Iklan
Iklan
Iklan
EKONOMIHEADLINE

Ini Saran DJPb Kalsel Mengurangi Celah Kebocoran PAD dan Bahas Munculnya Fenomena Resentralisasi

×

Ini Saran DJPb Kalsel Mengurangi Celah Kebocoran PAD dan Bahas Munculnya Fenomena Resentralisasi

Sebarkan artikel ini
Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kalsel, Syafriadi dan jajaran bersama wartawan foto bersama usai acara halal bi halal di Excelso Banjarmasin, Senin (29/4/2024) siang. (Kalimantanpost.com/Repro humas DJPb Provinsi Kalsel)

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Suasana penuh keakraban mewarnai acara halal bi halal antara Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kalsel, Syafriadi dan jajaran bersama wartawan di Excelso Banjarmasin, Senin (29/4/2024) siang.

Syafriadi yang didampingi Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran (PPA) II Juanda, Kepala Seksi PPA II A Arif Budi Rahman dan Kepala Seksi PPA II C Kanwil DJPb Achmad Fajar Setiawan juga meminta masukan dari wartawan apa saja yang kurang dalam pemberitaan selama ini, sehingga bisa diperbaiki.

“Kami sangat berterima dengan teman-teman yang selalu mengupload berita berbagai kegiatan DJPb Provinsi Kalsel sehingga bisa diketahui masyarakat luas, khususnya di Banua,” ujar Syafriadi.

Ditambahkan dia, dalam diskusi yang berlangsung cukup santai dan akrab itu juga menyampaikan tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pra dan Paska Pandemi di Kalimantan Selatan.

“PAD sudah normal bahkan melebihi angka pra pandemi yang berarti aktivitas ekonomi masyarakat di Kalsel telah mulai stabil dan pulih akibat pandemi,” katanya.

Di dalam dialog itu Syafriadi juga menyampaikan perlunya Pemda menggali potensi pendapatan asli daerah seperti penarikan pajak dan retribusi di daerah yang belum optimal atau BUMD di daerah juga belum banyak memberi keuntungan.

“Untuk mengurangi celah kebocoran yang berdampak pada capaian PAD, Pemda perlu meningkatkan digitalisasi administrasi perpajakan daerah, memperkuat kapasitas dan
integritas melalui supervisi dan sanksi,” jelasnya.

Syafriadi juga menyebut digitalisasi akan mendorong keuangan daerah dikelola secara efisien, tidak mengalami kebocoran, dan lebih transparan. Transparansi tidak bisa dihindarkan. Aliran uang ke mana pun akan diketahui secara pasti,” tegasnya

Dijelaskannya, langkah Bank Indonesia (BI) meluncurkan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah
(P2DD) patut diapresiasi. “Saat ini terdapat 110 tim P2DD dari 542 daerah otonom. Tugas tim
adalah mempercepat dan memperluas digitalisasi transaksi keuangan di daerah. Pemerintah tengah menyiapkan payung hukum untuk mempercepat digitalisasi transaksi keuangan daerah Otonomi Daerah

Baca Juga:  Bangunan Taman Budaya Tidak Cerminkan Pusat Pendidikan Kebudayaan Banjar

Kepala Seksi PPA II A, Arif Budi Rahman menambahkan beberapa tahun terakhir muncul pandangan negatif tentang otonomi daerah dan fenomena resentralisasi.

“Hal itu tak lepas dari sejumlah kebijakan pusat yang erosif terhadap otonomi
daerah. Misalnya UU Cipta Kerja yang menarik izin IMB dan UU No 3/2020 tentang Minerba yang mengambil tambang galian C (pasir dan kerikil) ke pusat adalah contoh nyata resentralisasi
administrasi dan ekonomi,” tandasnya.

Ditambahkan Arif, sementara contoh resentralisasi politik adalah pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah bila terjadi kekosongan (vacuum of power) jabatan dalam tempo lama, yang dilakukan langsung oleh Presiden, bukan lewat pemilihan di DPRD atau perpanjangan masa jabatan kepala daerah yang notabene dipilih langsung oleh rakyat.

Arif juga mengungkapkan reformasi Perpajakan Daerah
untuk mengatasi simtom kegagalan otonomi daerah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan.

Pertama, kata dia, di samping memberikan DBH perpajakan, pemerintah juga perlu
mengoptimalkan penerimaan pajak yang pungut oleh pemda dengan cara melakukan reformasi sistem perpajakan daerah.

“Reformasi tersebut dapat dimulai dengan menetapkan standar pendaftaran, pengawasan, pemungutan, dan pelaporan pajak daerah yang terintegrasi. Hal ini dimaksudkan agar
terjadi kesamaan persepsi antar daerah mengenai subyek obyek pajak daerah,” tandasnya.

Kedua, alih-alih memberikan DBH PPh Pasal 25 Orang Pribadi, akan lebih baik apabila pemerintah memberikan DBH PPh Final PP 23 UMKM. Hal ini bertujuan agar DBH
tersebut dapat digunakan kembali oleh pemda setempat untuk pengembangan UMKM
yang umumnya menjadi fondasi dan roda penggerak perekonomian daerah. Di saat industri besar bertumbangan pada masa krisis ekonomi 1998, UMKM terbukti tangguh
dalam melewati krisis tersebut.

Ketiga, pemerintah perlu menjaga agar tak terjadi stuck dalam policy circle dengan cara memberikan kewenangan ke pemerintah pusat untuk melakukan pengaturan ulang
peraturan daerah yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih. (ful/KPO-3)

Baca Juga:  Aulia Kasih Wakili Kalsel Lomba Bercerita Tingkat SD/MI Nasional

Iklan
Iklan