Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Hikmah Besar yang Bisa Diambil dari Peringatan Haul

×

Hikmah Besar yang Bisa Diambil dari Peringatan Haul

Sebarkan artikel ini

Oleh: Hafizhaturrahmah
Santriwati MAN PK Martapura

Secara etimologi, haul berarti satu tahun, sebagaimana dinyatakan dalam buku “Peringatan Haul Ditinjau dari Hukum Islam” dari KH Hanif Muslih. Secara istilah, bermakna peringatan yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan serangkaian kegiatan yang ditujukan dalam rangka peringatan satu tahun meninggalnya seorang tokoh, terlebih seorang ulama berpengaruh. Dalam acara haul biasanya terdapat beberapa kegiatan di antaranya: doa bersama, ziarah, dzikir, tahlil, halaqah, manaqib, khataman Al-Qur’an, bakti sosial, pengajian atau ceramah keagamaan, seminar pemikiran tokoh terkait, kegiatan kesenian, bedah buku, dan lain sebagainya.

Baca Koran

Haul bertujuan untuk mengenang jasa orang yang sudah tiada dan sebagai pengingat kematian, sebagaimana nasehat ulama, “Wa Kafaa Bil Mauti Wa Idzho”, yang artinya “Cukuplah Kematian Sebagai Pemberi Nasehat”. Bahkan Rasulullah SAW bersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian”. (HR. Tirmidzi). Abdullah bin Umar RA bercerita, Aku pernah bersama Rasulullah SAW, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya”. Orang ini bertanya lagi, “Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?” Beliau menjawab, “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal”. (HR. Ibnu Majah).

Rasulullah SAW mengunjungi makam para pahlawan Uhud setiap tahun. Jika telah sampai di Syi’ib (tempat makam mereka), beliau mengeraskan ucapannya, “Assalamu ‘alaikum bima shabartum fani’ma ‘uqba ad-dar (Semoga kalian selalu beroleh kesejahteraan atas kesabaran yang telah kalian lakukan. Sungguh, akhirat tempat yang paling nikmat)”. Abu Bakar, Umar, Utsman juga melakukan hal yang serupa. Maka dapat diketahui sejarah asal mula haul ini telah ada sejak zaman Rasululllah SAW.

Memperingati hari wafat para wali dan para ulama termasuk amal yang tidak dilarang agama. Ini tiada lain karena peringatan itu biasanya mengandung sedikitnya tiga hal: ziarah kubur, sedekah makanan dan minuman yang semuanya tidak dilarang agama. Sedang unsur ketiga adalah karena ada acara baca al-Qur’an dan nasihat keagamaan. Kadang dituturkan juga manaqib (biografi) orang yang telah meninggal. Cara ini baik baik untuk mendorong orang lain untuk mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan si mayit, sebagaimana telah disebutkan Ibnu Hajar bahwa ungkapan terperinci dari al-Ubab adalah haram meratapi mayit sambil menangis seperti diceritakan dalam al-Adzkar dan dipedomani dalam al-Majmu’, al-Asnawi membenarkan cerita ini. Sampai pernyataan, menuturkan biografi orang alim yang wira’i dan saleh guna mendorong orang mengikuti jalannya dan berbaik sangka dengannya. Juga agar orang bisa lagsung berbuat taat, melakukan kebaikan seperti jalan yang telah dilalui almarhum. Inilah sebabnya sebian sahabat dan ulama selalu melakukan hal ini sekian kurun waktu tanpa ada yang mengingkarinya. (Al-fatawa al-Kubra, juz II hlm, 18: Ahkam al-Fuqaha, juz III, hlm. 41-42).

Baca Juga :  Salah Kaprah Kampus sebagai Pabrik Pekerja

Secara Syar’i tidak ada larangan dalam berkumpul bersama untuk memberikan hadiah pahala kepada mayit dengan semisal; memberikan sedekah makan, baca Al-Qur’an baik dalam peringatan 40 hari atau haul. Pembacaan Al-Qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit adalah suatu yang dianjurkan dan disyariatkan. Diyakini oleh para ulama, pahala bacaan ayat-ayat Allah itu sampai kepada mayit.

Banyak kita saksikan orang yang hidup lupa akan kematian, bak hidup 1000 tahun lamanya. Maksiat, berbuat zholim, korupsi, sikut sana sikut sini, tak ingat kematian selalu mengintainya. Bagi yang mengadakan haul, supaya ingat kembali pada tokoh yang dihaulkan bahkan orangtua atau leluhur yang sudah mendahului.

Sungguh kematian itu tidak mengenal usia, baik yang muda apalagi yang tua. Janganlah bangga sama umur muda, punya tubuh segar, wajah tampan/cantik, Kesehatan terjamin, mengira akan jauh dari kematian. Umur manusia tambah lama tambah berkurang, berbeda dengan zaman dulu. Nabi Adam (1000 th), Nabi Idris (865 th), Nabi Nuh (950 th), Nabi Hud (467 th), Nabi Ibrahim (200 th), Nabi Musa (120 th), Nabi Daud (100 th), Nabi Isa (33 th), Nabi Muhammad (63 th) dan Umat Nabi Muhammad SAW (50-70 th)

Allah berfirman dalam QS Al A’raf: 34, setiap umat mempunyai batas waktu: “Wali kulli ummatin ajlun fa-idzaa jaa-u, ajluhum laa yastak-khiruuna sa-atan walaa yastaqdimuun”, yang artinya: “Dan setiap umat mempunyai batas waktu maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannnya”.

Peringatan Haul tidak semata-mata hanya pelaksanaan seremonial saja, tapi ada hikmah yang dapat kita ambil sebagai pelajaran atau nilai lebih dari apa yang kita laksanakan.

Dari peringatan Haul, hikmah yang dapat kita ambil yaitu pertama, dalam rangka lil Istighfar yang artinya memohon ampunan kepada Allah swt dengan berdoa agar yang diperingati haulnya diberikan ampunan atas segala perbuatan selama di dunia, serta berdoa untuk diri sendiri agar senantiasa mendapat rahmat Allah SWT.

Allah berfirman, “Walladziina jaa-u mim ba’dihim yaquuluuna, Robbanaghfirlanaa wali ikhwaaninalladzina tsabaaquna bil ‘iman, walaa taj’al fii quluubina ghillan lilladzina aamanu, robbanaa innaka ro’ufurrahiim”, yang artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdoa: “Yaa Rabb Kami beri ampunanlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami dan janganlah engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan Kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hasyr : 10).

Baca Juga :  Solusi dari Akar Permasalahan Tindak Pembunuhan Pelajar

Dari QS Al Hasyr tersebut menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfaatan yang dapat diberikan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah doa. Ayat tersebut mencakup umum yaitu doa yang ditujukan pada orang yan masih hidup dan orang yang telah wafat.

Pada Riwayat lain, ada pula anak yang bertanya pada Rasulullah SAW: “Bagaimana cara berbakti pada orangtua yang sudah wafat? Kata Rasul: “Ash-sholaytu ‘alayhima”, yang artinya, “Doakan keduanya”.

Dalam acara haul ini kita berdoa bersama supaya abah guru Sekumpul, guru dan teladan kita semua, yang diperingati haulnya setiap tahun, kita semua yang berhadir beserta beliau mendapatkan ampunan serta rahmat Allah SWT dan ditempatkan di surganya Allah SWT. Dengan acara haul menjadi ibrah/pelajaran bagi ummat bahwa setiap orang akan berniat/ berusaha menjadi figur yang memberikan kesan baik supaya jadi perbincangan baik bagi orang-orang yang ditinggalkan/dunia seperti maqalah Imam Duraits: “Innamal mar’u haditsun ba’dahu, fakun haditsun hasanan liman wa’a, walaysal mar’u yuuladu ‘aliman”, yang artinya, “Manusia akan menjadi perbincangan setelah ia tiada, maka bagi orang yang berakal akan berusaha menjadi perbincangan yang baik, maka jadilah figur yang dapat memberikan kesan baik”.

Kemudian yang kedua yaitu dalam rangka lil istidzkar, yaitu mengingat kembali kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan oleh yang diperingati haulnya. Maka berusahalah jadi “Khoyrunnaas ‘anfa uhum linnaas”, yang artinya, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya”. (HR. Bukhari Muslim).

Ketiga yaitu dalam rangka lil istijma’, dengan harapan dapat berkumpul dengan orang-orang sholeh di yaumul akhir kelak.

Peringatan haul juga dimaknai sebagai ajang silaturahmi masyarakat, bahkan ukhuwah islamiyyah terbesar se-Indonesia. Maka dari itu dengan merawat tali silaturahmi dapat memudahkan diturunkannya rahmat Allah Swt. Dengan silaturahim, maka mempermudah rizki dan memperpanjang umur sebagaimana hadist Nabi SAW, “Man sarrohu ayyubsato lahu fii rizqihi wa ayyunsa’a lahu fii atsarihii fal yasil rohimahu”, yang artinya: “Barang siapa yang dingin dikekalkan dalam rezekinya dan ingin dipanjangkan umurnya maka supaya menyambung famili (silaturahim)” (HR. Bukhori)

Iklan
Iklan