Oleh : Ummu Maryam
Aktivis Dakwah
Pada 7 Oktober lalu pejuang Hamas melancarkan Operasi Badai Al Aqsha terhadap penjajah Yahudi. Serangan tersebut merupakan serangan terbesar yang pernah dilancarkan Hamas ke wilayah Israel. Korban tewas lebih dari 800 orang. (Sindonews.com).
Pakar hubungan internasional Dr Hasbi Aswar menilai, serangan Hamas terhadap Israel ini merupakan simbol perlawanan bangsa Palestina.
“Hamas hanya simbol saja. Ini perlawanan bangsa atau masyarakat Palestina terhadap penjajahan Yahudi yang mereka derita selama berpuluh-puluh tahun. Jutaan orang meninggal, rumah mereka dirampas hingga harus meninggalkan rumahnya sendiri,” tuturnya kepada MNews, Kamis (12-10-2023).
Hasbi kecewa, rakyat Palestina dibiarkan sendiri tanpa ada yang membela. “Masyarakat Arab enggak, PBB enggak, negara-negara besar enggak, akhirnya meledaklah serangan itu,” tandasnya.
Gaza, lanjutnya, sejak 2007 diblokade dan dikepung oleh Israel, baik udara, laut, maupun darat. Bahkan sekarang keran air pun tidak bisa dibuka karena air minum Gaza selama ini dari Israel.
“Karena pengepungan ini, Gaza sering disebut sebagai penjara terbesar di dunia. Bahkan dikabarkan Israel tahu alamat setiap rumah yang ada di Gaza sampai nomor teleponnya sekalipun. Israel bisa membunuh atau menculik mereka kapan saja,” imbuhnya.
Rakyat Palestina, terangnya, tidak punya cara lain untuk menyampaikan kepada dunia bahwa mereka butuh pertolongan, kecuali harus menyerang dulu sehingga dunia bereaksi.
“Jadi poinnya serangan Hamas itu memang sudah seharusnya demikian. Negara mana pun, termasuk Indonesia jika diperangi dan tidak punya cara untuk memperjuangkan keadilan karena tidak ada yang peduli maka tidak ada solusi lain, kecuali melawan,” bebernya.
Hasbi menyesalkan, media Barat mem-framing serangan Hamas ini sebagai serangan teroris. Menurutnya, perang yang terjadi bukan hanya perang fisik, tetapi juga perang narasi. Perang narasi ini, ucapnya, dilakukan untuk meraih dukungan internasional karena sampai hari ini yang mendukung Israel hanya elite politik Barat.
“Keji sekali, Inggris, Australia, Amerika, bahkan termasuk Ukraina menyamakan perlawanan Hamas terhadap Israel seperti invasi Rusia ke Ukraina. Enggak nyambung!” tukasnya.
Semua data hasil penelitian, bebernya, menunjukkan bahwa setiap kali Israel menyerang, dibuat bahasa-bahasa pembelaan bahwa ini akibat provokasi Hamas.
“Media global dan pemimpin Barat secara berjemaah mengatakan, mereka mendukung Israel yang sedang diperangi oleh kelompok teroris Hamas,” ungkapnya.
Media mainstream, terangnya, seperti New York Time bahkan Israel Times, Jerusalem Post, BBC, The Guardian selalu mem-framing dengan sebutan teroris. “Namun, masyarakat sudah mulai menyadari bahwa media-media tersebut milik para kapitalis yang berkoalisi dengan penguasa sehingga masyarakat lebih senang dengan media sosial daripada nonton berita yang jelas di-framing itu,” jelasnya.
Hasbi memberi alasan, kalau melalui pemberitaan dan TV itu sudah tahu dari mana jurnalis dan medianya, sedangkan kalau media sosial TikTok, YouTube, Instagram, X, itu laporan langsung dari lapangan.
“Israel selalu gagal membuat framing untuk mendukung Israel, karena realitasnya Israel yang paling banyak membunuhi orang dengan sewenang-wenang, ” cetusnya.
Menurutnya, Amerika tidak akan men-support Israel dengan skala besar-besaran karena setiap tahun senjata-senjata terbaru Amerika pasti dikirim ke Israel.
“Senjata Amerika itu sering dipakai untuk tes-tes di Gaza. Jadi, Gaza itu bagian dari eksperimen senjata-senjata terbaru Amerika yang dikirim ke Israel. Setiap ada senjata baru di Amerika, Israel pasti dikirim, sehingga saat ini Amerika tidak perlu memberikan dukungan secara militer kepada Israel karena sudah seperti itu yang dilakukan setiap tahun,” ulasnya.
Meski demikian, ungkapnya, dukungan masyarakat internasional terhadap rakyat Palestina semakin besar.
“Kekuatan masyarakat makin besar. Kekuatan itu tidak hanya datang dari dunia Islam, tapi juga dari Eropa, Asia, dan seterusnya,” tambahnya.
Menurut Hasbi, akar masalah Palestina bermula dari gerakan zionis Yahudi yang di-support oleh negara-negara besar
“Yahudi menduduki Pelestina, mengusir orang-orang Palestina dengan mengatasnamakan sejarah, padahal sejarah itu hanya legitimasi saja. Yang mereka inginkan adalah tinggal di Palestina demi kepentingan negara-negara besar,” ulasnya.
Israel sendiri, kata Hasbi, tidak memiliki kekuatan apa-apa, yang memberikan kekuatan Israel adalah Amerika, NATO, dan sekutunya yang menyuplai senjata, teknologi, dan uang tanpa batas.
“Jadi, yang membuat Israel bertahan karena negara-negara besar mem-backup-nya. Di samping itu negara-negara Arab juga tunduk kepada kekuatan Barat. Ini yang membuat Israel bisa tetap langgeng hingga hari ini. Jadi, ini masalah kepentingan politik negara-negara Barat yang sengaja menciptakan instablitas di Timur Tengah dengan menanamkan tubuh asing (Yahudi) di wilayah itu,” terangnya.
Menurut analisis Hasbi, yang dominan di Palestina saat ini adalah Israel, dan sampai kapan pun Israel tidak mungkin membagi dua wilayah ke dalam wilayah Israel dan Palestina.
“Israel sangat paham, Palestina tidak mungkin mau membagi negara miliknya kepada Yahudi yang menjajahnya. Yahudi pun mustahil mau melakukan itu karena Israel maunya menguasai Palestina. Faktanya, hari ini Israel yang di-support oleh negara-negara besar, berkuasa atas Palestina,” bebernya.
Dengan kekuatan persenjataan dan teknologi yang dimiliki Israel saat ini, lanjutnya, Hamas tidak bisa mengalahkan Israel. Dunia Islam pun tidak membantu Palestina, tetapi tunduk pada arahan Barat.
“Maka, tidak ada solusi lain, kecuali umat Islam bersatu dengan memperkuat diri dengan kekuatan militer yang tangguh, kekuatan ekonomi yang tangguh, yang bisa menandingi kekuatan super power yang ada di belakang Israel,” yakinnya.
Syaratnya, ucap Hasbi, harus independen seperti di masa lalu pada saat umat Islam menjadi negara independen dan menjadi super power.
Terakhir, ia berpesan kepada kaum muslim agar mendoakan para mujahidin yang gugur karena peperangan ini menjadi syahid dan masuk surga, kemudian Allah memudahkan segala urusan dan memudahkan semua perjuangan kaum muslim dalam membebaskan semua dunia Islam yang terjajah.
“Betapapun musuh itu memiiliki tentara yang sangat banyak, maka jangan khawatir karena sedikit pasukan dengan izin Allah akan selalu menang melawan mereka. Pasukan yang berjuang atas nama Allah tidak pernah kalah dan akan selalu menang,” pungkasnya. (MNews.com 13/10/23)