Oleh : Hj Masitoh, S.Pd.SD
Guru SDN Angsana, Kecamatan Angsana
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini dunia pendidikan juga menuai masalah. Tidak sedikit anak usia sekolah jenjang sekolah dasar menjadi korban kekerasan, eksploitasi dan penganiayaan, baik di rumah maupun sekolah. Terkhusus di sekolah, banyak anak yang tidak lagi merasa aman dan nyaman untuk belajar dan bermain karena selalu berada dalam tekanan dan ancaman. Untuk itu perlu terwujudnya lingkungan sekolah yang ramah anak.
Definisi Sekolah Ramah Anak adalah Satuan pendidikan formal, nonformal, dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan, dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak di pendidikan (Panduan Sekolah Ramah Anak, halaman 14 terbit tahun 2015).
Secara konseptual, pendidikan ramah anak adalah pendidikan yang secara sadar berupaya kuat untuk menjamin dan memenuhi hak-hak dan perlindungan anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggung jawab. Sedangkan tujuan pendidikan ramah anak adalah mewujudkan satuan pendidikan yang dapat menjamin dan memenuhi hak-hak dan perlindungan anak Indonesia, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, UUD 1945, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Prinsip-prinsip perlindungan anak.
Dalam realita pembelajaran di sekolah tidak jarang memperoleh informasi dari anak bahwa si A tadi diberi sanksi oleh Bapak atau Ibu guru karena tidak mengerjakan PR. Juga si B tadi menangis karena dipukul temannya. Si C pun demikian dia menangis karena tidak ditemani bahkan diejek oleh teman sebangkunya dsb. Demikian contoh perilaku perundungan/bully yang terjadi di lingkungan sekolah. Bagi anak yang sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya atau sanksi dari seorang guru merupakan suatu tekanan psikis atau kejiwaan. Dalam waktu yang relatif lama tentu akan menjadi depresi atau ketakutan.
Bagi anak yang masih sekolah jenjang SD yang mendapat sanksi dari seorang guru barangkali diakibatkan sering lambat datang ke sekolah, tidak mengerjakan tugas PR nya, sering mengganggu temannya, atau pun lupa tidak melaksanakan piket. Sebenarnya hanya untuk pembelajaran dan rasa tanggung jawab anak mendapat sanksi atau hukuman tersebut, namun sering bagi si anak mendapat ejekan dari temannya sebagai akibat sanksi/hukuman dari guru tersebut. Misalnya disuruh berdiri di muka kelas, atau mengambili sampah di sekitar kelasnya.
Aksi bullying juga bisa terjadi karena diakibatkan ketidakpuasan dalam bermain, bercanda yang kebablasan. Sehingga bisa terjadi satu anak dengan anak yang lain (individu dengan individu). Atau terjadi satu anak dengan beberapa anak (individu dengan kelompok). Dan kejadian umumnya bisa di lingkungan sekolah bahkan berlanjut di luar lingkungan sekolah, dengan aksi pencegatan atau pengeroyokan.
Tindakan bullying sekarang sudah sering terjadi di lingkungan sekolah, dan harus segera diatasi. Bullying, selain membuat suasana belajar menjadi tidak nyaman, dampaknya yang lebih besar bisa membuat anak yang bersangkutan melakukan tindakan berbahaya akibat rasa malu dan depresi.
Untuk mengatasi hal tersebut sesegera mungkin diwujudkan suasana pembelajaran yang kondusif, agar anak merasa nyaman, aman, lebih aktif dan kreatif serta lebih percaya diri. Disamping itu diharapkan guru tidak gegabah atau sembarangan memberikan sanksi/hukuman yang berakibat menimbulkan ketidaknyamanan bagi anak untuk belajar atau pun bermain. Jika suasana sudah kondusif insya Allah anak akan belajar dengan maksimal.
Selain itu guru dalam memberikan layanan dalam mengajar harus memberikan perlakuan yang adil kepada peserta didik laki-laki dan perempuan. Perlakuan adil ini artinya memberi kasih sayang, perhatian, dan pembelajaran yang setara, tanpa membedakan agama, kondisi ekonomi, kondisi fisik, dan budaya dari anak tersebut. Tidak hanya itu, seluruh guru dan tenaga kependidikan juga harus menghormati hak anak dan juga melindunginya.
Dalam pembelajaran sebaiknya guru memberikan kebebasan pada anak untuk menyampaikan ide-idenya, mendorong keaktifan dan daya kreatifitas anak, dimana guru hanya sebagai fasilitator. Sehingga anak bisa belajar dengan nyaman dan terasa asyik bersama teman-temannya dan pada gilirannya anak akan belajar secara mandiri atau berkelompok dengan maksimal dan bersaing secara sehat tanpa ada ketakutan.
Disamping itu, guru juga harus melibatkan semua anak/peserta didik dalam hal aktivitas kelasnya, bergotong-royong membersihkan ruang kelas. Menghias ruang kelas, dan membersihkan sampah di sekitar ruang kelas. Menanam bunga dalam pot dan memyiram tiap hari sesuai jadwal piket anak. Dengan demikian guru tidak membedakan peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain.
Supaya nyaman kegiatan belajar mengajar pun bisa dilakukan lewat berbagai media ajar, seperti buku, alat bantu atau peraga, dan lain-lain. Dan dalam proses belajar mengajar bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan, di luar ruang kelas atau pun di halaman sekolah/lapangan. Tujuannya supaya membantu daya serap siswa dan membuat mereka lebih menarik dalam mengikuti aktivitas pembelajaran.
Suasana lingkungan sekolah yang nyaman, aman, bersih, peduli dan berbudaya lingkungan hidup tentu menjadi impian setiap peserta didik serta orang tua siswa. Suasana demikian tentu memberikan pengaruh positif bagi psikis atau kejiwaan anak. Dan pada akhirnya tentu siswa dapat belajar dengan rajin sehingga mencapai prestasi yang baik.