Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Memuji untuk Meneladani

×

Memuji untuk Meneladani

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
AHMAD BARJIE B

Oleh : Ahmad Barjie B
Pemerhati Sosial Keagamaan

Umat Islam kembali memasuki bulan Rajab, bulan di mana peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Besar Muhammad saw sering diadakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Isra dan Mi’raj adalah salah satu mukjizat Nabi Muhammad saw yang sangat istimewa yang tidak diberikan kepada para nabi dan rasul yang lain.

Baca Koran

Dahulu, hanya peringatan Maulid Nabi di bulan Rabiul Awwal yang diisi dengan pembacaan syair-syair maulid. Sekarang ini hampir semua komunitas muslim yang memperingati Isra-Mi’raj juga mengisinya dengan pembacaan syair-syair maulid yang beragam, seperti ad-Dibai, al-Barzanji, al-Habsyi, Syaraf al-Anam, Qasidah Burdah, dll. Ada yang disertai tarbang (gendang rebana), ada pula yang mengandalkan olah vokal saja.

Apapun jenis syair yang dibaca, intinya shalawat, doa, zikir dan puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah dan kutipan biografi hidup beliau. Bagi sebagian muslim yang enggan melaksanakannya beralasan, mereka tidak ingin terlalu memuji Rasulullah melebihi pujian kepada Allah. Sementara komunitas yang melaksanakannya beralasan, bershalawat kepada Nabi merupakan perintah Allah, memuji Rasulullah hakikatnya memuji Allah juga, sebab Rasulullah SAW adalah kekasih Allah SWT.

Melekat Nama

Meski Rasulullah tidak minta puji, pujian tersebut tidak terlepas dari nama beliau sendiri. Muhammad artinya “orang yang dipuji”, atau “orang yang diagungkan”. Nama lain beliau Ahmad, berbentuk superlatif, artinya “orang yang paling terpuji”. Kedua nama, Muhammad maupun Ahmad, berakar kata “hamada”, artinya memuji atau mengagungkan.

Beliau juga punya banyak gelar atau julukan. Menurut Cyril Glasse, seorang orientalis yang kemudian menjadi muslim, dan menyusun The Concise Encyclopaedia of Islam, ada 200-an gelar Rasulullah Muhamamd SAW, di antaranya Habib Allah (Kekasih Allah), al-Nabi wa al-Rasul (Nabi dan Rasul), Abu al-Qasim (Ayah Qasim), Zikr Allah (Peringatan Allah), Miftah al-Rahmah (Pembuka Rahmat), Miftah al-Jannah (Pembuka Surga), Sayyid al-Qawnayn (Pimpinan Dunia dan Akhirat), Ruh al-Haq, (Jiwa Kebenaran), Khatam al-Anbiya wa al-Mursalin (Penutup para Nabi dan Rasul), Shahib al-Mi’raj (yang menjalani Mi’raj), Sa’d Allah (Kebahagiaan Allah), Sa’d al-Khalq (Kebahagiaan Makhluk), Ayn al-Na’im (Sumber Nikmat), Sayf Allah (Pedang Allah), al-Amin (orang yang jujur), Thaha, Yasin (nama surah dalam Al Qur’an) dan sebagainya.

Melihat nama dan julukan di atas, sangat wajar beliau banyak dipuji umatnya melalui syair-syair maulid. Bahkan melalui Alquran, Allah pun memujinya sebagai pribadi agung. Karena itu ketika banyak umat larut dalam aktivitas memuji beliau, hal itu harus diterima sebagai keniscayaan. Tidak saja karena memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan, juga ada efek psikologis yang timbul.

Baca Juga :  Selamatkan Generasi dari Jeratan Judi Online

Grup-grup pembacaan syair-syair maulid dan jemaah yang senang mendengarkannya mengaku beroleh ketenangan dan keasyikan dengan membaca shalawat, apalagi disertai irama dan lagu yang syahdu. Tidak itu saja, secara moral dan sosial, para aktivis yang tergabung dalam grup pembacaan syair-syair maulid, yang rata-rata anak dan remaja umumnya terhindar dari perilaku kenakalan, seperti menenggak minuman keras, narkoba dan turunannya, merokok dan sebagainya. Sehari-hari selalu membaca shalawat dan mendengarkan ceramah agama, mereka tertuntun untuk menaati agama dan tidak tega melakukan sesuatu yang dilarang Allah dan Rasulullah.

Hakikat Cinta

Peringatan dan pembacaan syair hendaknya tidak berhenti sebatas memuji Rasulullah. Sungguh terasa hambar dan dangkal apabila berhenti sampai di situ. Tetapi keteladanan Rasulullah yang paling utama direalisasikan umatnya dalam kehidupan nyata. Hal ini pula yang ditekankan Allah, bahwa Rasulullah adalah uswatun hasanah, teladan paling baik bagi umatnya.

Syair-syair yang dibaca maknanya juga tentang kepribadian nabi yang penting diteladani umat. Kekurangtahuan selama ini, sehingga hanya terfokus pada keindahan syair, lebih karena kita kurang memahami maknanya, karena umumnya masyarakat tidak mengerti bahasa Arab. Sekiranya paham, tentu lebih mendalam lagi penjiwaan kita. Sama seperti orang ikut shalat di Masjid al-Haram Makkah atau Madinah, sebagian menangis karena sentuhan bacaannya, tetapi sebagian lagi karena mengerti maknanya, inilah menangis yang sesungguhnya dan tinggi nilainya.

Bershalawat melalui syair selain menghasilkan ketenangan, tak mustahil juga melapangkan hidup. KH Madyan Noor Mar’ie, Lc pernah bicara empat mata dengan alm Guru Sekumpul KHM Zaini Abdul Ghani. Setelah dibujuk, Guru Sekumpul menyatakan, di antara kunci sukses dan bahagia dunia dan akhirat adalah banyak membaca Alquran dan bershalawat.

Shalawat terbagi dua, warid dan ghairu warid. Yang pertama shalawat yang kalimatnya sudah baku, seperti dalam shalat dan khutbah, pakai sayyidina atau tidak keduanya sama-sama punya dasar. Yang kedua shalawat yang kalimatnya dikarang oleh ulama seperti tertulis dalam syair-syair maulid. Ini baik dibaca karena mengandung shalawat, pujian dan contoh teladan kepribadian Nabi yang mulia.

Nabi SAW mengatakan, ”orang yang sempurna imannya ialah jika beliau lebih dicintai daripada keluarganya, hartanya dan manusia lain semuanya” (HR Muslim). Cinta bisa ditandai dengan banyak bershalawat, menyebut namanya. Man ahabba syai-an katsura zikruh (siapa yang menyintai sesuatu banyak menyebutnya). Namun kecintaan kepada nabi harus diaplikasikan dengan mengamalkan sunnah. Inilah maksud hadis: Man ahya sunnati faqad ahabbani, wa man ahabbani kana ma’i fil jannah. Muara, hasil atau bukti menyintai Nabi adalah menghidupkan sunnah beliau, baik sunnah qauliyah (perkataan), fi’liyah (perbuatan) maupun taqririyah (sikap hidup). Kalau umat cinta kepada Rasulullah, dengan cinta yang sebenarnya, maka tentu ia akan bersama Rasulullah di akhirat nanti. Sebuah hadits menegaskan, al-mar’u ma’a man ahab, seseorang itu bersama orang yang dicintainya.

Baca Juga :  Butuh Transformasi Total, Bukan Hanya Ekonomi Digital

Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah cinta yang total, konsisten, jauh dari hipokrisi dan kepura-puraan. Seorang penyair berkata: Ta’shil ilaha wa anta tuzhhiru hubbuh, wa haza li’umri fil fi’ali badi’, laukana hubbuka shadiqan latha’tah, innal muhibba liman yuhibbu muthi’ (Kamu pura-pura mencintai Allah, padahal perbuatanmu bertentangan dengan perintah-Nya. Seandainya cintamu sejati, niscaya engkau selalu menaati-Nya. Sungguh orang yang mencintai selalu patuh kepada yang dicintai). Terkait dengan hal ini pula, Panitia Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw di Masjid Besar At-Taqwa Banjarmasin tahun ini (2023) dengan mendatangkan Guru Muhammad Yanoor dari Kelua-Tabalong, tahun ini mengusung tema: Peringatan Maulid Meningkatkan Mahabbah dengan Mutaba’ah kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Banyak sekali isi syair terkait kepribadian Nabi yang penting diteladani. Diantaranya perhatian beliau yang tinggi sekali terhadap fakir miskin. Ketika golongan dhuafa berhajat, beliau segera memenuhinya dengan skala prioritas. Tidak ada harta milik umum (negara) sempat singgah dalam rumah tangga beliau kecuali segera dibagikan kepada orang-orang yang berhak.

Dalam konteks kekinian, perhatian terhadap kalangan dhuafa, fakir miskin, sangat relevan diaktualisasikan, Jumlah rakyat miskin di negara kita masih besar, namun dalam tataran perhatian pemerintah belum menjadi prioritas. Sebagian besar (60 persen%) APBN dan APBD sudah tersedot untuk belanja birokrasi, perjalanan dinas dll. Hanya sisanya untuk rakyat keseluruhan, belum yang berkurang akibat korupsi, potongan dan sunatan. Bagian rakyat miskin entah diletakkan nomor berapa.

Pejabat dan kepala daerah beserta jajarannya sekarang lebih berorientasi ke atas. Kalau dipanggil atasan, apalagi kalau menerima penghargaan yang dapat menaikkan citra, mereka tergesa-gesa menghadirinya. Terlebih studi banding ke luar daerah dan luar negeri mereka sangat doyan melakoninya. Giliran turun ke lapangan, enggan dan malas, dan kalau pun mau cenderung minta dilayani dan hanya mau mendatangi kawasan elit, bukan kawasan kumuh (slum area) yang banyak orang miskinnya. Apalagi kalau didemo masyarakat, banyak yang menghindar. Kita berharap kepribadian terpuji Rasulullah yang tertuang dalam syair-syair maulid mampu dieksplorasi dan diaktualisasikan secara nyata oleh umatnya, terutama para pemimpin bangsa. Semoga.

Iklan
Iklan