Oleh : Nailah, ST
Pemerhati Lingkungan
Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan kekeringan saat menggelar rapat koordinasi bersama stakeholder terkait di kantor Bupati Balangan.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat A Gazali Al-Fatah di Paringin, Jum’at, mengatakan status tersebut ditetapkan mulai 15 Juni 2023 sampai dengan 30 November 2023. (Antaranews, jumat 16 juni 2023)
Karhutla masih menjadi masalah pelik di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada sebanyak 28.019 hektare hutan dan lahan yang terbakar pada periode Januari—Juni 2023. Karhutla tersebut tercatat melepaskan 2,84 juta emisi karbon dioksida yang bisa mengakibatkan efek rumah kaca yang berdampak pada terjadinya pemanasan global.
Karhutla juga membahayakan nyawa manusia. Warga di sekitar hutan bisa mengalami infeksi saluran pernapasan atas yang di antara gejalanya adalah batuk dan sesak napas. Kabut asap akibat karhutla juga bisa mengganggu penerbangan karena jarak pandang yang terbatas. Tidak hanya manusia, karhutla bisa merusak habitat hewan-hewan dan menyebabkannya mati.
Akibat Ulah Manusia
Banyak warga yang melakukan pembakaran hutan dan lahan demi membuka lahan untuk kemudian dijadikan perkebunan, utamanya perkebunan sawit. Ini menunjukkan rendahnya kesadaran warga dalam menjaga kelestarian hutan sehingga butuh edukasi, terutama dari pemerintah.
Tindakan warga membakar hutan dan lahan untuk dijadikan perkebunan disebabkan dorongan ekonomi. Saat ini perekonomian sulit, mencari kerja susah, dan PHK di mana-mana, sedangkan pemerintah tidak menjamin kesejahteraan warganya. Kondisi ini bisa mendorong orang untuk berbuat apa saja, asal bisa bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga meski mengorbankan kelestarian lingkungan.
Sementara itu, pemerintah justru memberi konsesi hutan kepada pengusaha untuk dijadikan perkebunan sawit. Penanaman sawit digenjot untuk keperluan ekspor dan sebagai bahan baku biofuel, utamanya biodiesel. Akibatnya, terjadi alih fungsi hutan yang sangat masif untuk dijadikan lahan perkebunan sawit.
Pada era Presiden SBY, terjadi pelepasan kawasan hutan seluas 2.312.603 hektare. Sedangkan pada era Presiden Jokowi, terjadi pelepasan kawasan hutan sebanyak 619.357 hektare (Indonesia Daily, 1-2-2021). Alhasil, karhutla terjadi bukan semata ulah individu yang membakar hutan, tetapi lebih karena kebijakan negara yang melegitimasinya.
Kebijakan pemerintah yang mudah memberikan konsesi hutan untuk kemudian dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit merupakan kebijakan yang merusak lingkungan. Akibat kebijakan ini, bencana alam marak terjadi, berupa karhutla, banjir ketika musim hujan, tanah longsor, kekeringan saat musim kemarau dan lain-lain. Korbannya adalah seluruh rakyat di wilayah tersebut.
Masalah air juga tidak bisa diabaikan karena merupakan kebutuhan vital manusia, dan sekarang telah terjadi : (1). Kerusakan hutan yang memicu terjadi krisis air baku; (2). Berkurangnya daerah resapan. Jika serapan air minim, cadangan air dalam tanah akan sedikit yang mana akan memicu kekeringan; (3). Kebijakan liberalisasi SDA. Indikasinya ialah banyaknya perusahaan swasta yang menguasai bisnis air minum dalam kemasan; (4). Kerusakan hidrologis, seperti rusaknya fungsi wilayah hulu sungai akibat pencemaran air.
Kebijakan kapitalistik negara ini tidak lepas dari sistem ekonomi kapitalisme yang Indonesia terapkan. Sistem ini menghalalkan segala cara, meski mengakibatkan kerusakan bumi, demi tercapainya pertumbuhan ekonomi.
Kedudukan Hutan dan air
Masalah seperti ini tidak akan terjadi jika kita mengambil Islam sebagai petunjuk hidup. Allah SWT telah menjamin apabila kaum muslim memakai Islam dalam kehidupannya, mereka akan selamat dunia dan akhirat.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Aku telah meninggalkan kepadamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya”. (HR Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm).
Sebenarnya, Allah menciptakan hutan dan air dengan segala potensinya. Allah juga telah menempatkan hutan dan air sebagai kekayaan milik umum (rakyat). Artinya, hutan dan airtidak boleh diprivatisasi atau dirusak segelintir orang, harus dijaga dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api”. (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Berdasarkan hal itu, negara berkewajiban menjaga kelestarian dan keberadaan hutan yang termasuk bagian dalam bagian padang gembalaan di hadis tadi sesuai dengan fungsinya. Hutan tidak boleh dirusak karena keberadaannya melindungi bumi dari perubahan iklim.
Negara juga perlu bersikap tegas terhadap para pemalak untuk melindungi rakyatnya. Apabila memang terjadi karhutla karena ulah manusia, akan ditangani dengan baik dan diselesaikan dengan tegas sesuai sistem sanksi Islam. Walhasil, manusia tidak akan berani membakar hutan secara sembarangan.
Demikian pula dengan air yang merupakan hak milik umum maka itu akan dikelola negara agar masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan airnya sehingga negara tidak akan melakukan liberalisasi air, mengelola secara langsung dalam proses produksi dan distribusi air, membangun tempat penampungan air agar dapat menampung air saat musim hujan, melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang. Negara akan mengedukasi masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan, serta memberi sanksi tegas terhadap pelaku yang melanggar aturan.
Solusi karhutla
Bencana kerusakan lingkungan terjadi karena kerakusan manusia. Oleh karenanya, sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan, tetapi nafsu tidak terbatas, manusia memerlukan petunjuk untuk membatasi sifat rakusnya.
Kapitalisme mendukung sifat manusia tersebut, sedangkan Islam akan mengarahkannya ke jalan yang benar. Hutan dan air adalah milik umum, sudah selayaknya kita menjaganya, bukan merusaknya.
Dengan pengelolaan negara terhadap hutan dan air secara Islam, insyaallah bisa menjadi solusi dari darurat karhutla dan kekeringan. Dan ini tidak akan bisa terwujud kecuali hanya dengan penerapan Islam secara keseluruhan dalam sistem kehidupan kita. Kenapa kita tidak mengambil solusi ini?