Oleh : Ummu Wildan
Pemerhati Generasi
Pembuangan bayi semakin marak terjadi di Kalimantan Selatan. Dalam waktu dua bulan saja terjadi sedikitnya empat kali pembuangan bayi. Jumat, 10 Maret 2023 warga Purna Sakti Kelurahan Telaga Biru, Banjarmasin, geger oleh penemuan bayi di samping gerai ponsel. Rabu, 29 Maret 2023 warga dikejutkan dengan penemuan bayi di Jalan Ratu Zaleha, Gang Fajar Sidik RT 21, Kelurahan Karang Mekar Kecamatan Banjarmasin Timur. Berikutnya terjadi di Desa Rejo Winangun, Kecamatan Karang Bintang, Tanah Bumbu, pada Jumat, 14 April 2023. Warga Jalan Guntung Manggis RT 018/RW 003, Kelurahan Guntung Manggis, Kecamatan Landasan Ulin pun dikejutkan dengan penemuan bayi pada Rabu (12/04) dini hari.
Perbuatan tidak manusiawi ini tentu saja melukai hati nurani siapapun yang masih punya hati, tak terkecuali pemerintah. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Banjarbaru, Said Abdullah mengatakan bahwa kasus pembuangan bayi ini patut jadi perhatian bersama dikarenakan sudah kesekian kalinya terjadi di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan. Begitupun Pemkot Banjarmasin. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Banjarmasin, Madyan menyatakan pihaknya secara periodik melakukan edukasi kepada calon pengantin serta sekolah-sekolah. Namun sangat disayangkan kasus seperti ini tidak kunjung berakhir.
Kasus seperti ini biasanya berakhir dengan bayi meninggal, bayi diadopsi maupun dikembalikan kepada orangtuanya. Di sisi lain pelaku hanya dipenjara beberapa lama. Pasal 305 KUHP berbunyi, “Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima (5) tahun enam bulan”. Dan pada Pasal 306 ayat (1), Jika dari perbutan tersebut mengakibatkan bayi luka berat, maka sanksinya berupa pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan, dan pada Pasal 306 ayat (2), jika mengakibatkan bayi mati, maka pelaku pembuangan bayi dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun. dan Pada Pasal 307 pidana ditambah sepertiga jika pembuangan bayi tersebut dilakuan oleh orang tuanya sendiri.
Hukuman yang tidak seberapa ini menjadikan tiadanya ada keadilan yang layak bagi kriminalitas ini. Jangankan menjadi sarana pengampunan dosa bagi pelaku, memberikan efek jera bagi pelaku maupun orang-orang yang menyaksikan pun tidak.
Adapun terkait edukasi belum menyentuh akar persoalan. Begitupun target yang dituju belum menyentuh semua lini.
Terkait edukasi yang diberikan, Kepala DP3A Banjarmasin menyebut bahwa edukasi yang diberikan terkait bagaimana mewujudkan rumah tangga yang baik, mengatasi permasalahan mental dan kesehatan dalam keluarga. Edukasi yang diberikan hanya dalam hitungan hari. Adapun terkait edukasi ke sekolah DP3A tidak pula secara khusus mengatasi hal ini secara rutin dan berkesinambungan. Ada banyak PR lain pula yang harus dikerjakan seperti kekerasan terhadap anak dan pemerataan pendidikan.
Pendidikan pun tidak ada penyiapan generasi penerus untuk menjadi orang tua. Para pembuang bayi, baik karena hubungan gelap maupun ekonomi adalah orang-orang yang tidak siap menjalani peran sebagai orang tua. Ketidaksiapan mereka diantaranya adalah akibat ketiadaan pendidikan di fase manapun dari kehidupan mereka sebelumnya.
Pendidikan keorangtuaan atau parenting tidak memiliki tempat khusus dalam sistem pendidikan saat ini. Padahal mayoritas orang akan menjalani fase hidup sebagai orang tua. Peran penting orang tua dalam ketahanan keluarga pun menjadi benteng penting bagi peradaban.
Namun parenting tidak menghasilkan materi secara kasat mata. Pandangan hidup materialistis menjadikannya tersisih dari sistem pendidikan.
Berbeda halnya dengan Islam, parenting mendapatkan porsi yang tidak sedikit. Allah SWT sebagai pembuat aturan telah menurunkan beragam petunjuk baik terkait konten maupun proses. Pemahaman yang benar akan menuntun kesiapan orang tua untuk menjalani peran dengan baik.
Berikut adalah beberapa contoh terkait konten maupun proses parenting dalam Islam.
Dalam Al Qur’an disebutkan tentang dialog antara Luqman dan anaknya. Kontennya adalah terkait aqidah, cara penyampaiannya dengan lemah lembut yang dicontohkan dengan memanggil ‘ya bunayya’, panggilan termanis untuk anak secara bahasa Arab. Begitupun dialog antara Ibrahim dan ayahnya terkait aqidah. Di sana kita temukan peran penting ayah serta diskusi dalam menanamkan pemikiran.
Hadits perintah mengajarkan anak untuk shalat pun tak hanya terkait konten bahwa usia tujuh tahun adalah batasan usia. Ia juga mengindikasikan bahwa mendidik anak ada tahapan-tahapan yang harus diperhatikan juga keterlibatan orang tua dalam urusan agama anaknya.
Ayat yang berisi larangan membunuh anak karena takut miskin berisi jaminan dari Sang Pemberi rizeki bahwa setiap anak membawa bekal rezekinya masing-masing. Ia juga menyemangati para orang tua untuk optimis memandang masa depan.
Ada banyak petunjuk yang telah diberikan agar kehidupan berjalan dengan baik. Generasi terdahulu telah membuktikan penerapan Islam secara kaffah akan menghasilkan generasi cemerlang semisal Umar bin Abdul Aziz yang anak dari seorang mantan budak. Begitupun Imam Syafi’i yang hanyalah seorang anak yatim.
Masalah pembuangan bayi ini akan terselesaikan ketika umat untuk kembali kepada sistem kehidupan yang telah diturunkan oleh Sang Pencipta Kehidupan. Tidakkah kita merindukan ketika janji Allah SWT bahwa Islam rahmat bagi semesta itu terwujud secara nyata?