Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Hukum & Peristiwa

Kode A1 Berarti untuk Bupati

×

Kode A1 Berarti untuk Bupati

Sebarkan artikel ini
Halaman 5 Kode A1
BERSAKSI - Dua saksi dan terdakwa Maliki saat mengikuti sidang secara virtual. (KP/Gusti Hidayat)

Banjarmasin, KP – Kode A1 terungkap di persidangan dengan terdakwa mantan Plt Kepala Dinas PUPRP Kab. HSU, kalau kode tersebut adalah tujuan untuk Bupati Abdul Wahid. Biasanya kode tersebut diikuti angka yang bernilai rupiah.

Hal ini terungkap ketika Direktur CV Hanamas Marhaini dijadikan sebagai saksi dalam perkara OTT yang dilakukan KPK di Amuntai dengan menyerat terdakwa bersama Bupati Abdul Wahid, pada sidang lanjutan dengan terdakwa Maliki, Rabu (2/3) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin.

Baca Koran

Menurut saksi Marhaini, melihat kode tersebut ketika ditunjukkan oleh penyidik KPK, sedangkan cacatan tersebut adalah dibuat oleh saksi Mujib.

Saksi juga mengatakan, uang fee yang diserahkan ke terdakwa melalui Mujib, berdasarkan hasil pertemuan sebelumnya yakni fee 15 persen dari pagu senilai Rp30- juta.

Hal senada juga dikemukakan saksi Fahriadi selaku Direktur CV Kalpataru yang mendapatkan pekerjaan pada DIR Banjang dan menyerahkan fee seluruhnya Rp240 juta dari nilai proyek Rp1,5 miliar, juga penyerahkan melalui saksi Mujib.

Kedua saksi juga mengatakan, selain fee 15 persen tersebut, juga membayar untuk kelompok kerja dan konsultan pengawas masing masing 1 persen. Jadi secara keseluruhan keduanya mengeluarkan dana di kisaran 17 persen.

Walaupun demikian menurut Marhaini, ia masih memperoleh keuntungan dari usahanya tersebut, sebab sebagian keuntungan diakuinya dibayarkan untuk fee tersebut, dari proyek DIR Kayakah.

“Berdasarkan perkiraan saya nilai proyek yang saja kerjakan tersebut di kisaran angka Rp1,2 miliar, makanya saya masih punya keuntungan,’’ ungkap Marhaini.

Di bagian lain keduanya tidak tahu persis berapa yang diserahkan kepada Bupati, tetapi penyerahan fee tersebut dilakukan satu pintu yakni melalui terdakwa.

Dalam dakwaanya JPU KPK yang dimotori Budi Nugroho, di hadapan majelis hakim yang dipimpin Jamser Simanjuntak, mendakwa Maliki antara lain menyebutkan telah menerima uang dari Marhain selaku Direktur CV Hanamas sebesar Rp300 juta dan dari Direktur CV Kalpataru Fahriadi sebesar Rp240 juta.

Baca Juga :  Polres HST Sita Ribuan Butir Obat Terlarang

Pemberian tersebut terkait adanya dua proyek sumber daya air agar kedua perusahaan tersebut dapat mengerjakannya. Dan pembayarananya tersebut dilakukan secara bertahap.

Pemberian ini sudah diatur dalam komitmen fee antara kedua pemborong tersebut untuk mendapatkan pekerjaan atas persetujuan Bupati HSU Abdul Wahid, dimana fee yang disepakati adalah 15 persen dari pagu anggaran.

Fee tersebut di peruntukan untuk Bupati dan sebagian dinikmati terdakwa sendiri.

Proyek yang dikerjakan tersebut di 2021, diantaranya ada pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kec Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 miliar yang dikerjakan CV Hanamas.

Sementara CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan DIR di Banjang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400

Atas perbuatan terdakwa yang melanggar ketentuan selaku pejabat negara, JPU dalam dakwaannya pertama melanggar pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Atau kedua melanggar pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. (hid/K-4)

Iklan
Iklan