Oleh : NURMADINA MILLENIA
Bahwa jika sepuluh terakhir daripada Ramadhan berkah, adalah terlepasnya manusia dari api neraka. Sulit untuk dimengerti jika analisa dan pembicaraannya tidak diurut mulai awal. Jika membahas tentang “terlepas dari api neraka” hanya dari sisi kata terlepas dari api neraka. Tetapi jika diurut, mulai sepuluh pertama Ramadhan berkah adalah rahmat, sampai kedua puluh adalah ampunan Tuhan, kemudian sepuluh terakhir adalah terlepas dari api neraka.
Jadi untuk melaksanakan puasa di Ramadhan itu sebenarnya sulit, kalau tidak karena sudah biasa, dan kewajiban yang sudah pernah dilaksanakan di masa sebelumnya. Karena itu, jika telah melaksanakan sepuluh hari pertama, dapat dikatakan sebagai dalam rahmat Tuhan. Kemudian pada proses berikutnya, sampai habis satu bulan akhirnya. Namun juga apakah makna daripada “terlepas dari apai neraka” di dalam arti yang sesungguhnya. Bagi mereka generasi muda tentu saja itu hal yang perlu diketahui, apalagi jika kewajiban juga masih banyak lagi di depan dengan artinya perlu menikah dan punya pasangan, kemudian itu tentu saja sangat didasari oleh kebersamaan dahulu. Kemudian selanjutnya punya anak yang pertama, yang mana masalah dan perhatian sudah beralih kepada “anak pertama” yang disayang dan mengalihkan perhatian orang tuanya kepadanya. Maka persoalan bukan lagi makanan dan minuman, pakaian dan kebutuhan lainnya suami isteri, tapi juga pada anak pertama itu. Persoalan seperti ini ternyata dalam survei pernikahan, setela
hnya dimana punya anak pertama rawan perceraian.
Ternyata memang persaudaraan dan kebersamaan pada kehidupan mikro atau rumah tangga, daripada belajar kehidupan bermasyarakat di mulai dari mengatasi masalah-masalah seperti ini. Apalagi jika dikaitkan pada tutup Ramadhan itu diwajibkan untuk bayar zakat, pada apa yang dimakan untuk diberikan kepada orang lain yang memerlukannya. Maka kesempurnaan itu di mana “terlepasnya dari api neraka” itu harus ditutup dengan apa yang dinamakan zakat fitrah. Kehidupan rumah tangga pada persoalan masalah anak pertama dan Ramadhan juga tetap mengikuti mereka, sampai sebenarnya itu pada dasarnya merupakan sebuah “pembelajaran” yang perlu kajian. Sebelum itu, Indonesia ini “rebut-ribut” masalah pemimpin dan pemilu, sampai saling gugat menggugat di Pengadilan dan MK. Karena dari sana makna persaudaraan dan kebersamaan itu juga sering diucapkan dan selalu diingatkan. Apalagi jika “Pemilu itu jujur dan adil dan bebas rahasia”.
Bisakah di dalam keluarga itu membebaskan diri dari bencana api neraka secara sendiri-sendiri atau dalam tim keluarga. Karena jika mampu membebaskan diri dan keluarga dari api neraka, serta itu dilakukan oleh banyak keluarga di Indonesia, maka insya Allah di Indonesia terjadi keadilan dan kemakmuran. Untuk itu di dalam memilih pemimpin juga mudah dan pasti. Kita sekarang ini memang sedang melakukan ibadah puasa dengan segala maknanya. Nilai-nilai pada sepuluh pertama sampai tiga puluh hari semuanya di atur sangat jelas, malam lailatul qadar dan makna puasa yang benar dalam pandangan Al-Qur’an, selalu juga dibahas tiap tahunnya. Tanpa kecuali juga rakyat di Indonesia yang masih dalam proses Pemilu dan pemilihan Presiden. Namun jika tetap berpegang pada Al-Qur’an dan makna Ramadan itu sendiri, semestinya Indonesia lebih baik di masa yang akan datang. Berkah Al-Qur’an semestinya melebihi program-program yang kurang perlu, serta tidak berburuk sangka dengan kaum muslimin dengan membubarkan organisasinya.