JAKARTA, Kalimantanpost.com – Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan awal puasa atau 1 Ramadhan 1445 Hijriah/2024 Masehi jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024, usai diputuskan melalui Sidang Isbat di Gedung Kemenag RI, Jakarta, Minggu (10/3/2024).
“Hasil Sidang Isbat menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada hari Selasa,” ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, saat memimpin konferensi pers penetapan sidang Isbat.
Dengan penetapan itu, pada Senin malam umat Islam di Indonesia dapat melaksanakan Shalat Tarawih. Sidang isbat ini diikuti sejumlah perwakilan organisasi keagamaan, ahli astronomi, Komisi VIII DPR RI, hingga perwakilan negara sahabat.
Pengumuman penetapan dilakukan secara daring dan luring. Dengan demikian, masyarakat sama-sama bisa langsung menyaksikannya melalui tayangan di laman media sosial resmi Kemenag.
Sidang isbat sendiri digelar Minggu sejak pukul 17.00 WIB sampai ditutup dengan penetapan awal puasa Ramadhan. Kegiatan diawali paparan secara terbuka mengenai posisi bulan sabit baru (hilal) berdasarkan data astronomi oleh para pakar.
Sidang Isbat mempertimbangkan informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyatul) hilal.
Kegiatan dilanjutkan dengan Shalat Maghrib berjamaah kemudian dilakukan sidang tertutup. Setelahnya, sidang isbat diumumkan melalui konferensi pers.
Berbeda dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menetapkan awal Ramadhan pada Senin (11/3).
Perbedaan penentuan awal Ramadhan terjadi bukan karena metode hisab dan rukyat melainkan perbedaan kriteria yang dipedomani oleh tiap-tiap organisasi Islam, termasuk pemerintah.
Kriteria wujudul hilal digunakan Muhammadiyah, sedangkan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) digunakan oleh Nahdlatul Ulama dan beberapa organisasi keagamaan lain di Indonesia.
Adapun Pemerintah melalui Kementerian Agama memedomani kriteria baru yakni MABIMS yang disepakati Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Kriteria MABIMS ini menetapkan tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi bulan (jarak sudut bulan-matahari) minimal 6,4 derajat.
Di kesempatan itu, Menteri Agama Yaqut Cholil mengungkapkan, perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan merupakan hal yang lumrah dan tetap harus saling menghormati serta menjunjung nilai toleransi.
“Ada beberapa perbedaan dan itu lumrah saja. Namun kita harus tetap saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi sehingga tercipta suasana yang kondusif,” ujar Menag
Menag mengajak umat Islam untuk menjadikan momentum Ramadhan ini untuk saling mengintrospeksi diri sendiri, memperbanyak ibadah, dan kembali bergandengan tangan pascakontestasi politik.
“Perjuangan politik, biarkan berlalu, mari kita berjuang meraih fitri,” katanya.
Senada dengan Menag, Ketua MUI Abdullah Zaidi mengajak agar saling menghormati akan perbedaan penentuan awal Ramadhan. Masyarakat tak perlu membesar-besarkan masalah ini, justru harus menjadi perekat persaudaraan dan persatuan.
“Yang terpenting tingkatkan kesalehan kita, dengan kepedulian sosial kita kepada saudara-saudara kita yang memerlukan uluran tangan kita,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII RI Ashabul Kahfi mengatakan perbedaan penentuan awal Ramadhan menunjukkan kekayaan dan dinamika dalam pemahaman terhadap ilmu falak dan metode hisab yang digunakan.
“Sidang isbat momen penting bagi kita untuk bersama-sama menentukan awal bulan Ramadhan. Ini waktu di mana kita dituntut memperhatikan perbedaan pendapat yang ada sambil tetap mempertahankan semangat persatuan dan persaudaraan,” kata dia.
Menurutnya, Ramadhan bukan hanya tentang menentukan tanggal, tetapi mempersiapkan diri untuk bulan penuh berkah dalam meningkatkan takwa, kesabaran, dan keikhlasan.
“Semangat Ramadhan harus tetap hidup tidak peduli tanggal dimulainya. Oleh karena itu, saya mengajak semua pihak untuk terus berdialog dan berdiskusi demi mencapai pemahaman bersama yang akan membawa kita pada persatuan dan kebersamaan umat Islam,” katanya. (Ant/KPO-3)