BANJARMASIN – Perkara dugaan penipuan menyebabkan korban menderita kerugian puluhan miliar, terdakwanya yang berkedok pengadaan alat kesehatan (alkes) fiktif yakni Arianto hanya dituntut 10 bulan penjara.
Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam persidangan yang dilaksanakan, di Pengadilan Negeri Banjarmasin, pada Selasa (28/5/2024).
Sidang dipimpin Indra Meinantha Vidi selaku Ketua Majelis Hakim dan oleh JPU Ira SH yang diwakilkan atau dibacakan Syafiri SH, terdakwa Arianto yang merupakan Direktur PT Mediasi Delta Alfa (MDA) dituntut 10 bulan penjara.
“Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Arianto dengan pidana penjara selama 10 bulan dan menetapkan masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ujar JPU.
Terdakwa Arianto yang kembali hadir dalam persidangan secara virtual dari Lapas Kelas IIA Banjarmasin pun menyatakan akan mengajukkan nota pembelaan melalui penasihat hukumnya.
Oleh Majelis Hakim, sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada Jumat (31/5) dengan agenda pembelaan oleh penasihat hukum terdakwa.
Penasihat hukum korban, Bernard langsung bereaksi atas tuntutan yang dinilai terlalu ringan tersebut.
“Dimana keadilan yang berpihak bagi korban ?. Sangat jelas ini mencederai rasa keadilan.
Kemana lagi masyarakat mencari keadilan jika korban saja diperlakukan seperti ini,” ujarnya.
Bernard mengatakan cukup banyak kejanggalan yang terjadi selama persidangan, di antaranya terdakwa yang tidak pernah sekalipun hadir dalam ruang sidang tapi hanya secara online.
Kemudian juga adanya pengakuan terdakwa dalam persidangan bahwa dirinya sudah menghibahkan sebuah handphone kepada penyidik, sementara dalam handphone tersebut di antaranya ada bukti transaksi yang berkaitan dalam perkara.
Diketahui sebelumnya, perbuatan terdakwa Arianto tersebut menyebabkan korban mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp 23 Miliar.
Adapun modus penipuan diduga dilakukan oleh terdakwa dengan cara mengaku bahwa perusahaannya menang tender pengadaan alkes fiktif di sejumlah instansi.
Terdakwa pun diduga memalsukan sejumlah dokumen tidak tanggung-tanggung ada 5 instansi digarap oleh terdakwa guna meyakinkan korbannya hingga akhirnya mau menginvestasikan uang hingga puluhan miliar.
Kemudian terdakwa sempat hampir dua tahun menghilang bahkan diduga sempat bersembunyi ke luar negeri. Kemudian pada Januari 2024 berhasil ditangkap oleh jajaran Dit Reskrimum Polda Kalsel di Bali.
Karena kasus ini menjadi perhatian publik maka Komisi Yudisial RI Perwakilan Kalsel pada persidangan sebelumnya yang turut memantau persidangan. Atas perbuatan itu, terdakwa pun didakwa dengan Pasal 378 dan 372 KUHP tentang Penipuan dan Penggelapan. (KPO-2)