Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

HAP Gula dan HET Minyak Naik, untuk Siapa?

×

HAP Gula dan HET Minyak Naik, untuk Siapa?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi

Badan Pangan Nasional (Bapanas) memperpanjang lagi relaksasi harga acuan pemerintah (HAP) gula konsumsi yang naik dari Rp15.500 per kilogram (kg) menjadi Rp17.500 per kg. Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas menyampaikan pertimbangan utama relaksasi HAP gula konsumsi adalah tingginya harga gula konsumsi sekitar Rp18.000 per kg di pasar (tirto.id). Ia menuliskan kenaikan harga gula tersebut belum tentu dinikmati petani tebu selama musim giling hingga Mei-September 2024. Maka dari itu, peningkatan HAP menjadi Rp17.500 dinilai perlu agar gula konsumsi petani lokal dapat diserap (katadata.co.id).

Baca Koran

Relaksasi harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng rakyat atau MinyaKita rencananya juga dinaikkan menjadi Rp15.700 per liter, sebelumnya Rp14.000 per liter. Menteri Perdagangan menyampaikan alasan relaksasi HET MinyaKita menjadi Rp15.700 karena HET Rp14.000 dinilai sudah tidak sesuai dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan (antaranews.com).

HET maupun HAP adalah batas atas harga yang diperbolehkan untuk barang-barang yang dijual secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen akhir. Minyak dan gula, bagian dari sembako yang banyak digunakan masyarakat memenuhi kebutuhan pokoknya. Sayangnya kebijakan pemerintah terkait harga bahan pangan justru menjadikan masyarakat sulit mengakses bahan pokok tersebut.

Di tengah kesulitan ekonomi seperti maraknya PHK, daya beli masyarakat rendah, dan lain sebagainya membuat hidup rakyat makin sengsara. Padahal penguasa seharusnya bertindak sebagai pengurus umat yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negaranya. Seharusnya negara membuat mekanisme khusus yang memudahkan masyarakat mengakses kebutuhan pokok tersebut. Namun, tampaknya hal ini mustahil terjadi dalam negara yang menerapkan sistem Kapitalisme demokrasi.

Sistem ekonomi kapitalisme telah melegalkan liberalisasi segala lini kehidupan masyarakat termasuk sektor pertanian dan perdagangan. Sejak menandatangani perjanjian GATT, liberalisasi pertanian di negeri ini semakin kuat. Konsep liberalisasi menjadikan negara harus menyerahkan urusan pangan kepada korporasi swasta. Mulai dari sektor hulu hingga hilir. Hal ini menjadikan pemerintah semakin berlepas tangan dan lemah dalam mengawasi produksi hingga distribusi pangan.

Baca Juga :  Jangan MerendahkanPekerjaan yang Halal

Kebijakan pertanian pangan pun makin menjauh dari keberpihakan pada rakyat dan petani lokal. Negara malah makin melayani kepentingan korporasi dan asing. Alhasil, ketahanan dan kedaulatan pangan makin tergantung impor dan korporasi swasta. Liberalisasi pertanian juga mendorong pemerintah terus mengurangi subsidi pertanian. Hal ini mengakibatkan petani terus menurunkan jumlah produksinya bahkan sedikit demi sedikit bangkrut. Sementara yang masih bertahan tidak mampu menaikan level produksinya.

Penetapan HET dan HAP yang terus direlaksasi pemerintah merupakan buah liberalisasi pertanian. Penetapan HET dan HAP seolah tiada artinya. Penetapan kebijakan HET ataupun HAP adalah mekanisme tambal sulam Kapitalisme, hanya untuk mengamankan konsumen sebagai pangsa pasar dari para korporasi kapitalis bukan untuk sebenar-benarnya melindungi rakyat. Sebenarnya siapa yang dibela dengan menaikkan HET MinyaKita dan relaksasi harga gula?

Kondisi ekonomi menurun menyebabkan kesulitan bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan. Namun dalam sistem kapitalisme, negara meniscayakan berlepas tangan dalam mengurusi rakyatnya. Negara hanya membuat regulasi, kemudian menyerahkan mekanismenya kepada rakyat.

Islam memiliki paradigma berbeda mengatur pangan dan pertanian sehingga mampu mewujudkan pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat termasuk jaminan stabilitas harga. Jaminan ini dilandasi politik ekonomi IsIam yang bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat. Pelaksanaannya wajib berada di pundak negara, tidak diserahkan kepada swasta apalagi asing. Rasulullah SAW bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Negara wajib bertanggung jawab penuh terhadap pengaturan urusan pangan rakyatnya, bukan sekedar berfungsi sebagai regulator bagi kelancaran bisnis pangan. Negara hadir dengan sejumlah konsep shahih yang memungkinkan tiap individu masyarakat mengakses kebutuhannya secara mudah dan harga terjangkau. Terwujudnya kedaulatan pangan menjadi hal mutlak melalui beberapa langkah yang didasarkan syariat Islam.

Baca Juga :  Empat Pilar Literasi Digital

Terkait produksi, peningkatannya dilakukan dengan menerapkan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan penggunaan sarana produksi pertanian terbaik. Para petani difasilitasi mengakses bibit terbaik, peralatan canggih, dan teknik pertanian terbaru. Negara juga membangun infrastruktur pertanian, jalan, hingga komunikasi sehingga arus distribusi menjadi lancar.

Pada aspek ekstensifikasi berupa peningkatan luasan lahan pertanian, negara akan menerapkan hukum pertanahan berlandaskan syariat Islam. Seperti tidak boleh membiarkan tanah tidak dikelola lebih dari tiga tahun. Negara dapat memberikan tanah negara sebagai pemberian (iqtha’) kepada siapa saja yang mampu mengelola.

Aspek stabilisasi harga tidak dengan cara penetapan harga. Melainkan menjamin kestabilan harga dengan cara-cara Islami yang tidak merusak mekanisme alami supply and demand. Pertama, menghilangkan distorsi mekanisme pasar seperti penimbunan, kartel, dan sebagainya. Kedua, menjaga keseimbangan supply and demand. Pasar disuplai dengan cadangan pangan milik negara atau mendatangkan dari daerah lain, bahkan mengimpor dari luar negeri.

Kebijakan ini sepenuhnya berasal dari kewenangan negara memperhatikan kemaslahatan rakyat dan petani. Negara juga wajib mewujudkan kemandirian negara dan berlepas dari semua ikatan dan perjanjian internasional yang merugikan masyarakat. Penerapan seluruh prinsip shahih ini akan mampu memudahkan rakyat mengakses kebutuhan pokoknya termasuk pangan.

Apa solusi terwujudkan kehidupan ekonomi sejahtera, stabil dan adil, bila bukan Islam? Apa solusi kehidupan yang aman, damai dan tenteram bila bukan Islam sebagaimana pernah terwujud berabad-abad lamanya? Kehidupan sekuler kapitalistik telah gagal membawa dunia kepada kedamaian dan keadilan seperti hari ini terjadi.

Islam memiliki akidah siyasah dan akidah ruhiyah. Islam melahirkan pemikiran dan hukum-hukum terkait dengan persoalan akhirat. Juga pemikiran dan hukum-hukum terkait dengan dunia. Islam menjamin kebutuhan pokok dan menjaga distribusi sehingga rakyat mudah mengaksesnya. Negara IsIam yang bervisi ra’ain menjadikan negara bertanggungjawab atas rakyat dan memudahkan hidup rakyat.

Iklan