Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Musim Hujan Panen Musibah, Yuk Kembali pada Aturan Allah

×

Musim Hujan Panen Musibah, Yuk Kembali pada Aturan Allah

Sebarkan artikel ini

Oleh : Noor Dewi Mudzalifah
Aktivis Dakwah

Saat ini Indonesia berada di musim hujan, berbagai musibah pun kembali berdatangan. Tak terkecuali di wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) yang telah menetapkan status siaga bencana hidrometeorologi berupa banjir, angin kencang, dan tanah longsor. Data Dinas Sosial Kalsel mencatat sepanjang 2024 telah terjadi 138 kali bencana alam terdiri dari banjir 45 kali kejadian, tanah longsor 20 kali, angin kencang 64 kali, dan gempa bumi 10 kali. Jumlah korban terdampak bencana yang didominasi korban banjir mencapai 32.084 keluarga atau 101.408 jiwa, satu orang meninggal dunia dan 55 orang mengalami luka. Nilai kerugian akibat bencana alam tersebut mencapai Rp202 miliar (Media Indonesia 09/01/25).

Baca Koran

Untuk menghadapi bencana ini, pemerintah Kalsel pun berupaya untuk memperkuat keberadaan lumbung sosial. Sebanyak 47 lumbung sosial telah dibangun di tiap kecamatan pada kabupaten/kota rawan bencana di antaranya Banjar dan Hulu Sungai Utara. Lumbung sosial berisikan logistik bantuan tanggap bencana berupa makanan, lauk pauk, selimut, water treatment (alat pengolah air siap minum), dan lainnya. Selain memperkuat lumbung sosial, Dinsos Kalsel juga meningkatkan SDM taruna siaga bencana (Tagana) guna membantu penanganan bencana di lapangan (Media Indonesia 09/01/25).

Musibah Tahunan

Jika dicermati, musibah seperti ini bukan terjadi sekali dua kali, tapi hampir setiap musim hujan terjadi hingga ada sebutan “daerah langganan banjir, longsor” dan sebagainya. Tingginya curah hujan memang bisa menjadi faktor resiko, namun harusnya dengan pencegahan dan penanganan yang tepat, dampaknya bisa diminimalisir. Tak hanya hujan, masyarakat juga menjadi pihak tertuduh sebagai pelaku pembuang sampah sembarangan. Edukasi pun dijadikan pilihan. Namun berbagai kebijakan rutin ini nyatanya tak mampu menyelesaikan persoalan. Faktanya makin tahun wilayah yang terkena banjir dan bencana hidrometeorologi lainnya justru semakin luas hingga korban dan kerugian juga semakin besar.

Baca Juga :  Dosen, Ai, dan Semiotika Peirce: Menjaga Makna Dalam Proses Pembelajaran

Masyarakat butuh solusi nyata, bukan sekedar hal teknis tanggap bencana. Perubahan alam yang nampak saat ini adalah kondisinya yang semakin rusak. Bukan karena hujan, melainkan kesalahan paradigma pembangunan. Pembangunan ala kapitalis telah menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan. Pengundulan hutan, ekspoitasi sumber daya alam, dan alih fungsi lahan yang membuat resapan air berkurang makin masif dilakukan. Pembangunan perumahan misalnya, telah membabat begitu banyak hutan. Padahal dalam satu perumahan ada banyak rumah terbengkalai. Mirisnya masih banyak rakyat yang tinggal di rumah tak layak huni bahkan tak memiliki rumah sama sekali. Proyek ambisius pemerintah juga tak kalah merusak alam seperti pembangunan IKN dan berbagai industri. Terbaru, dikutip dari BBC.com (02/01/2025) para pegiat lingkungan telah mengkritik keras rencana Presiden Prabowo untuk menambah luasan perkebunan kelapa sawit yang nyata-nyata telah banyak merusak alam dan hanya menguntungkan segelintir orang.

Hujan Adalah Rahmat

Hujan adalah adalah rahmat, Allah Taala berfirman, “Dialah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira yang mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan) sehingga apabila (angin itu) telah memikul awan yang berat, Kami halau ia ke suatu negeri yang mati (tandus), lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan.” (QS. Al-A’raf:57). Hujan adalah salah satu waktu mustajab untuk berdoa. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Dua doa yang tidak akan ditolak, doa pada waktu adzan dan doa pada waktu hujan” (HR. Hakim). Sungguh waktu hujan adalah waktu yang dirindukan.

Namun karena paradigma pembangunan yang sekuler kapitalis, hujan pun berubah menjadi waktu yang menakutkan. Benarlah firman Allah SWT, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum : 41).

Baca Juga :  Makan Bergizi Gratis, Solusi Kesehatan Generasi?

Islam bukan tak peduli pada pembangunan, terbukti pembangunan di masa peradaban Islam begitu luar biasa. Namun pembangunan dalam Islam haruslah bervisi ibadah dan tak boleh menimbulkan kerugian atau bahaya. Penggunaan lahan juga harus memperhatikan status kepemilikan, dan sesuai dengan fungsinya. Sebagai contoh, lahan gambut cocok untuk pertanian atau perkebunan bukan untuk perumahan, dan semisalnya.

Demikianlah, hanya dengan kembali kepada aturan Allah Ta’ala secara keseluruhan maka rahmat hujan dan rahmat bagi seluruh alam akan mampu kita rasakan. Allah Taala berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf:96).

Iklan
Iklan