Oleh : Ade Hermawan
Pemerhati Pemilu
Kampanye adalah salah satu bentuk komunikasi politik yang esensinya merupakan strategi kontrol sosial dalam rangka mengarahkan psikologi dan perilaku pemilih untuk menyesuaikan dan mengikuti program dari suatu partai politik. Oleh karena itu, kampanye memiliki peran penting untuk memajukan kehidupan politik dalam berdemokrasi dengan cara memberikan informasi kepada pemilih, mendorong partisipasi aktif dalam proses pemilu, serta membentuk opini publik terkait dengan berbagai isu politik. Namun, kampanye juga harus dijalankan secara bertanggung jawab agar dapat memastikan proses pemilihan berlangsung secara adil dan transparan.
Tahapan Pemilu 2024 telah memasuki masa kampanye, yaitu kampanye dilaksanakan selama 75 hari mulai pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Berkaitan dengan masalah kampanye, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan dengan Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang membolehkan lembaga pendidikan dijadikan sebagai salah satu tempat untuk berkampanye dengan syarat, yaitu : Pertama, kampanye di kampus harus berdasarkan undangan atau izin rektor atau penyelenggara, bukan keinginan calon peserta (pemilu). Kedua, peserta pemilu yang diundang ke kampus tidak membawa atribut kampanye atau alat peraga kampanye. Ketiga, Kampanye dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu dan dilaksanakan pada ruangan/tempat yang tidak mengganggu proses belajar mengajar.
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Komisi Pemilihan Umum melakukan revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum dengan menempuh aspek formil seperti FGD, dan uji public. Tempat pendidikan masih dapat digunakan dengan persyaratan atau pengecualian, yakni dengan adanya izin oleh penanggung jawab tempat pendidikan tersebut.
Kampanye di tempat pendidikan perlu diatur dengan baik oleh penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum. Komisi Pemilihan Umum harus memperhatikan beberapa hal seperti, pengaturan netralitas birokrasi bagi dosen maupun pengajar di lembaga pendidikan. Kemudian Komisi Pemilihan Umum perlu mengatur tempat dan metode kampanye jika dalam pelaksanaanya terjadi penggunaan media sosial dan media dalam jaringan. Karena saat ini, perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat membawa perubahan dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam kampanye di kampus, Partai politik peserta pemilu termasuk para kandidat presiden dapat menguji, mempertajam visi-misi, dan programnya melalui diskusi maupun berdebat dengan kalangan civitas akademika perguruan tinggi. Selain harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan, Ada sejumlah hal yang harus betul-betul dijaga oleh kampus dalam penyelenggaraan kampanye. yaitu, kampus jangan sampai jadi partisan apalagi terlibat dalam politik praktis. Selanjutnya kampus harus menjunjung tinggi marwah akademisnya agar terpelihara independensi. Serta kampus harus bersikap adil dengan tidak
condong kepada salah satu partai dan calon atau bahkan menjadi tim suksesnya.
Kita semua tentu bertanya-tanya, mengapa sekarang kampanye diperbolehkan dilaksanakan di lembaga pendidikan. Alasan yang masuk akal mengapa lembaga pendidikan atau kampus menjadi tempat yang diperbolehkan untuk kegiatan kampanye ialah : Pertama, karena mahasiswa masuk dalam kategori pemilih muda yang
harus diberikan pendidikan politik. Diperkenankannya kampanye di kampus sebagai langkah cerdas dalam mengantisipasi semakin tingginya anak muda yang apatis terhadap politik. Kedua, Kampanye sebagai pendidikan politik di kampus merupakan langkah mengantisipasi apatisme di kalangan kaum terpelajar. Dan Apatisme yang tinggi juga akan menjadi tidak baik bagi kelanjutan demokrasi dan pembangunan bangsa kita kedepannya. Ketiga, Tempat pendidikan utamanya kampus dianggap menjadi lokasi yang cocok untuk menguji gagasan para peserta pemilu. Keempat, Kampus dianggap sebagai medan potensial untuk memperoleh suara pemilih muda. Kampus dengan mahasiswa yang banyak yang akan menjadi tujuan para caleg. Banyak kampus-kampus negeri diprediksi akan menjadi incaran para caleg melakukan kampanye karena Kelompok pemilih mudalah yang mendominasi dari jumlah pemilih pada Pemilu 2024. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum yang telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024. Jumlah pemilih tetap mencapai 204.807.222 pemilih. Dari jumlah tersebut, sebanyak 66.822.389 atau 33,60 persen pemilih dari generasi milenial. Sedangkan pemilih dari generasi Z adalah sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85 persen dari total DPT Pemilu 2024. Jika diakumulasikan, total pemilih dari kelompok generasi milenial dan generasi Z berjumlah lebih dari 113 juta pemilih. Kedua generasi ini mendominasi pemilih Pemilu 2024, yakni sebanyak 56,45 persen dari total keseluruhan pemilih. Kelima, bahwa generasi muda memiliki tanggung jawab moral untuk mengetahui secara langsung calon pemimpinnya, disatu sisi mahasiswa dianggap kaum terdidik yang mampu memberikan sumbangsih pemikiran terhadap kemajuan bangsa. Keenam, kampanye di tempat pendidikan akan membuka kebebasan politik civitas akademika di lembaga pendidikan. Karena selama ini lembaga dan tempat pendidikan dijauhkan dari kehidupan politik.
Pelaksanaan kampanye di kampus akan berjalan sesuai dengan maksud dan tujuannya manakala semua pihak yang berkepentingan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan pelaksanaan kampanye di kampus, yaitu : Pertama, partai politik serta kandidat capres perlu didorong untuk memanfaatkan kampanye di lembaga pendidikan dengan memberikan pendidikan politik yang baik, memberikan informasi tentang visi, misi, dan program yang ditawarkan kepada civitas akademika khususnya mahasiswa. Ini juga menjadi kesempatan bagi partai politik untuk membuka kesempatan luas bagi mahasiswa untuk mengajak berkiprah dan berpartisipasi dalam politik secara signifikan. Kedua, mendorong para partai politik serta kandidat capres untuk merespons isu-isu yang menjadi perhatian civitas akademika khususnya anak muda, seperti isu pendidikan, pemberantasan korupsi, dan lapangan kerja. Partai politik dan kandidat capres dapat merespon melalui kampanye yang informatif dan edukatif untuk menarik suara anak muda yang belum menentukan pilihannya. Ketiga, Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu perlu memperjelas aturan untuk pengaturan dan pengawasan kampanye di lembaga pendidikan serta menyelaraskan peraturan-peraturan yang telah ada. Termasuk jika ada penggunan media sosial dan media jaringan dalam kegiatan kampanye di lembaga pendidikan. Keempat, Bawaslu perlu memperkuat penegakan sanksi administratif atas pelanggaran kampanye di lembaga pendidikan, mengumumkan kepada publik secara berkala tentang kasus pelanggaran kampanye di media sosial dan mengeluarkan peringatan kepada peserta yang melanggar peraturan kampanye.
Ada beberapa hal yang perlu dihindari dalam pelaksanaan kampanye di kampus yaitu : suatu Lembaga pendidikan hanya akan mengundang calon-calon yang mereka kehendaki dan senangi dan Lembaga pendidikan terlibat dalam politik praktis. Jika kedua hal tersebut terjadi, maka bakal ada kampus yang mengundang salah satu capres saja, sementara kampus lain mengundang capres lainnya. Kampus satu dan kampus lain saling beda pilihan. Sehingga mahasiswanya terdampak polarisasi Pemilu 2024. Kampus akan terlibat dalam konflik horizontal, dan jika sudah terjadi demikian maka sangat memungkinkan terjadinya konflik di dalam atau luar kampus, bisa antar-dosen dan antar-mahasiswa hanya dipicu gara-gara beda pilihan,.
Kesimpulannya adalah bahwa kampanye di kampus memang urgen dilaksanakan karena hampir sebagian besar anak muda membutuhkan informasi peserta yang nanti akan berkontestasi dalam Pemilu 2024. Informasi ini dibutuhkan mereka untuk menjadi dasar keputusan mereka untuk memilih pada hari pemungutan suara.