Oleh : Muhammad Wahdini, SH
Haul Guru Sekumpul (KH. Zaini bin Abdul Ghani) yang rutin setiap tahunnya diadakan di Komplek Ar-Raudah Sekumpul, Martapura Kabupaten Banjar untuk ke 15 kalinya akan segera dilaksanakan pada 1 Maret 2020 mendatang dan berbagai persiapan pun telah dilakukan mulai dari perencanaan lalulintas, tempat penginapan jama’ah luar daerah, konsumsi dan lain sebagainya.
Bukan hanya dari pihak panitia penyelenggara yang bersiap-siap bahkan para jama’ah yang akan berangkat ketika Haul Guru Sekumpul pun telah mempersiapkan diri dan segala sesuatunya untuk hanya sekedar menghadiri Haulan tersebut. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya jama’ah pastinya bukan hanya berasal dari sekitar Kalimantan Selatan saja, juga sampai luar daerah Kalimantan dan pada tahun ini di prediksi jutaan jama’ah akan memadati Sekumpul untuk menghadiri Haul guru sekumpul yang ke-15.
Ghirah Persatuan
Meminjam teori Prof Dr Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) dalam bukunya yang berjudul “Ghirah dan Tantangan terhadap Islam” yang beliau tulis pada tahun 1954 tentang pemahaman ghirah itu sendiri yang mempunyai dua makna yang salah satunya adalah cemburu karena agama. Beliau menyebutkan bahwa simbolnya masih hidupnya seseorang utamanya seorang muslim adalah dengan adanya ghirah ini. Dapat dipahami bahwa ghirah adalah perasaan cemburu terhadap suatu kebaikan yang mendorong kita untuk melakukan kebaikan itu. Mengenai ghirah persatuan yang sewajarnya perlu kita suarakan, beriringan dengan visi dan misi bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi aspek persatuan dan kesatuan. Persatuan dalam hal apa yang perlu kita suarakan yaitu persatuan untuk semua unsur yang ada di masyarakat baik yang beragama Islam maupun agama lain, baik yang suku Banjar atau suku yang lain, baik itu masyarakat Kalsel hingga nantinya semangat ini mengakar di NKRI tercinta ini.
Dengan semangat berkumpulnya jutaan orang pada saat Haul Guru Sekumpul ini Ghirah persatuan ini perlu dikemukakan, kita ketahui bersama orang sebanyak itu mempunyai tujuan yang sama yaitu menghadiri Haul guru Sekumpul dengan tertib dan pada tahun tahun sebelumnya kita dapat saksikan semangat kekeluargaan, persatuan, gotong royong sangat kental pada momentum ini. Kita patut cemburu dengan momentum seperti ini, melihat sedang banyaknya perpecah belahan bangsa Indonesia sekarang ini.
Gotong Royong
Semangat gotong royong dalam acara Haul Guru Sekumpul ini pun perlu dipertahankan oleh masyarakat dan digaungkan untuk bangsa Indonesia apalagi tahun ini adalah tahun politik yang rentan terjadinya perpecahan, karena budaya gotong royong ini sudah mulai hilang di bangsa Indonesia, semangat kebersamaan pasca kemerdekaan seolah terpingirkannya budaya gotong royong ini. Pada momentum Haul Guru Sekumpul ini seperti tahun-tahun sebelumnya dapat dilihat semangat gotong royong sangat kental pada masyarakat khususnya daerah sekitar tempat berlangsungnya acara haul. Yang berada
Sekitaran acara dengan penuh semangat menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut jama’ah dan para jama’ah yang akan datang dengan penuh semangat menyiapkan keberangkatan dan segala sesuatunya untuk menghadiri haul guru sekumpul tersebut. Dengan menularkan nilai-nilai gotong royong ini dari Martapura untuk banua dan dari banua untuk Indonesia. Gotong royong bukanlah pameo asing di negri ini, sudah sejak dulu para leluhur kita menjadikannya sebagai budaya bangsa, hal ini dapat dibuktikan ketika kita meraih kemerdekaan tidak lain dengan semangat gotong royong.
“Gotong Royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama perjuangan bantu membantu bersama, amal semua buat kebahagiaan semua” Demikian sepenggal ungkapan pidato Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno untuk menjadikan gotong royong sebagai landasan semangat membangun bangsa. Hal itu disampaikannya kepada seluruh peserta sidang BPUPKI, 1 Juni 1945. Dengan adanya semangat yang dimaksud harapannya adalah ketika masyarakat bersama-sama bergotong royong dalam aspek apapun baik sosial, politik ataupun penegakan hukum ini akan menjadi solusi tepat dalam berbagai permasalahan yang melanda negara ini baik itu masalah korupsi, narkoba, terorisme, perpecahan antar suku bangsa dan lain-lain. Dapat kita bayangkan ketika semua masyrakat bergotong royong dengan tujuan yang sama untuk memberantas narkoba maka akan ada suatu gerakan sosial yang kuat untuk mengatasi hal tersebut. Maksud saya adalah dengan berkumpulnya ratusan ribu orang dengan tujuan yang sama yaitu menghadiri haul guru Sekumpul dengan me
mbawa semangat gotong royong maupun persatuan dapat ditularkan nilai-nilainya dalam memajukan bangsa Indonesia ini.
Momentum Haul Guru Sekumpul
Terlepas dari perdebatan tentang kebolehan haul, yang perlu kita pertahankan dan kita gaungkan adalah rasa kebersamaan, rasa persatuan, sama-sama memiliki satu tujuan utama ketika acara itu berlangsung. Masyarakat Martapura atau lebih tepatnya di Sekumpul dan sekitarnya dengan sangat ramah menjadi tuan rumah menjamu para jama’ah yang berasal dari sekitar Kalimantan, ataupun luar Kalimantan bahkan hingga jama’ah dari luar negri. Dengan momentum berkumpulnya jutaan orang disana dan dengan semangat persatuan serta kebersamaan itulah yang menjadi modal dari banua ditularkan untuk Indonesia bahwa masyarakat kita mampu bersatu dengan satu tujuan utama yang sama untuk memajukan negara sama seperti ketika rakyat merebut kemerdekaan pada masa silam. Pameo gotong royong yang sejatinya adalah budaya kita adalah solusi tepat untuk memberantas berbagai permasalahan yang terjadi di negara ini baik itu permasalahan perpecahan, permasalahan hukum, politik mapun sosial. Itulah sejatinya peran agama untuk menularkan persatu
an bukan perpecahan. Momentum haul ini wajib kita gaungkan bahwa di Kalimantan Selatan adalah tempat yang nyaman dan sekaligus garda terdepan untuk meningkatkan budaya gotong royong dan semangat persatuan.