Guna mengungkapkan, permasalahan stunting yang paling utama yakni kekurangan gizi, masalah air bersih, rumah tidak layak huni, pencemaran lingkungan dan tingginya perkawinan anak
BANJARMASIN, KP – Komisi IV DPRD Kalsel merencanakan untuk menginisiasi peraturan daerah (Perda) tentang stunting, dalam mengatasi masalah kekerdilan pada anak yang menjadi momok bagi daerah ini.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Kalsel mencapai 30 persen, di atas angka nasional yakni 24,4 persen.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel Gina Mariati mengatakan, payung hukum ini diperlukan untuk mengatasi stunting, yang melibatkan BKKBN Kalsel, Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan, yang kemudian mengkomunikasikan ke 13 kabupaten daerah di Kalsel.
“Agar semuanya bisa melaksanakan ini dan artinya tepat sasaran dimulai dari anak-anak, remaja, kemudian ibu hamil, keluarga kecil,” ungkapnya politisi Partai Nasdem.
Guna mengungkapkan, permasalahan stunting yang paling utama yakni kekurangan gizi, masalah air bersih, rumah tidak layak huni, pencemaran lingkungan dan tingginya perkawinan anak.
“Faktor kawin muda berdampak pada ketidaksiapan rumah tanggal, hamil, melahirkan, tidak ada pembelajaran bagaimana mengurus anak lalu terjadi bayi-bayi kurang gizi,” ungkap Gina.
Terkait faktor perkawinan anak, Gina menjelaskan, telah menggandeng tokoh agama untuk memberikan masukan kepada para orangtua mengenai bahaya pernikahan anak.
Untuk itulah, Perda mengenai stunting di Kalsel kini sudah masuk dalam program legislasi daerah (Prolegda) dan akan disahkan dalam rapat paripurna mendatang.
“Kita menargetkan Perda ini bisa disahkan dalam satu tahun, karena penanganan stunting ini perlu diprioritaskan,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi IV DPRD Kalsel melakukan konsultasi ke Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), di Jakarta.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengapresiasi inisiatif DPRD Kalsel berkaitan dengan Perda stunting tersebut, mengingat Kalsel merupakan provinsi pertama yang membuat perda stunting.
“Kita apresiasi DPRD Kalsel ke BKKBN untuk membuat Perda stunting,” kata Hasto Wardoyo, didampingi Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso, Direktur Avokasi dan Hubungan Antar Lembaga BKKBN Wahidah Paheng dan Direktur Bina Ketahanan Remaja BKKBN dr Victor Palimbong.
Hasto mengatakan, peran pemerintah daerah dalam penanganan stunting amat lah penting. Apalagi Kalsel memiliki sumber daya alam yang melimpah yakni kebun sawit dan pertambangan.
Kendati demikian, jika kekayaan alam tersebut sudah habis, maka sumber daya manusia nya harus sudah cerdas untuk bisa menggantikan kekayaan alam yang habis tersebut.
“Saya sangat tertarik mengenai Perda stunting di Kalsel, sudah tepat membuat Perda percepatan penurunan stunting dalam rangka mengoptimalkan sumber daya manusia,” ujarnya.
Hasto pun memberi masukan kepada DPRD Kalsel untuk melibatkan Corporate Social Responsibility atau CSR perusahaan dalam Perda tersebut. Dia pun menjelaskan bahwa 5 persen keuntungan bersih perusahaan yang ada di Kalsel bisa disumbangkan untuk menjalankan program penurunan stunting.
Menurut Hasto, pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri dalam percepatan penurunan stunting, melainkan butuh peran pentahelix diantaranya swasta, perguruan tinggi, masyarakat, media massa dan pemerintah sendiri.
Selain itu, Hasto juga meminta pemerintah Kalsel untuk mewajibkan pasangan untuk memeriksakan kesehatannya tiga bulan sebelum menikah meliputi pemeriksaaan kadar Hemoglobin (HB) tidak kurang dari 12 dan lingkar lengan atas tidak kurang dari 23.5 sentimeter melalui aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil atau Elsimil.
“Kalau hasil tidak memenuhi syarat tetap boleh menikah. Kalau belum diperiksa tidak boleh dinikahkan. Syarat kalau masih anemi pakai kondom sebab 37 persen remaja putri masih mengalami anemia. Kalau masih Anemi maka plasenta tipis,” ungkapnya.
Lebih jauh Hasto menambahkan, sebagaimana dimandatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, ada lima pilar penting yang harus dijalankan, diantaranya komitmen dan visi kepemimpinan nasional dan daerah, komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat, konvergensi intervensi spesifik dan sensitif di pusat dan daerah, ketahanan pangan dan gizi, serta penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.
Adapun sejumlah kabupaten/kota yang sukses menjalankan pilar tersebut diantaranya Kabupaten Klaten, Bangka Selatan, Kabupaten Gerobogan, Kabupaten Tulang Bawang sehingga stunting di daerah tersebut prevalensinya turun signifikan dalam waktu singkat.
Hasto pun mengaku siap membantu Pemrov Kalsel untuk memberikan data by name by address keluarga berisiko stunting berdasarkan pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21) tahun 2022. (lyn/K-3)