Iklan
Iklan
Iklan
OPINI PUBLIK

Pembiasaan dan Pendidikan Islam Membangun Pondasi Keimanan

×

Pembiasaan dan Pendidikan Islam Membangun Pondasi Keimanan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.

Sebuah SMA Negeri di daerah Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta sempat mendapat sorotan usai seorang siswi melapor bahwa dirinya dipaksa memakai jilbab. Tak tanggung-tanggung, sosok siswi tersebut melapor dirinya mengalami depresi diduga adanya pemaksaan tersebut. Ia mengaku dipaksa memakai hijab sebagai salah satu bagian wajib ketika masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) oleh guru bimbingan dan konseling (suara.com).

Kasus tersebut mengandung atensi dari berbagai pihak, seperti Ombudsman setempat hingga Disdikpora turun tangan mengusut tuntas kasus tersebut. Laporan terkait dugaan pemaksaan hijab di sekolah telah sampai ke Ombudsman RI perwakilan DIY. Kepala ORI DIY akan menelusuri dugaan perundungan dalam peristiwa tersebut. Dia menilai pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah negeri yang bukan berbasis agama bisa masuk kategori perundungan (kumparan.com).

Peradaban yang menaungi kaum Muslim saat ini adalah peradaban kapitalisme liberalisme. Peradaban hasil karya manusia, yang menolak keberadaan tuhan dalam mengatur urusan kehidupan manusia. Peradaban sekuler yang meletakkan agama hanya pada urusan privat. Tidak ingin adanya campur tangan agama dalam mengelola dunia ini.

Harus dipahami bahwa ini adalah risiko nyata pemberlakuan sistem sekuler liberal. Generasi muslim merasa dipaksa dan terancam haknya saat sekolah melatih menggunakan busana Muslimah. Padahal, bukankah fungsi pendidikan adalah melatih melakukan kebaikan dan bagi Muslim Muslimah kebaikan adalah ketaatan pada syariat.

Ketentuan untuk menutup aurat di kehidupan umum termasuk di sekolah harusnya menjadi sarana efektif untuk mengarahkan teman Muslimah agar terikat dengan hukum syariat di mana pun ia berada. Juga untuk mewujudkan generasi yang baik bagi masyarakat secara umum. Namun lagi-lagi atas nama toleransi dan hak asasi manusia (HAM) uapaya penyelamatan generasi ini terbentur dengan cara pandang liberal. Cara pandang liberal menjamin setiap manusia diberi kebebasan bertingkah laku, tanpa memandang apakah tingkah lakunya tersebut sesuai ketentuan syariat ataukah tidak.

Baca Juga:  Penculikan Anak; Antara Hoaks dan Ketidakpercayaan Terhadap Jaminan Keamanan

Mirisnya sebagai konsekuensi penerapan ideologi kapitalisme sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini berbasis sekuler liberal. Alhasil pemikiran sekuler liberal inilah yang digunakan untuk menghakimi dan mengadili sesuatu. Padahal, pemikiran liberal ini hanya menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Bahkan, paham sekuler liberal ini seringkali mengobok-obok isi Al-Quran dan As-Sunnah hingga memperselisihkan isinya.

Tak ayal jika sistem pendidikannya gagal membentuk generasi berkepribadian Islam. Sebaliknya, membentuk mereka ragu dengan ajaran Islam dan bangga dengan perilaku liberalnya. Karena itu, selama sistem kapitalisme diterapkan, syariat Islam akan terus dipojokkan hingga dijadikan momok. Pemikiran umat menjadi jauh dari Islam. Yang ada menunjukkan justru teracuni pemikiran liberalisme Barat. Padahal, jika umat Islam dan generasinya terpengaruh oleh liberalisme maka agama akan rusak dan moral akan hancur.

Bagi kaum sekularis, gerakan moderasi beragama menjadi penting sebagai salah satu bentuk perlawanan terhadap ajaran Islam yang kaffah. Sebab, mereka melihat banyak agenda mereka terhambat semisal pengakuan eksistensi kaum L68T, sosialisasi dan legitimasi pemikiran-pemikiran feminisme, serta membumikan paham liberalisme. Selain itu, adanya strategi 3F, yaitu, food (makanan), fashion (busana) dan film (film), ketiga hal inilah yang digunakan untuk menyelipkan westernisasi, sekularisasi dan liberalisasi kepada generasi muslim.

Kultur kebebasan itu memang lahir dari peradaban kapitalisme. Bidang sosial dan budaya pun kini cenderung berkiblat ke Barat, seperti dalam hal pergaulan dan berpakaian. Demikianlah jika sistem kehidupan dibangun di atas pondasi yang berasal dari buah pikir manusia sebagaimana sistem kapitalis yang hakikatnya rapuh dan lemah. Cenderung tidak ada spiritualitas di dalamnya, kalau pun ada hanya sekadar kosmetika untuk kepentingan materialistik. Karena landasan kapitalisme liberal jelas lemah dan jauh dari fitrah manusia.

Baca Juga:  Mampukan Kalsel Menjadi Juara Umum MTQ Tingkat Nasional?(Mengulang Setengah Abad MTQ di Banjarmasin)

Di sinilah masyarakat harus menyadari pentingnya penerapan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Pembentukan kesadaran individu terhadap syariat Islam membutuhkan peran pendidikan Islam, masyarakat bertakwa, hingga aturan negara yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Semua akan terwujud dengan hadirnya perisai hakiki umat yaitu Khilafah Islamiyah. Khilafah memiliki kewajiban membentuk kepribadian Islam masyarakat termasuk generasi. Karena itulah, Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam.

Islam merupakan agama dan pedoman hidup yang sempurna mengatur segala aktivitas manusia termasuk, akhlak, makanan, pakaian, pendidikan, ekonomi, sosial budaya bahkan politik. Berpakaian Muslimah adalah salah satu wujud dari nafsiyah Islam sebagai bentuk keterikatan terhadap syariat Islam. Sebab, Islam telah mewajibkan Muslimah untuk memakai kerudung dan jilbab di kehidupan umum. Karena itu, dalam Khilafah para Muslimah diwajibkan memakai kerudung dan jilbab baik di lingkungan sekolah maupun di tempat-tempat umum lainnya. Untuk sampai terbentuknya kepribadian Islam sebagaimana tujuan pendidikan Islam tentu saja memerlukan proses membangun keimanan dan membiasakan dalam keseharian.

Di sinilah pentingnya aturan untuk membangun pembiasaan dan pendidikan Islam untuk membangun pondasi keimanan secara terus-menerus, hingga terbentuk dorongan keimanan dalam menjalankan syariat Islam, bukan karena paksaan. Semua ini hanya bisa terwujud di bawah penerapan sistem pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan Islam dibangun berlandaskan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya waktu pelajaran untuk memahami tsaqafah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang besar. Tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya. Ditambah lagi keberadaan masyarakat bertakwa dan senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar menjadikan proses pembentukan kepribadian Islam pada generasi menjadi lebih mudah dan alami.

Baca Juga:  Penanganan Covid Jalan di Tempat, Sekolah Dibuka dengan Resiko Besar

Karena itu, bicara hijrah saat ini masih sangat relevan. Lihatlah di tengah kondisi masyarakat yang sulit, pergaulan remaja kian rusak. Kehidupan hedonis telah menghinggapi generasi. Ditambah lagi kemerosotan moral generasi muda yang kian mengkhawatirkan, sudah seharusnya ada upaya perbaikan yang kita lakukan.

Biodata Penulis:
Nor Aniyah, S.Pd, berdomisili di Kandangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan. Saat ini menjadi pembina Komunitas Generasi Sm4RT n Sy4R’i (GSS) dan aktif dalam Komunitas “Nulis Produktif.” Penulis bisa dikontak lewat email: [email protected]

Iklan
Iklan