ANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Lembaga Sensor Film (LSF) RI melaksanakan literasi dan edukasi hukum bidang perfilman dan penyensoran di Kalsel, Kamis (3/10/2024).
“Kita perlu melakukan literasi dan edukasi ini agar bisa mengembangkan perfilman, namun tidak melanggar aturan,” kata Ketua Komisi II LSF RI, Ervan Ismail pada Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan Penyensoran di Kalsel.
Ervan mengatakan, LSF kini memiliki tantangan berat dengan adanya transformasi digital, karena film tidak hanya ditonton di bioskop, namun juga diberbagai platform digital.
“Semuanya bergabung di platform digital, termasuk film,” tambahnya.
Hal ini berpengaruh pada tugas LSF, yang harus menjaga dan melindungi masyarakat dari dampak negatif film.
“Sementara di platform digital, banyak bertebaran film yang tidak melalui sensor film,” ujar Ervan.
Selain itu, LSF juga bertanggungjawab untuk menumbuhkembangkan industri perfilman.
“Jadi bagaimana agar sineas bisa menghasilkan film yang tidak melanggar aturan,” jelasnya.
Untuk itulah, mereka perlu dibekali pengetahuan hukum bidang perfilman dan penyensoran, agar tidak melanggar aturan.
“Kita ingin mereka bisa berkarya, namun tidak menimbulkan masalah,” kata Ervan.
Hal senada ditegaskan Ketua Subkomisi Penelitian dan Pengembangan LSF RI, Zakia Ramallah, produksi film harus mempertimbangkan balik modal, namun harus taat aturan.
“Film itu bicara budget dan kreativitas,” tegas Zaqia.
Namun, ada beberapa aturan yang harus diketahui, agar karya film bisa dinikmati masyarakat, tanpa melanggar ketentuan Undang-undang dan peraturan.
“Jadi tetap bebas berkreativitas, namun tetap bertanggungjawab atas dampaknya,” jelasnya. (lyn/KPO-4)