Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi
Jika nantinya menang dan resmi terpilih jadi Presiden Amerika Serikat 2020, Joe Biden berjanji kepada umat Muslim akan perlakukan agama Islam sebagaimana mestinya. Ia mengungkapkan pernyataan itu, melalui kanal YouTubenya. “Saya berjanji kepada Anda sebagai presiden, Islam akan diperlakukan sebagaimana mestinya, seperti keyakinan agama besar lainnya. Saya sungguh-sungguh bersungguh-sungguh,” katanya.
Joe Biden juga menegaskan, suara umat Muslim Amerika juga akan menjadi bagian dari pemerintahan jika ia sudah resmi menjabat jadi Presiden AS. “Suara Muslim Amerika akan menjadi bagian dari pemerintahan jika saya mendapatkan kehormatan menjadi presiden saya akan mengakhiri larangan (Travel ban) bagi muslim pada hari pertama,” tambah Biden dalam video tersebut (pikiran-rakyat.com, 7/11/2020).
Kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Joe Biden akan mencabut sejumlah kebijakan kontroversial Presiden Donald Trump terkait Palestina dan Timur Tengah. Pernyataan itu diungkapkan Kandidat Wakil Presiden AS dari Demokrat Kamala Harris. Berbagai janji itu diungkapkannya saat wawancara dengan Arab American News. Menanggapi pertanyaan tentang kebijakan luar negeri AS di Palestina dan Timur Tengah yang lebih luas, Ia menjelaskan, “Joe dan saya juga percaya pada nilai setiap Palestina dan setiap Israel serta kami akan bekerja untuk memastikan bahwa Palestina dan Israel menikmati tindakan yang sama untuk kebebasan, keamanan, kemakmuran dan demokrasi.” (sindonews.com, 6/11/2020).
Dunia Islam, termasuk negeri ini sungguh memiliki potensi kekayaan alam yang sangat melimpah dan sumber daya manusia yang banyak dan juga berkualitas. Akan tetapi, hari ini kondisi umat Islam justru berada dalam keterpurukan. Umat Islam seakan terpisah-pisah dan terbelit dengan berbagai masalah kemiskinan, tertindas dan terjajah. Hingga semua potensi tersebut seolah tak berarti apa-apa, bak buih di lautan.
Sejatinya, hal ini dapat membuka mata kita tentang hakikat demokrasi, sistem bobrok yang tidak layak menjadi gantungan harapan termasuk bagi perbaikan kondisi Muslim di berbagai belahan dunia. Sebab, sampai kapanpun demokrasi yang lahir dari Kapitalisme hanyalah memiliki tujuan untuk kepentingan para kapitalis atau pemilik modal saja. Penguasa yang sekadar menjadi boneka negara imperialis, menjual kekayaan alam negara dan menyengsarakan kehidupan rakyat.
Ketika ada kesempatan mengambil perhatian umat hanyalah sekadar karena adanya manfaat dan keuntungan untuk mereka. Inilah watak asli sistem kapitalisme dengan misi rahasianya yang kotor para penguasa yang jadi perpanjangan tangan pengusaha korporasi. Suara umat Islam hanya dipakai untuk memperoleh dukungan, setelah itu nasib umat akan kembali ditinggalkan dan terus terzalimi. Dengan kewenangan yang dimilikinya, mereka membuat ketentuan atau aturan sesuai kepentingannya. Bukan kepentingan sejati umat.
Inilah fakta demokrasi dalam sistem Kapitalisme. Rakyat tak berdaulat secara hakiki. Yang berdaulat adalah oligarki, elit penguasa dan pengusaha (kapitalis). Hal ini terjadi di negara kampiun demokrasi sendiri seperti Amerika Serikat. Satu persen penduduk, menguasai 99 persen lainnya.
Kampanye Biden terkait sikap terhadap Islam dan muslim tidak bisa menjadi sandaran perubahan kebijakan. Karena dalam demokrasi, kampanye hanya alat mengumpulkan suara. Kampanye bukan janji yang bisa dimintai pertanggung jawaban. Dengan presiden baru kebijakan AS terhadap Islam, dimungkinkan berubah gaya (style) dan pendekatan. Namun watak kolonialis akan tetap menjadi wajah permanen kebijakan mereka.
Bila rezim dengan sistem kapitalis-liberalnya saat ini sudah tidak bisa diharapkan, memang tidak cukup sekadar ganti rezim saja, tapi harus juga ganti sistem. Namun, kepada sistem apa? Sistem sosialis sudah terbukti kebobrokannya dan sudah lama tumbang. Sedangkan sistem kapitalis makin tampak kerusakannya. Tidak bisa mengandalkan pada sistem tersebut untuk menyelamatkan dan membebaskan negeri-negeri Islam dari cengkraman kapitalis global. Maka, tidak ada pilihan lagi kecuali hanya kepada sistem Islam.
Perlu kita sadari bahwa membiarkan kehidupan berjalan tanpa aturan dari Pencipta akan selalu mengantarkan pada kekacauan dan kegoncangan. Padahal, Allah SWT telah mengatur perbuatan-perbuatan manusia, sebagaimana Allah juga telah mengatur pemenuhan terhadap naluri dan kebutuhan jasmani manusia dengan hukum.
Allah SWT berfirman : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak (pula) perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. al-Ahzab : 36).
Hukum syara’ mengandung perintah dan larangan-larangan-Nya, dan Allah SWT meminta manusia untuk berbuat sesuai dengan yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa saja yang dilarang-Nya. Agar kehidupan ini berjalan sesuai dengan hukum-hukum syariat yang telah diberikan memberikan keselamatan bagi umat manusia serta rahmat bagi sekalian alam. Tidak ada jalan keluar bagi kaum Muslim kecuali dengan kembalinya Khilafah Rasyidah kedua yang mengikuti manhaj kenabian yang telah dijanjikan Rasulullah Saw sebagai kabar gembira akan kembalinya junnah (perisai) atau wiqayah (pelindung).
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Imam/Khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya”. (HR Muslim).
Selama manusia tak berpegang teguh kepada hukum-hukum Allah SWT, warisan Rasulullah SAW tersebut, dapat dipastikan aturan akan mudah berganti. Sementara, Allah SWT telah memberikan kita garis besar jalan dan pandangan kehidupan yang hakiki. Oleh karena itu, kini menjadi tanggungjawab umat untuk memperbaiki keadaan saat ini. Di antaranya dengan melakukan perjuangan bersama merealisasi penerapan syariah secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan.