksternal untuk mendanai program sosial mereka, sementara usaha sosial berusaha menciptakan keuntungan yang bisa digunakan untuk mendanai misi sosial mereka.

Namun, perbedaan ini seringkali kabur. Banyak usaha sosial yang justru bergantung pada dana yang dikumpulkan dari pihak ketiga, seperti investor atau donor, dan hal ini menciptakan ketergantungan yang pada akhirnya mempengaruhi independensi dan efektivitas mereka. Bahkan, dalam beberapa kasus, usaha sosial yang terlihat sukses dalam meraup keuntungan, ternyata lebih mementingkan pendapatan finansial daripada tujuan sosial mereka. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah usaha sosial benar-benar bisa mencapai keseimbangan antara tujuan finansial dan sosial?

Baca Juga :  MEMUJI RASUL

Masa Depan Usaha Sosial

Melihat potensi dan tantangan yang ada, masa depan usaha sosial di Indonesia tergantung pada bagaimana mereka dapat mengatasi dilema keberlanjutan ini. Salah satu solusi yang dapat diusulkan adalah penciptaan model bisnis yang lebih inovatif dan fleksibel, yang tidak hanya mengandalkan donasi atau investasi eksternal, tetapi juga mampu menghasilkan pendapatan dari layanan atau produk yang relevan dengan misi sosial mereka.

Selain itu, usaha sosial harus lebih fokus pada pembentukan kemitraan strategis yang melibatkan berbagai pihak—baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat—untuk menciptakan solusi yang lebih komprehensif. Tanpa kolaborasi yang solid, usaha sosial akan kesulitan untuk mengatasi masalah sosial yang lebih besar, seperti kemiskinan dan ketimpangan akses pendidikan.

Usaha sosial memang memiliki potensi untuk menciptakan perubahan sosial yang signifikan, namun tantangan besar yang harus dihadapi adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara tujuan sosial dan tujuan bisnis. Dalam banyak kasus, usaha sosial terpaksa beradaptasi dengan praktik bisnis konvensional demi kelangsungan hidup mereka, yang sering kali mengorbankan nilai-nilai sosial yang mereka usung. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa usaha sosial tidak hanya menjadi tren sesaat, mereka perlu menciptakan model bisnis yang lebih realistis dan berkelanjutan.

Di tengah semua tantangan ini, usaha sosial tetap memiliki peran penting dalam merespons masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Tetapi, jika mereka ingin benar-benar memberikan dampak jangka panjang, usaha sosial harus mengatasi berbagai hambatan dan berinovasi untuk menciptakan solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Iklan
Iklan