Menyoal Mewujudkan Riset Mandiri dan Berdaulat untuk Kebutuhan Masyarakat

Oleh : Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja

Kepala staf Kepresidenan, Moeldoko menyampaikan kritik terhadap hasil penelitian yang sering berakhir di meja laci kampus. Padahal tidak sedikit hasil penelitian tersebut berpotensi menjadi alat pengungkit bagi kebaikan masyarakat jika diaplikasikan dengan baik. Meskipun begitu, Moeldoko memahami hasil penelitian yang belum teraplikasikan disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah tidak adanya kerja sama antara institusi pendidikan tinggi dengan pihak swasta sebagai pengembang.

“Sektor swasta perlu diajak bekerja sama untuk mengembangkan hasil riset para peneliti perguruan tinggi. Jadi dari kerja sama badan usaha dan perguruan tinggi ini, apa yang dilakukan oleh para peneliti bisa dinikmati oleh masyarakat umum, sehingga hasil risetnya punya daya ungkit yang baik di masyarakat,” kata Moeldoko, dikutip dari siaran pers KSP pada Sabtu (25/3). Hal ini disampaikannya dalam kuliah umum terkait ketahanan pangan di Universitas Jember (UNEJ), Jawa Timur, Jumat (24/3).

Moeldoko juga menyampaikan apresiasinya untuk Universitas Jember yang telah memiliki banyak inovasi di bidang pangan. Walaupun begitu, Purnawirawan Panglima TNI ini tetap berharap agar inovasi peneliti dari UNEJ bisa diaplikasikan untuk memajukan petani. “Upaya-upaya akademik yang dikembangkan oleh UNEJ menjawab dan sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Presiden. Maka dunia perguruan tinggi harus bekerja sama demi peningkatan daya riset dalam memajukan petani,” imbuhnya.

Beberapa hasil riset di bidang pangan dari Universitas Jember adalah Modified Cassava Flours atau MOCAF, tebu varietas tahan kekeringan serta kedelai Baluran. MOCAF, misalnya, hasil riset yang diinisiasi oleh Prof. Ahmad Subagyo dari Fakultas Pertanian UNEJ ini adalah hasil modifikasi dari tepung singkong yang proses pembuatannya dilakukan dengan metode fermentasi. Tepung ini dapat menjadi bahan pangan alternatif pengganti tepung terigu yang dibuat dari gandum impor.

Di akhir kuliah, Moeldoko berpesan agar civitas akademika juga merangkul petani sebagai mitra. Ini artinya, para petani perlu diberikan pendidikan dan pembimbingan secara konsisten. “Persoalan pertanian kita adalah tanah, modal, teknologi. Petani kita itu tidak mudah menerima teknologi. Bagi mereka, seeing is believing. Mereka percaya kalau mereka sudah melihat. Panjang perjuangan untuk memahamkan petani. Kita perlu sabar dan juga konsisten,” kata Moeldoko.

Riset di negara ini tetap berjalan. Para peneliti dari kalangan dosen yang ada di perguruan tinggi dan di BRIN senantiasa melakukan riset dengan berbagai topik yang mengacu pada riset unggulan strategis nasional.

Baca Juga:  Penghapusan Honorer, Solusi atau Masalah?

Di antaranya adalah riset untuk menciptakan berbagai hal, seperti kemandirian pangan; penciptaan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan; pengembangan teknologi kesehatan dan obat; kemajuan materiel; pengembangan teknologi dan manajemen transportasi; teknologi informasi dan komunikasi; pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan; kemaritiman; teknologi dan manajemen penanggulangan kebencanaan; dan sosial humaniora (seni, budaya, dan pendidikan).

Coba diperhatikan, masalah kemandirian pangan, misalnya. Berbagai riset di bidang ini telah banyak dilakukan para peneliti, tetapi kenyataannya negara ini masih sering impor pangan, terutama bahan makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, gula, maupun kedelai. Selain kemandirian pangan, juga terdapat masalah pada bidang pengembangan teknologi kesehatan dan obat. Kajian riset eksplorasi bahan alam untuk obat terus dilakukan.

Pengembangan teknologi kesehatan dan alkes juga demikian. Nyatanya, sampai saat ini, 90 persen bahan baku obat di Indonesia masih impor. Lagi-lagi masih berhenti pada tataran publikasi paper di jurnal internasional.

Jika diperhatikan, ada tiga masalah besar dalam bidang riset saat ini. Pertama, sangat tingginya ketergantungan Indonesia pada impor untuk berbagai bahan kimia dan peralatan penunjang riset, khususnya riset sains. Hal ini membuat riset Indonesia tertinggal dari negara-negara industri maju. Harga bahan kimia yang mahal dan ketersediaan peralatan penunjang riset yang sangat kurang, menjadi penghambat berkembangnya riset di negara kita. Akibatnya, impor terhadap berbagai produk riset atau produk teknologi hasil negara maju akan terus berlangsung.

Kedua, model ekosistem ristek berstandar global yang diadopsi pemerintah, yakni ekosistem riset kapitalisme berbasis triple helix A-B-G (kolaborasi academic-business-government) hingga saat ini penta helix (A-B-G-community-media). Kolaborasi ini meniscayakan adanya kerja sama antara ketiganya. Problem yang dialami industri pun dilempar ke perguruan tinggi untuk mendapat solusinya guna meningkatkan produktivitas untuk meraup keuntungan yang lebih besar.

Sementara itu, produk riset perguruan tinggi diminta berkolaborasi dengan industri untuk proses hilirisasi. Tampak seolah ada kerja mutualisme antara akademisi dan industri. Padahal, nyatanya, industri selalu berbasis untung dan rugi. Industri atau bisnis tidak akan bekerja sama dengan siapa pun, kecuali memberi keuntungan materi. Akibatnya, hitungan untung-rugi mewarnai kerja riset para peneliti. Jadilah di sini tercipta komersialisasi produk riset.

Pada akhirnya, riset yang dihilirisasi belum tentu riset yang berkorelasi dengan kebutuhan rakyat, melainkan yang dapat memberikan keuntungan bagi industri/bisnis. Pemerintah hanya menjadi penghubung antara akademisi-perguruan tinggi dan industri. Keputusan untuk menentukan layak tidaknya hasil riset untuk diproduksi pun diserahkan sepenuhnya kepada industri.

Baca Juga:  Lingkungan Sekolah Ramah Anak Mendukung Perkembangan Psikis

Ketiga, ekosistem riset dengan triple helix atau penta helix, lahir dari satu konsep ekonomi kapitalisme, yaitu knowledge-based economy (KBE). Konsep ini menjadikan riset didedikasikan untuk pertumbuhan ekonomi. Komersialisasi riset mulai dikembangkan. Kekuatan politik yang mendominasi dunia akan mendominasi arah riset melalui kebijakan global, terutama kepentingan pertumbuhan ekonomi, bukan kesejahteraan umat manusia.

Pada akhirnya, berbagai kemajuan ristek yang diraih hanyalah kemajuan palsu. Hal ini makin menjauhkan rakyat dari kesejahteraan sejati. Sistem sekuler kapitalistik juga membuka ruang hegemoni lebih luas akibat tingginya ketergantungan pada impor berbagai produk teknologi, khususnya produk terkait pemenuhan hajat hidup rakyat. Diantaranya, pemenuhan kebutuhan hidup (pangan, sandang dan papan) hingga teknologi obat-obatan dan peralatan perang.

Tujuan riset sebenarnya adalah solusi untuk memecahkan masalah, meningkatkan ilmu, melakukan penafsiran yang lebih baik, dan menemukan fakta yang baru. Riset harus dilakukan sesuai kaidah riset yang sahih sehingga menghasilkan kesimpulan yang sahih pula. Kaidah ini mulai dari latar belakang, tujuan riset, referensi yang relevan, penentuan variabel yang sesuai, hingga metode penelitian. Tahapan analisis data yang tepat juga sangat diperlukan guna menghasilkan kualitas hasil riset yang bisa dipertanggungjawabkan.

Ada kepentingan kapitalis yang menjadikan riset sekadar untuk meraih keuntungan materi. Riset tidak lagi menjadi solusi mengatasi masalah masyarakat, melainkan kerap dijadikan alat untuk mendapatkan profit yang lebih besar. Seharusnya, riset dilaksanakan sesuai kaidah metodologi riset dan menghasilkan penerapan output untuk menyelesaikan masalah.

Riset jangan sekadar untuk mendukung kebijakan yang dipaksakan dan mencari legalisasi penerapannya. Jika demikian, riset akan terpenuhi aroma politik kotor dan memaksakan hasilnya sesuai keinginan birokratisasi. Riset yang sesungguhnya justru akan mati karena terlaksana semata untuk melayani pesanan oligarki guna melanggengkan kekuasaan. Riset sekadar menjadi stempel yang ending-nya adalah kebijakan yang menguntungkan segelintir orang. Saat itulah kematian riset bergema. Ilmuwan hanya menjadi intelektual pesanan sesuai keinginan pemangku kepentingan.

Dalam sistem Islam, riset tidak bisa terlepas dari sistem politik Islam yang akan mewujudkan riset yang mandiri dan berdaulat. Setidaknya ada tiga hal utama dalam sistem politik Islam untuk mewujudkan hal tersebut.

Pertama, visi dan misi riset berlandaskan pada akidah Islam. Visinya adalah riset yang mandiri, berdaulat, dan menyejahterakan. Hal ini mencakup riset di bidang saintek, tsaqafah Islam, dan militer. Sedangkan misi ristek berupa rancangan kemajuan ristek yang didedikasikan bagi kebaikan Islam dan kaum muslim, yakni sarana untuk percepatan dan kemudahan negara dalam menjalankan peran dan fungsi politiknya dalam mengurusi urusan umat. Ini sebagaimana fungsi ilmu dalam Islam ‘bahwa ilmu bagaikan air dalam kehidupan’. Rasulullah SAW menuturkan, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah SWT mengutusku karenanya adalah seperti air hujan yang menyirami bumi…”. (HR Bukhari).

Baca Juga:  Dibalik Kepentingan Event Entrepreneurship Campus

Arti penting visi dan misi riset ini tidak saja sebagai penentu arah, tujuan, dan fungsi riset, melainkan sekaligus sumber spirit dan energi yang luar biasa agar arah, tujuan, dan fungsi riset itu sendiri dapat terjaga.

Kedua, ekosistem riset yang sehat. Untuk menciptakan poin kedua ini, negara mendukung penuh pengelolaan riset, mulai dari pendanaan, infrastruktur, peningkatan SDM, hingga penentuan topik riset yang urgen dilakukan sebagai problem solving di tengah masyarakat. Dengan optimalisasi peran negara dalam riset, ekosistem riset akan menjadi sehat; jauh dari kepentingan pemilik modal yang hanya memperhitungkan cuan dalam riset.

Dalam Islam, peneliti fokus menjalankan penelitiannya sehingga menjadi produk yang berfungsi sebagai solusi masalah masyarakat. Setelah itu, negara yang akan mengeksekusi hasil risetnya. Jika suatu hasil riset perlu diperbanyak agar masyarakat dapat menggunakannya sebagai teknologi tepat guna, negaralah yang melakukan produksi massalnya. Peneliti tidak perlu repot mencari mitra industri atau perusahaan untuk hilirisasi risetnya yang berakibat pada minimnya kemampuan masyarakat mengakses hasil riset tersebut.

Ketiga, penerapan sistem politik Islam dan ekonomi Islam secara kafah. Penerapan sistem kehidupan Islam, khususnya sistem pendidikan Islam yang didukung sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam meniscayakan negara mampu menjamin ketersediaan periset yang professional. Pengelolaan kekayaan berbasis syariat Islam meniscayakan negara berkemampuan finansial yang memadai.

Semua ini bukan teori belaka, melainkan fakta yang pernah terjadi sebelumnya. Kaum muslim menjadi mercusuar dalam bidang pengetahuan dan sains. Dunia mengenal Al-Khawarizmi, Maryam al-Asturlabi, Ibnu Firnas, hingga Al-Jazari. Mereka semua adalah ilmuwan hebat yang mendedikasikan ilmu dan hasil risetnya untuk kebermanfaatan umat manusia. Dengan sistem Islam, riset benar-benar akan mampu menyelesaikan problem masyarakat.

Riset akan berkorelasi penuh dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Tidak ada lagi dominasi industri-kapitalis pada riset perguruan tinggi. Periset melakukan riset murni karena ingin memberikan karya intelektual untuk umat yang didukung penuh pemerintahan Islam yang menjamin hasil riset termanfaatkan untuk umat.

  • Related Posts

    Prostitusi Online Pada Anak, Memalukan Atau Memilukan? 

    Oleh : Ummu WildanPemerhati Anak Kasus demi kasus bermunculan ke permukaan. Jual beli kemaluan anak perempuan dilakukan. Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan namun harus menjadi perhatian untuk dihentikan.  Polsek…

    Legalisasi Aborsi Mengakibatkan Beban Ganda Korban Pemerkosaan

    Oleh : Alesha MaryamPemerhati Generasi Presiden Jokowi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. PP tersebut di antaranya mengatur…

    Baca Juga

    Tingkatkan Imunitas di Kala Musim Hujan dengan Konsumsi Ini

    • By EDP JKT
    • September 11, 2024
    • 33 views
    Tingkatkan Imunitas di Kala Musim Hujan dengan Konsumsi Ini

    H Yuni dan Keluarga Peringati Maulid Nabi dan Tasyakuran Rumah Baru

    H Yuni dan Keluarga Peringati Maulid Nabi dan Tasyakuran Rumah Baru

    Samsung Tegaskan Komitmen “AI For All” di IFA 2024

    • By EDP JKT
    • September 11, 2024
    • 56 views
    Samsung Tegaskan Komitmen “AI For All” di IFA 2024

    Dekan FU UIN Jakarta : Agama Bukan Pembelah, Namun Pemersatu

    • By EDP JKT
    • September 11, 2024
    • 84 views
    Dekan FU UIN Jakarta : Agama Bukan Pembelah, Namun Pemersatu

    Kalimantan Post Luncurkan Mini Seri “Celoteh Cantrik Sang Guru Bangsa”

    • By EDP JKT
    • September 9, 2024
    • 115 views
    Kalimantan Post Luncurkan Mini Seri “Celoteh Cantrik Sang Guru Bangsa”

    Ragam Baterai Kendaraan Listrik

    • By EDP JKT
    • September 8, 2024
    • 89 views
    Ragam Baterai Kendaraan Listrik