Oleh : ANDI NURDIN LAMUDIN
Jika mempelajari bilangan dan logika, pasti ada awal dan pasti ada akhir. Seringkali orang sains mengerti jika ada Tuhan yang Maha Esa. Atau kuasa prima, artinya penyebab pertama yang tidak disebabkan. Namun mereka terkadang bingung dengan makna amaliah atau katakanlah, bagaimana sebenarnya tingkah laku seseorang itu untuk percaya kepada Tuhan. Agama? Lihat-lihat dulu, mana agama yang benar-benar meng-Esakan tuhan. Terkadang, agama yang ada sebelum Islam membingungkan dalam pengamalan Tauhid. Dapat dikatakan Tauhid namun bercampur, cenderung kepada kemusyrikan.
Karena itu, jika melihat kepada rumusan piagam Jakarta, maka dalam sila pertama itu adalah, “Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Sebenarnya ini adalah rumusan terbaik, untuk mengatasi bermacam-macam makna Esa, namun masih samar. Seperti rumusan Trinitas, Esa namun terbagi dalam bebarapa unsur. Itu sebenarnya dapat dikatakan dengan makna “Kesatuan”. Namun akan berbeda, jika makna Tauhid itu adalah “Maha Esa, dan tiada serikat bagiNya”. Jadi harus ada penegasan makna, dimana Maha Esa, dan tiada serikat bagiNya.
Dalam makna rumusan Piagama Jakarta, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Artinya silahkan bertuhan, namun dalam Islam makna Tauhid itu dengan menjalankan syariat Islam. Tidak mungkin menjalankan makna penafsiran dari Yahudi atau Nasrani dalam makna Tauhid juga.
Berketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Adalah sebuah strategi yang bagus. Dimana tambahan makna menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, maknanya silahkan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, namun Islam akan menjalankan caranya dengan menjalankan syariat Islam sesuai dengan ajarah Nabi Muhammad SAW. Bagi itupun dibatasi dengan Menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, dengan arti mereka yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun bukan Islam tentunya tidak ada kewajiban baginya, untuk menjalankan syariat Islam. Memang Islam yang sempurna, serta Islam yang mungkin hanya dipercaya sebagian itu memang berbeda.
Makna sesungguhnya daripada percaya kepada Tuhan Yang maha Esa adalah, dengan tiada menghilangkan makna Rasululah SAW. Sesuai dengan kalimat Shahadatain. Tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, jika dalam rumusan Islam. Hanya percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun amalnya tidak sesuai dengan ajaran Muhammad. Atau seperti hanya percaya kepada Muhammad SAW, namun tidak berpegang kepada Al-Qur’an. Betapa banyak masalah Subhat, yang tidak kita mengerti, jika kita bisa terputus di dalam mempelajari Tauhid dalam makna yang sesungguhnya.
Karena itu sekali masuk dalam wilayah kemusyikan, maka wilayah itu akan terus menarik kearah itu. Maka jika terus dalam amalan Tauhid, terus juga diperkuat, sehingga tiada lagi lubang-lubang tempat masuk kemusyrikan. Mereka yang menganggap remeh, mereka yang lalai, mereka yang terlalu banyak bermain di dalam toleransi semata, akan mudah jatuh kepada kemusyrikan. Maka detik-detik berikutnya akan menentukan perjalanan seseorang. Ibarat berlari menuju finish, maka itulah yang akan menentukan kehidupan berikutnya. Kita tidak boleh berhenti untuk mengkaji Tauhid, dalam masalah apapun. Karena mereka yang mecoba untuk memisahkan agama dengan negara lalai.