Oleh : Ade Hermawan
Pemerhati Pemilu
Hari-hari belakangan ini disuguhkan informasi adanya upaya beberapa pihak yang ingin mengembalikan sistem proporsional tertutup untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) pada 2024. Sudah ada beberapa pihak yang mengajukan judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan uji materi terhadap sistem pemilu itu teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Adapun penggugat itu adalah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). Para pemohon berharap agar sistem proporsional terbuka yang telah berlaku sejak 2004 dapat diubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Uji materi yang bertujuan untuk mengubah sistem pemilihan dari coblos nama caleg menjadi coblos lambang partai di kertas suara itu, ditentang delapan partai politik di parlemen, kecuali PDI Perjuangan. Adapun delapan parpol penolak sistem proporsional tertutup yaitu Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.
PDI Perjuangan berpandangan bahwa sistem proporsional terbuka telah menciptakan kapitalisasi politik, oligarki, dan persaingan politik yang terlalu bebas. Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengklaim, sistem proporsional tertutup membuat proses kaderisasi dapat berjalan optimal, memberikan insentif terhadap kinerja di DPR, dan pada saat bersamaan karena ini adalah pemilu serentak antara pileg dan pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan itu bisa di tekan.
Penilaian PDI-P tersebut dibantah delapan parpol parlemen. Mereka menilai, mengembalikan sistem pemilu saat ini ke sistem proporsional tertutup adalah sebuah kemunduran demokrasi. Ketua umum Golkar menyatakan rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik, kami tidak ingin demokrasi mundur. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menilai sistem proporsional tertutup membuat masyarakat tak mengerti siapa figur yang dipilihnya. Menurutnya sistem proporsional tertutup sama dengan merampas hak demokrasi masyarakat. Jika terjadi sistem pemilu tertutup, maka rakyat tidak bisa memilih secara langsung wakil-wakil rakyatnya. Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak seperti membeli kucing dalam karung.
Sebagai warga negara Indonesia yang notabene sebagai pemilih juga memiliki hak untuk dapat menilai dan memilih kiranya sistem mana yang terbaik diterapkan dalam pelaksanaan pemilu legislatif pada2024 nanti, apakah sistem terbuka ataukah tertutup. Untuk dapat menilai sistem manakah yang terbaik maka harus mengetahui apa perbedaan antara sistem proporsional terbuka dengan sistem proporsional tertutup.
Pemilu adalah salah satu indikator atau tolak ukur dari demokrasi. Keterbukaan dan kebebasan dalam pemilihan umum mencerminkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu sistem pemilu adalah sistem proporsional. Sistem proporsional adalah sistem di mana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil. Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi. Sistem proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang.
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja. Sistem proporsional tertutup adalah salah satu sistem perwakilan berimbang, di mana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat. Dalam sistem proporsional tertutup, kandidat dipersiapkan langsung oleh partai politik. Jika pemilih dapat memilih kandidat yang tersedia maka sistem ini dinamakan sistem proporsional terbuka. Dalam sistem proporsional tertutup, masing-masing partai politik telah menentukan terlebih dahulu siapa yang akan memperoleh kursi yang dialokasikan kepada partai tersebut dalam pemilu. Sehingga, calon yang menempati urutan teratas dalam daftar ini cenderung akan selalu mendapatkan kursi di parlemen. Sedangkan, calon yang diposisikan sangat rendah dalam daftar ini tidak akan mendapatkan kursi.
Menurut cara pelaksanaannya, pada pemilu proporsional terbuka, parpol mengajukan daftar calon yang tidak disusun berdasarkan nomor urut dan tanpa nomor di depan nama. Sedangkan pada pemilu proporsional tertutup, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh partai politik.
Menurut metode pemberian suara. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, pemilih memilih salah satu nama calon. Sedangkan pada pemilu sistem proporsional tertutup, pemilih memilih partai politik.
Menurut penetapan calon terpilih. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan pada pemilu sistem proporsional tertutup, penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut. Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.
Menurut derajat keterwakilan. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, memiliki derajat keterwakilan yang tinggi karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung, sehingga pemilih dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya. Sedangkan pada pemilu sistem proporsional tertutup, kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang akan duduk di legislatif. Pilihan partai politik belum tentu pilihan pemilih.
Menurut tingkat kesetaraan calon. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, memungkinkan hadirnya kader yang tumbuh dan besar dari bawah dan menang karena adanya dukungan massa. Sedangkan pada pemilu sistem proporsional tertutup, didominasi kader yang mengakar ke atas karena kedekatannya dengan elite parpol, bukan karena dukungan massa.
Menurut jumlah kursi dan daftar kandidat. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, partai memperoleh kursi yang sebanding dengan suara yang diperoleh. Sedangkan pada pemilu sistem proporsional tertutup, setiap partai menyajikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan atau dapil.
Berdasarkan perbedaan pemilu sistem proporsional tertutup dan terbuka sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka kelebihan pemilu sistem proporsional terbuka adalah mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan, Terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilih, dan Terbangunnya kedekatan antarpemilih. Sedangkan kelebihan pada pemilu sistem proporsional tertutup adalah memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya, dan Mampu meminimalisir praktik politik uang.
Sebaliknya kekurangan pada pemilu sistem proporsional terbuka adalah peluang terjadinya politik uang sangat tinggi, membutuhkan modal politik yang cukup besar, rumitnya penghitungan hasil suara, dan Sulitnya menegakkan kuota gender dan etnis. Sedangkan kekurangan pada pemilu sistem proporsional tertutup adalah pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa wakil dari partai mereka, tidak responsif terhadap perubahan yang cukup pesat, dan menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pascapemilu.
Akhirnya setelah mengetahui dan memahami perbedaan dan kelebihan serta kekurangan sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka, kiranya sebagai rakyat pemilih bisa menilai sistem mana yang paling baik untuk diterapkan pada pelaksanaan pemilu legislatif pada 2024 nanti. Sebagai rakyat biasa tentunya hanya bisa berdoa dan berharap agar MK dapat lebih mendengar, memperhatikan, mempertimbangkan pendapat dan keinginan seluruh rakyat Indonesia sehingga dapat membuat keputusan yang terbaik dan bijaksana demi terselenggaranya pemilu yang demokratis.