Iklan
Iklan
Iklan
OPINI PUBLIK

Pengelolaan Keuangan Negara di Era Digitalisasi

×

Pengelolaan Keuangan Negara di Era Digitalisasi

Sebarkan artikel ini

Oleh : Amra, S.Kom, MM
Kepala Bagian Umum Kanwil DJPb Provinsi Kalsel

Arus deras perkembangan teknologi saat ini sudah berada pada titik yang tak dapat dibendung lagi. Teknologi telah memorak-porandakan lanskap proses bisnis pada berbagai aspek kehidupan yang selama ini berjalan. Dampak hantamannya terlihat jelas pada goncangnya sektor ritel dan sebagian bisnis transportasi umum.

Android

Perdagangan digital atau e-commerce yang begitu masif mendobrak pola belanja masyarakat, sehingga memaksa banyak gerai perbelanjaan sepi pengunjung atau bahkan harus tutup. Berdasarkan data internetworldstats, menunjukkan bahwa pada Maret 2021 pengguna internet Indonesia mencapai 212,35 juta. Dengan jumlah tersebut, Indonesia berada di urutan ketiga dengan pengguna internet terbanyak di Asia setelah Tiongkok dan India .

Tingginya perkembangan teknologi digital membuat Presiden Joko Widodo selalu memberi perhatian khusus yang ditandai dengan peluncuran Making Indonesia 4.0 pada tahun 2018 lalu

Sebuah era yang muncul dari ide peleburan dunia fisik dengan dunia digital, berlanjut dengan munculnya big data yang kemudian bertransformasi menjadi Artificial Intelligence (kecerdasan buatan).

Hingga pada akhirnya semua perangkat yang ada dapat disisipkan dengan kecerdasan buatan dan bisa dihubungkan dengan internet atau lebih dikenal dengan istilah Internet of Things (IoT).

Harus diakui bahwa digitalisasi telah merambah ke berbagai sendi kehidupan. Jika sektor privat saja tak mampu bertahan oleh banjir digitalisasi, lalu bagaimana dengan sektor publik? Apakah tetap bertahan dan tenggelam dengan prinsip kekakuannya, ataukah bergerak cepat melakukan transformasi organisasi menyongsong era baru ini?

Transformasi Digital Pengelolaan Keuangan Negara

Sebagai respon terhadap perubahan zaman, Kementerian Keuangan mulai mengintegrasikan inisiatif transformasi ke dalam konteks yang lebih modern dengan menerapkan aspek digitalisasi yang menjadi salah satu tahap dari program reformasi birokrasi.

Baca Juga:  Diet Sehat Anak Penderita Diabetes Melitus Tipe 1

Transformasi digital Kemenkeu lebih ditujukan untuk perbaikan layanan yang lebih optimal dan berfokus pada masyarakat dan stakeholders. Hal ini sejalan dengan janji kampanye Presiden Jokowi untuk membangun sistem “DILAN” (Digital Melayani) di kepemimpinan periode keduanya. Bahkan untuk penyediaan infrastruktur digital, pemerintah telah menganggarkan 30,5 triliun pada APBN 2021 sebagai bentuk komitmen akselerasi transformasi digital pemerintah.

Dalam lingkup pengelolaan keuangan negara, digitalisasi menjadi sebuah keniscayaan untuk mengelola Rp2.750 triliun APBN pada 2021 ini. Dengan digitalisasi, pengelolaan keuangan negara dapat memberikan keuntungan dalam hal efisiensi biaya, efektivitas birokrasi serta manfaat tersedianya informasi yang lebih cepat bagi pengambil kebijakan.

Dalam bidang penerimaan negara, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati telah meresmikan Modul Penerimaan Negara Generasi Tiga (MPN G3). Hal ini berawal dari keinginan beliau yang ingin agar membayar pajak bisa semudah membeli pulsa. Peluncuran MPN G3 itu memang menjawab apa yang diinginkannya. MPN G3 adalah sebuah sistem informasi penerimaan negara untuk seluruh jenis setoran penerimaan negara baik pajak maupun bukan pajak.

Transaksi penerimaan negara pada 2018 lalu berjumlah 95,1 juta transaksi. Dapat dibayangkan betapa crowded lalu lintas transaksi setiap harinya, sehingga dibutuhkan peningkatan kemampuan dari sistem yang ada.

Jika pada sistem sebelumnya hanya mampu melayani 60 transaksi per detik, sistem MPN G3 ini mampu melayani 1.000 transaksi per detik. Yang paling berbeda, penyetoran ke kas negara kini dapat dilakukan melalui dompet elektronik, transfer bank dari ATM atau ebanking, virtual account dan kartu kredit, tanpa harus antri di Bank/Pos Persepsi. Selain itu, kini kemudahan semakin ditingkatkan dengan keterlibatan tiga pelaku bisnis fintech dan ecommerce yaitu Bukalapak, Tokopedia dan Finnet Indonesia.

Baca Juga:  Korean wave dan Globalisasi : Bagaimana Sikap Kita?

Dari sisi belanja negara, pemerintah juga telah menerapkan digitalisasi secara komprehensif dalam sebuah sistem yang terintegrasi secara online dalam satu database secara real time yang disebut dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Sistem ini menjadi jawaban atas kebutuhan pelayanan APBN yang dimulai dari sisi hulu (perencanaan anggaran) sampai hilir (penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah). Dengan konsep satu database dan otomasi proses bisnis, maka kesalahan input data secara manual dan berulang dapat lebih mudah diminimalisir.

Bagi Dirjen Perbendaharaan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara yang mengelola Kas Negara, informasi pergerakan jumlah tagihan kepada negara akan mampu termonitor secara real time, sehingga mitigasi risiko atas kebutuhan kas menjadi lebih terkontrol. Para penyedia barang/jasa yang berhak juga semakin cepat menerima pembayaran atas hasil pekerjaan mereka karena sistem ini telah terintegrasi dengan sistem perbankan.

Untuk mendukung kebutuhan atas data realisasi anggaran bagi level pimpinan dalam memonitor pelaksanaan capaian kinerja pemerintah yang semakin akurat dan cepat terinformasi, SPAN telah dilengkapi dengan sebuah sistem yang disebut sebagai Online Monitoring SPAN (OM SPAN) yang dapat diakses via web maupun smartphone.

Bahkan sistem ini telah disediakan khusus untuk Presiden Jokowi di ruang kerjanya jika sewaktu-waktu membutuhkan data realisasi anggaran secara real time dalam melakukan evaluasi pekerjaan para menterinya.

Sementara itu, dari sisi Satuan Kerja (Satker) Kementerian/Lembaga yang berjumlah 20.161 satker di Indonesia, proses digitalisasi perencanaan anggaran, permintaan pembayaran sampai dengan pelaporan keuangan telah difasilitasi dengan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Sebuah sistem yang terintegrasi secara online dalam satu database yang dikembangkan di tingkat satker K/L selaku Kuasa Pengguna Anggaran menggantikan seluruh sistem yang ada saat ini digunakan secara off line dan bersifat parsial. Sistem ini juga telah plug in dengan sistem SPAN yang ada di Kementerian.

Baca Juga:  Dampak Pandemi Covid-19 dalam Sistem Pendidikan di Perguruan Tinggi

Keuangan, sehingga saat sistem ini terimplementasi secara penuh, maka tidak perlu lagi ada tatap muka antara petugas satker K/L dengan petugas Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku kantor penyalur APBN.

Dari sisi proses modernisasi pembayaran pengadaan barang/jasa, saat ini juga telah dilakukan implementasi Kartu Kredit Pemerintah (KKP) sebagai metode baru dalam pembayaran APBN. KKP ini bertujuan untuk meminimalisir penggunaan uang tunai (cash less), meningkatkan keamanan bertransaksi, mengurangi potensi fraud serta mengurangi potensi cost of fund/idle cash dari penggunaan Uang Persediaan (UP). Selama tahun 2018, UP yang dikuasai Bendahara Pengeluaran mencapai 7-9 triliun setiap hari dan bersifat idle atau tidak terpakai.

Jika uang ini dapat dikelola oleh Bendahara Umum Negara, tentu akan mampu memberi nilai tambah melalui penempatan-penempatan jangka pendek dan beresiko rendah. Pemakaian kartu kredit oleh satker juga akan mempercepat proses pelaksanaan kegiatan di satker bersangkutan karena pelaksana kegiatan tidak perlu menunggu uang dari Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan kegiatannya. Di lain pihak, dunia perbankan juga semakin diuntungkan dengan adanya sistem ini. Besarnya potensi belanja pemerintah tentu akan meningkatkan market share dan cash flow bank penerbit.

Proses digitalisasi pengelolaan keuangan negara ini akan selalu berkembang menjawab tantangan perubahan zaman. Sebagaimana Menteri Keuangan selalu berpesan bahwa organisasi yang statis akan selalu identik dengan kematian, sedangkan organisasi yang senantiasa bergerak berubah adalah ciri sebuah kehidupan.

Iklan
Iklan