Oleh : AHMAD BARJIE B
Di bulan Rajab ini kembali diadakan haulan salah seorang ulama besar, yaitu Tuan Guru Syekh Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul. Sekadar mengulang kaji, nama lengkap beliau Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani Bin Abdul Manaf Bin Muahmmad Seman Bin Muhammad Sa’ad Bin Abdullah Bin Mufti Muhammad Khalid Bin Khalifah Hasanuddin Bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Lahir pada 27 Muharram 1361 H atau 11 Februari 1942 M, dan wafat pada 5 Rajab 1426 H atau 10 Agustus 2005 M. Setiap tahun ratusan ribu bahkan jutaan orang datang ke Martapura untuk ikut serta memperingati haul beliau. Rest area bertebaran dimana-mana untuk memberikan layanan makan minum, istirahat, berobat, kerusakan kendaraan dan sebagainya. Sungguh sebuah fenomena sosial keagamaan yang sulit dicari bandingnya.
Hal penting dan esensial terkait dengan haulan Guru Sekumpul, adalah perlunya kita mengetahui, meneladani dan melestarikan kepribadian beliau. Diantaranya beliau sangat cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah dan cinta kepada sesama manusia. Cinta kepada Allah beliau wujudkan dengan beribadah yang sangat kuat, sampai-sampai ibadah sunat seperti shalat sunat menjadi wajib bagi beliau, sehari-hari tidak lepas dari berzikir, dan membaca Alquran khatam sekali seminggu. Cinta kepada Rasulullah beliau wujudkan dengan selalu bershalawat kepada beliau. Shalawat itu, menurut Guru Madyan Noor Marie Lc terbagi dua, warid dan ghairu warid. Yang pertama sudah baku kalimatnya, seperti yang dibaca dalam shalat. Yang kedua, dengan redaksi yang bebas seperti shalawat yang terdapat syair-syair maulid karangan para ulama. Guru Sekumpul banyak menggubah syair maulid, diantaranya syair maulid al-Habsyi, sehingga menjadi sangat populer di banua Banjar.
Kemudian cinta kepada sesama manusia beliau wujudkan dengan banyak berinfaq dan bersedekah. Walaupun di masa kanak-kanak dan masa muda beliau pernah hidup miskin, namun setelah harta kekayaan datang melimpah ruah, ternyata semua itu banyak beliau dermakan dan wakafkan untuk kepentingan agama dan sosial.
Kita semua tentu tidak bisa beribadah sekuat yang beliau kerjakan, tidak bisa bershalawat sebanyak yang beliau lakukan, bersedekah sebesar yang beliau berikan. Namun di antara pesan beliau kita hendaknya istiqamah dalam menjalankan taat ibadah kepada Allah swt. Misalnya selalu melaksanakan shalat fardlu, tepat waktu dan berjemaah di masjid atau mushalla, yang pahalanya jauh melebihi shalat sendirian. Kalau kita istiqamah maka itu semua sudah lebih tinggi nilainya melebihi karomah yang dimiliki oleh para wali Allah Ta’ala. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama sufi: “Istiqamah lebih baik daripada seribu karomah”.
Menjelang wafat, beliau memberi beberapa pesan, diantaranya agar kaum muslimin menyintai dan menghormati ulama, murah diri, murah hati, manis muka, memaafkan segala kesalahan orang lain, jangan bersifat tamak, jangan memakan harta riba, jangan menyakiti orang lain, jangan merasa lebih baik daripada orang lain, baik sangka terhadap sesama muslim, banyak bersyukur, banyak bersahabar, dan segala sesuatu diserahkan kepada Allah SWT, Wallahu A’lam.
Pesan-pesan beliau ini sejalan dengan hakikat taqwa sebagaimana firman Allah SWT, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imran : 133-134).