Oleh : Adzkia Mufidah, S.Pd
Pemerhati Anak
Belakangan ini, isu kasus penculikan anak semakin masif di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan dinyatakan darurat. Anak yang diculik dipaksa ngemis, menjadi korban hasrat seksual, hingga organ tubuhnya dijual. Sejumlah pemerintah daerah (pemda) seperti di Semarang, Blora, hingga Mojokerto pun sampai mengeluarkan surat soal isu pencegahan penculikan anak beberapa waktu terakhir. (tirto.id, 4/02/2023)
Benarkah itu Hoaks?
Alih-alih menangani, polisi di sejumlah daerah justru menyatakan kasus penculikan anak itu hoaks. Benarkah?
Nyatanya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menghimpun sejumlah kejadian penculikan anak yang terjadi di beberapa tempat baru-baru ini. Diantaranya kasus yang ditangani Polda Kepulauan Riau pada awal Januari lalu, bocah 11 tahun diculik dan dibunuh oleh dua remaja di Makassar. Motif mereka menculik anak-anak karena tergiur besaran uang jual-beli ginjal. Rencana pembunuhan dan penjualan organ itu setelah terhubung dengan jasa online pembelian organ.
Selain itu, ada juga peristiwa penculikan bayi di tempat persalinan yang pernah disampaikan media. Sebelumnya akhir 2022, juga ada kasus seorang pelaku yang berprofesi sebagai pemulung bernama Iwan Sumarno menculik korban bernama M di Kawasan Gunung Sahari. Hasil visum menunjukkan M menderita luka fisik akibat ditendang dan disentil oleh pelaku. Belakangan diketahui, motif Iwan membawa M karena memiliki hasrat seksual terhadap anak-anak. “KPAI juga pernah bersama unit patroli cyber crime, pernah dilaporkan seorang ibu yang merasa anaknya diculik temannya di Kalimantan, dan kemudian setelah beberapa minggu ditemukan dijual temannya di Jakarta.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) pada 2022, angka kasus penculikan anak mencapai 28 kejadian sepanjang tahun tersebut. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 15 kejadian. (Tempo.co, 31/01/2023)
Di samping itu, BBC News Indonesia menemukan penawaran dan permintaan ginjal dengan imbalan uang masih beredar di media sosial. Seorang ahli kesehatan masyarakat menyebut, tawar menawar ginjal di media sosial bisa berpotensi menjadi pintu masuk sindikat perdagangan orang. Nah lho?
Memang, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan telah memblokir sebanyak tujuh laman jual-beli organ tubuh, demi menindaklanjuti permintaan Polri. (bbc.com, 13012023). Namun keberadaan situs-situs yang menjual-belikan organ tersebut tak urung telah membuat para orang tua khawatir.
Ragam Penyebab
Ada banyak faktor menjadi penyebab maraknya penculikan anak. Lemahnya ketakwaan individu dan faktor ekonomi/kemiskinan menjadi pemicu terkuat. Kemiskinan dan keinginan untuk mendapatkan uang banyak secara instan membuat orang mudah gelap mata. Tidak lagi perduli halal-haram.
Seperti kasus yang menimpa seorang bocah 11 tahun di Makassar, Sulawesi Selatan. Dia diculik dan dibunuh dua remaja, karena tergiur uang Rp1,2 miliar dari tawaran jual-beli ginjal di media sosial.
Di samping itu, Sekretaris Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Putri Aisyiyah Rachma Dewi mengatakan ada banyak faktor mengapa anak sering menjadi korban penculikan.
Dia mengatakan, anak merupakan kelompok yang rentan karena mereka belum mampu melindungi diri sendiri dan menggunakan hak-haknya secara mandiri. Selain itu, lemahnya pengawasan orang tua dan orang dewasa menjadi salah satu penyebab anak mudah menjadi korban penculikan. Sekarang ini, banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan urusannya sehingga kurang memperhatikan lingkungan bermain anak.
Selain orang tua, Putri mengatakan peran masyarakat sekitar juga penting agar anak tidak mudah ‘dirangkul’ pihak yang tak bertanggung jawab. Dia menilai pengawasan masyarakat belakangan ini semakin melemah seiring kentalnya sikap individualis.
Jaminan Keamanan
Maraknya peristiwa ini telah memunculkan keresahan di masyarakat. Sehingga banyak orang tua was-was ketika anaknya di luar rumah bahkan saat di sekolah. Apakah ini menjadi indikasi ketidakpercayaan masyarakat akan jaminan keamanan dari pemerintah? Ataukah ini bukti gagalnya negara melindungi dan mewujudkan keamanan bagi rakyat?
Peneliti Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro mengatakan, sering terjadinya kasus penculikan anak menjadi bukti gagalnya pemerintah melindungi rakyatnya sekaligus potret lemahnya sendi kehidupan masyarakat.
“Tugas utama negara atau pemerintah adalah memberikan rasa aman bagi rakyatnya. Itu hakekat dasar bagi siapa saja yang hidup dalam tatanan bernegara,” ujar Riko kepada Tangerang Ekspres, Jumat (27/1/2023).
Maraknya kasus penculikan menimbulkan rasa terancam dan ketakutan pada diri warga negara. Meskipun pelakunya ada yang sudah tertangkap, tidak berarti selesai.
“Memang melaksanakan pengamanan bukan semata tugas pemerintah. Hanya saja pemerintah punya infrastruktur politik, hukum dan keamanan yang lengkap untuk menjalankan tugas tersebut. Padahal, lanjut Riko, aparatur penegak hukum maupun instansi terkait sudah diberikan infrastruktur keamanan dan politik untuk melindungi warganya, tetapi tidak mampu melaksanakan.
Begitulah hidup dalam negara yang menerapkan system sekuler kapitalis. System ini telah melahirkan berbagai tindak kriminal. Ini karena kebebasan tingkah laku dijamin oleh negara atas nama HAM. Orang merasa bebas berbuat untuk kepentingan mereka sendiri, tidak peduli merugikan orang lain atau tidak.
Sedangkan negara, alih-alih menyelesaikan masalah, malah memicu terjadinya tindak kejahatan. Kemiskinan meraja lela, akibat kebijakan liberalisasi kepemilikan umum dan kepemilikan negara
Keamanan pun seperti barang langka, karena system sanksi yang diterapkan tidak sesuai syariat sehingga tidak memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Bahkan hukum di negeri ini tampak mudah diperjualbelikan. Asal ada uang, hukuman bisa ringan, bahkan pelaku bisa dibebaskan. Walhasil, tindakan kuratif untuk menyelesaikan persoalan penculikan tidak berjalan efektif. Begitu pula tiadanya tindakan preventif, masyarakat begitu mudah mengakses media sosial yang mengajarkan kejahatan dan pornografi, memicu maraknya penculikan dan pelecehan seksual.
Jaminan Sistem Islam
Islam menjadikan keamanan sebagai kebutuhan komunal yang wajib dijamin oleh negara. Karenanya, negara harus berada di garis terdepan untuk melindungi rakyatnya, terlebih pada generasi sebab mereka adalah mutiara umat yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan. Negara akan melindungi mereka dari segala macam mara bahaya. Mereka akan dididik dengan pemahaman akidah Islam, baik di sekolah maupun rumah. Mereka pun akan dijauhkan dari pemahaman kufur, seperti sekulerisme, pluralisme, liberalisme, dan lain-lain.
Selain itu negara juga akan menerapkan system ekonomi Islam yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok individu perindividu rakyat. Sandang, pangan, dan papan, serta kesehatan, keamanan, dan pendidikan, semua akan dijamin oleh negara. Dengannya akan meminimalisir tindak kejahatan yang berdalih terdesak kebutuhan perut/kemiskinan.
Penjaminan terhadap keamanan rakyat membutuhkan penerapan system sanksi Islam. Dengan sistem sanksi tersebut akan mampu memberikan efek jera, sekaligus akan mampu mencegah tindak kejahatan serupa. Termasuk pada pelaku penculikan.
Karenanya, saat kembali kepada sistem Islam. Sebuah sistem pemerintahan yang akan menerapkan syariah secara kaffah, juga yang akan bersungguh-sungguh dalam mewujudkan keamanan dan kesejahteraan rakyatnya. Wallahu’alam.











