Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Seleksi CPNS Moderasi Beragama, Perlukah?

×

Seleksi CPNS Moderasi Beragama, Perlukah?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Saadah, S.Pd
Pendidik dan Pemerhati Sosial Kemasyarakatan

Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan menguji wawasan moderasi beragama pada tahapan seleksi rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024. (https://kalsel.antaranews.com, 23/12/2024)

Baca Koran

Tambrin menekankan penting moderasi beragama sebagai kompetensi dasar bagi calon ASN, agar nantinya mereka dapat berpegang teguh pada nilai moral dan esensi ajaran agama, serta memiliki sikap cinta tanah air.

“Dengan menjadi moderat diharapkan akan terwujud keharmonisan di Indonesia yang majemuk. melalui sikap saling menghargai perbedaan dan keragaman, toleransi serta anti kekerasan,” tutur Tambrin.

Selain itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan juga kembali menegaskan perannya sebagai penjaga akidah umat dan mitra pemerintah melalui Musyawarah Kerja Daerah (Mukerda) ke-III yang digelar di Hotel Zuri Express Banjarmasin, Sabtu (7/12/2024).

Moderasi beragama kunci menjaga persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman. (https://kapol.id, 9/12/2024). Tentu kita sepakat bahwa perdamaian, kerukunan, dan toleransi antarumat beragama harus terus dirawat dan dipertahankan. Namun, bukan dengan mengembangkan moderasi agama.

Sebagaimana diketahui, pemerintah menjadikan gagasan moderasi beragama sebagai program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024. RMB adalah salah satu gagasan yang dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan potensi konflik terkait isu agama di berbagai wilayah di Indonesia. Pendirian RMB di berbagai PTKI diklaim sebagai terobosan besar untuk mewujudkan kerukunan beragama.

Meski terus digaungkan pemerintah, moderasi beragama sendiri tidak boleh lepas dari kritik, utamanya dari umat Islam. Dalam pengarusan moderasi beragama, para penggagas konsep ini menganggap bahwa identitas agama menjadi dasar fundamentalisme yang menafikan nilai-nilai kebenaran dari kelompok lain. Untuk menunjukkan kesan urgensitas gagasan moderasi ini, mereka lantas mengatakan bahwa fundamentalisme dan sikap fanatik berlebihan terhadap agama (Islam) akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan memanfaatkan perang istilah, kata “fundamentalisme” disandingkan dengan kata “radikal” yang telah dimonsterisasi. Hal ini menyebabkan penganut agama yang memegang teguh ajaran agamanya menjadi tidak nyaman.

Baca Juga :  Ibadah Puasa Menghendaki Perubahan

Ide moderasi agama sejatinya juga membawa turunan ide lainnya, yakni pluralisme beragama. Kemunculan ide pluralisme terutama pluralisme agama didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan truth claim (klaim tentang kebenaran) yang dianggap sebagai pemicu munculnya ekstremisme, radikalisme agama, perang atas nama agama, serta penindasan yang mengatasnamakan agama.

Gagasan moderasi tegak di atas berbagai dalih, padahal masalah sebenarnya adalah hasrat para pembenci Islam untuk melunakkan militansi beragama umat Islam serta mengarahkan mereka untuk memoderatkan ajaran Islam yang sahih dengan ajaran agama lainnya.

Dengan memanfaatkan generasi muda dan cendekiawan muslim yang telah terpengaruh hati dan pikirannya, kaum kafir penjajah melancarkan serangan pemikirannya pada umat Islam.

Perang pemikiran yang terintegrasi dengan kebijakan negara ini seharusnya dikaji mendalam agar solusi untuk menghadirkan kerukunan antarumat beragama yang hakiki bukan dengan cara mengaburkan ajaran agama. Jika demikian adanya, alih-alih mendamaikan, negara justru berpotensi memantik kisruh kehidupan antarumat beragama.

Barat berkepentingan untuk memadamkan pemahaman generasi muslim mengenai Islam kafah termasuk dalam perkara pemerintahan. Geliat bangkitnya umat Islam yang saat ini menguat, jelas membuat Barat berupaya untuk membajak pemahaman umat melalui sejumlah kampanye global mulai dari War on Terorism hingga kampanye deradikalisasi.

Lebih lanjut, Barat mengaruskan perang pemikiran melalui proyek moderasi beragama yang bertujuan untuk mengadang kebangkitan Islam kafah melalui program-program moderasi seperti pendirian RMB. Melalui proyek ini, Barat melancarkan strategi pecah belah dengan membuat pemetaan kelompok Islam dan mengembangkan peta jalan bagi terbentuknya jaringan muslim moderat yang digagas oleh lembaga think tank Barat, RAND Corporation. Jaringan muslim moderat bekerja untuk mengampanyekan gagasan Islam moderat sebagai upaya mencegah bangkitnya Islam kafah yang mereka sebut dengan Islam fundamentalis maupun radikalis.

Baca Juga :  Menjaga Stabilitas Nasional

Tidak tanggung-tanggung, Barat mendanai sejumlah proyek dalam rangka mengaruskan proyek moderasi beragama. Sudah selayaknya umat Islam menyadari aktor utama di balik proyek moderasi ini. Kesadaran ini penting agar umat memiliki kesamaan dalam melihat musuh sejati bagi umat Islam. Dengan ini pula, umat dapat menghadirkan solusi Islam mengenai konsep toleransi sesuai standar syariat.

Konsep toleransi dalam Islam bersandar pada aturan syariat yang bersifat khas. Ini karena Islam adalah agama yang memiliki aturan tertentu dan menetapkan definisi tertentu mengenai perbuatan hamba sesuai dengan ketetapan Allah dan Rasul-Nya yang menjadi pedoman dalam berinteraksi di tengah masyarakat.

Makna ummatan wasathan sejatinya adalah umat pilihan dan adil (khiyaran ‘udulun), yakni umat yang adil dengan menegakkan ajaran Islam, bukan umat yang menegakkan kezaliman dengan menyelisihi ajaran Islam kafah. Allah Taala telah memberi tuntunan untuk hal itu sebagaimana dalam Surah Al-Kafirun. Ayat yang artinya, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” begitu tegas mengajarkan batas-batas toleransi.

Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan dan menghindari segala bentuk kezaliman. Syariat Islam juga melarang pembunuhan terhadap orang kafir kecuali mereka yang memusuhi Islam secara riil. Adapun bagi orang-orang kafir selain mereka, yaitu orang-orang kafir yang mendapat suaka atau telah mengadakan perjanjian dengan umat Islam seperti kafir zimi, kafir musta’man, dan kafir mu’ahid, dilarang keras untuk membunuh mereka. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang membunuh seorang kafir dzimmi tidak akan mencium bau surga. Padahal sungguh bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR An-Nasa’i).

Islam memberikan keleluasaan bagi umat lainnya untuk menjalankan ajaran agamanya, sebagaimana umat Islam menjalankan syariat. Dalam lingkup bermasyarakat dan bernegara pun Islam memberikan jaminan kebebasan bagi agama lain untuk menjalankan ibadah dan segala sesuatu yang mereka yakini menurut batas yang diatur oleh negara.

Iklan
Iklan