Oleh : Hida Muliyana, SKM
Pemerhati Kesehatan Masyarakat
Makanan dan minuman yang manis adalah kesukaan semua orang tak terkecuali anak-anak. Bahkan negara sampai harus mengimpor gula besar-besaran di tahun ini. Saking banyaknya rakyat yang mengkonsumsi gula di negari ini. Namun sayangnya justru malah berdampak pada kesehatan rakyatnya. Belum selesai masalah stunting di negeri ini, muncul masalah baru terkait kesehatan anak, yakni angka diabetes pada anak yang meningkat di tahun 2023.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Muhammad Faizi, SpA (K) mengatakan, prevalensi kasus diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023. Jumlah tersebut dibandingkan dengan jumlah diabetes anak tahun 2010. (Liputan6.com, Jumat/3/03/2023)
Peningkatan jumlah penderita diabetes pada anak hingga 70 kali lipat disinyalir efek dari konsumsi makanan yang tidak sehat. Sebagaimana yang dijelaskan Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, pola makan sangat berkaitan erat dengan penyakit diabetes mellitus pada anak. “Apabila makanan seorang anak dari awal mula yaitu sudah selalu tinggi karbohidrat, gula, dan minyak. Ini yang menjadi cikal bakal musibah (diabetes) seluruh dunia. Karena kalau anak-anak kita diberi makanan berupa snack-snack junk food. Gula darah mereka cepat naik kemudian turun drastis. Mereka lapar lagi, makan yang seperti itu terus menerus sehingga insulinnya akan diproduksi secara terus-terusan,” jelasnya. (VOA, Rabu/1/2/2023)
Hal ini menunjukkan rakyat belum memiliki pola makan yang sehat, baik itu karena faktor pengetahuan, kesadaran dan ekonomi. Semuanya saling berkaitan dan mempengaruhi. Tentu hal ini menjadi perhatian besar untuk negara, jangan sampai abai. Mengingat tugas dan peran negara dalam mewujudkan ketersediaan dan keamanan pangan yang dikonsumsi rakyatnya. Ini menjadi tanggungjawab negara untuk menjaga kesehatan rakyatnya.
Tingginya kemiskinan juga makin menambah besarnya kesalahan dalam pola makan. Rakyat tentu akan memilih makanan yang murah dan instan tanpa memandang dari nilai gizinya lagi. Sudah menjadi opini umum bahwa bahan pangan di negeri ini sangatlah tidak terjangkau oleh masyarakat, harga serba tinggi tidak sebanding dengan pendapatan rakyat perhari. Telur, ikan, daging termasuk beras dan sayur-sayuran adalah makanan yang mestinya bisa diolah dan dikonsumsi oleh anak-anak untuk mencegah stunting dan diabetes. Namun kenyataannya tidak semua rakyat dapat membeli itu dengan cukup.
Di sisi lain, dalam dunia dagang terbatasnya modal karena kemiskinan membuat para pedagang menggunakan bahan yang murah meski berbahaya. Sehingga wajar jika para pedagang pun ikut andil dalam pembuatan makanan yang tidak bergizi. Dikarenakan mereka juga butuh penghasilan agar jualan mereka terus berputar dengan barang-barang yang dijual murah.
Keserakahan manusia juga mengakibatkan industri makanan abai terhadap syarat kesehatan demi mendapatkan keuntungan yang besar. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa anak-anak sangat suka dengan makanan dan minuman yang manis. Jika makanan dan minuman ini tidak kita kontrol dengan baik maka anak-anak cenderung akan ketergantungan dengan makanan yang manis-manis. Ditambah dengan kadar gula yang cukup tinggi beredar di masyarakat. Anak-anak akan memilih makanan yang manis tersebut dibandingkan makanan alami seperti buah. Juga akan berpengaruh pada rasa laparnya, menolak makanan utama yang mestinya dia makan sehari-hari seperti nasi dan lauk. Tentu hal ini sangat berpengaruh dengan dampak kesehatan anak-anak terutama diabetes.
Inilah watak kapitalisme ketika keuntungan menjadi hal utama tanpa memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkan bagi konsumen. Disini lah peran negara seharusnya, dimana negara memiliki peran untuk mengawasi para pedagang baik pedagang rumahan maupun industri agar terus memperhatikan keamanan makanan yang akan dijual belikan.
Selain itu negara mestinya memperhatikan akar masalah dari persoalan ini. Tidak sebatas menghimbau atau mengedukasi rakyat dalam hal pemenuhan gizi. Tapi yang lebih krusial yakni kemampuan rakyat untuk mendapatkan bahan pangan yang bergizi dari sisi ekonomi. Karena sejatinya negara lah yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyat, baik kebutuhan primer maupun sekunder.
Dari kasus ini kita dapat belajar dari sistem Islam, dimana Islam telah menentukan makanan yang dikonsumsi harus halal dan thayyib. Tidak hanya sekedar halal tapi juga thayyib dikonsumsi masyarakat, bukan sekedar dapat mengenyangkan tapi juga memberi manfaat untuk tubuh agar terhindar dari berbagai penyakit. Sehingga kasus stunting ataupun diabetes dapat diminimalisir. Semua aturan Islam tersebut hanya bisa diwujudkan melalui institusi negara yang menerapkan sistem Islam.
Selain mengatur tentang makanan, Islam juga mengatur tentang ketersediaan pangan sampai politik ekonomi yang rinci. Islam memahami bahwa kesehatan adalah bagian dari tanggungjawab negara sehingga negara lah yang akan menjamin agar rakyat mendapatkan pangan yang aman dan bergizi. Terkait ekonomi, tentu negara akan bertanggungjawab penuh agar rakyat dapat membeli bahan pangan dengan harga terjangkau. Memberikan sanksi kepada siapa saja yang menjual makanan yang tidak thoyyib. Oleh karena itu, negara islam memberikan jaminan perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan yang halal dan Thaayyib bagi rakyatnya.
Disisi lain, ketakwaan individu adalah hal yang sangat penting untuk ada pada setiap individu rakyat. Sebab, jika seseorang bertakwa kepada Allah maka tentu pahala yang ingin diraihnya dan kemaslahatan umat menjadi tujuan setiap aktifitasnya.