Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Ini Hukum dan Dalil Puasa Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui

×

Ini Hukum dan Dalil Puasa Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui

Sebarkan artikel ini
IMG 20250310 WA0013 e1741578833682
Norrahmiati, SE, MM. (Kalimantanpost.com/Repro pribadi)

Oleh: Norrahmiati, SE, MM *)

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Puasa di bulan Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Namun, bagi perempuan yang sedang hamil atau menyusui, terdapat keringanan dalam syariat Islam.

Baca Koran

Para ulama sepakat perempuan hamil dan menyusui yang khawatir akan kesehatan dirinya atau bayinya boleh tidak berpuasa. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai konsekuensi dari tidak berpuasanya mereka.

  1. Qadha Saja
    Jika seorang ibu hamil atau menyusui hanya khawatir terhadap dirinya sendiri, maka wajib mengganti puasanya (qadha) tanpa fidyah.
  2. Qadha dan Fidyah

Jika kekhawatiran hanya untuk janin atau bayi, maka selain qadha juga wajib membayar fidyah.

  1. Fidyah Saja Tanpa Qadha

Dalam mazhab Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, ibu hamil dan menyusui cukup membayar fidyah tanpa qadha jika tidak mampu berpuasa.

Dalil dari Al-Qur’an

  1. Surah Al-Baqarah Ayat 184 “Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
    Menurut tafsir Ibnu Abbas, ayat ini mencakup orang tua renta, ibu hamil, dan menyusui yang tidak mampu berpuasa.
  2. Surah Al-Baqarah Ayat 185 “Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”

Ayat ini dijadikan dasar bahwa ibu hamil dan menyusui boleh berbuka karena mereka termasuk dalam kategori orang yang memiliki uzur.

Dalil dari Hadis Nabi

  1. Hadis Riwayat Abu Dawud dan Ahmad “Sesungguhnya Allah telah meringankan separuh shalat bagi musafir, dan membolehkan wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa.” (HR. Abu Dawud No. 2408, Ahmad No. 22198)
  2. Hadis Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah membebaskan puasa dari musafir, perempuan hamil, dan perempuan menyusui.” (HR. Ibnu Majah No. 1667, Daruquthni No. 2373)
Baca Juga :  Berkumur-kumur Saat Berpuasa dan Dalil dalam Islam

Pendapat Ulama dan Refrensi Kitab

  1. Mazhab Hanafi
    Ibu hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa jika khawatir terhadap dirinya atau bayinya, tetapi wajib qadha tanpa fidyah. (Al-Mabsuth, Imam As-Sarakhsi, 3/118).
  2. Mazhab Maliki

Jika khawatir hanya terhadap bayi, maka wajib qadha dan membayar fidyah. Jika khawatir terhadap diri sendiri, cukup qadha. (Al-Mudawwanah, Imam Malik, 1/210).

  1. Mazhab Syafi’i

Ibu hamil dan menyusui wajib qadha dan fidyah jika hanya khawatir terhadap bayinya. Jika khawatir terhadap dirinya, cukup qadha. (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, Imam An-Nawawi, 6/273)

  1. Mazhab Hambali

Jika ibu hamil dan menyusui tidak berpuasa karena takut terhadap janin atau bayi, maka wajib qadha dan fidyah. Namun, jika khawatir terhadap dirinya sendiri, cukup qadha saja. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 3/147).

Kesimpulannya, berdasarkan dalil dan pendapat ulama, ibu hamil dan menyusui diperbolehkan tidak berpuasa, dengan konsekuensi yang berbeda-beda tergantung pada mazhab yang diikuti:
Jika khawatir terhadap dirinya sendiri: wajib qadha tanpa fidyah.

Jika khawatir terhadap bayinya: wajib qadha dan fidyah (kecuali menurut Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, yang hanya mewajibkan fidyah).
Bagi ibu hamil dan menyusui yang tidak mampu berpuasa dan ingin menggantinya dengan fidyah, disarankan mengikuti pendapat ulama yang lebih ringan seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Namun, jika mampu berpuasa setelah melahirkan atau menyusui, sebaiknya tetap menggantinya dengan qadha sesuai pendapat mayoritas ulama.

Semoga penjelasan ini bermanfaat dan menjadi pedoman bagi perempuan hamil dan menyusui dalam menjalankan ibadah puasa sesuai syariat Islam.

Wallahu a’lam bish-shawab.
Aamiin. (ful/KPO-3)

*) Norrahmiati, SE, MM, Koordinator Iptek, Ekonomi dan Sumber Daya Pimpinan Daerah Dewan Masjid Indonesia Kota Banjarmasin. Dosen Institut Bisnis dan Teknologi Kalimantan)

Baca Juga :  Kolaborasi dan Penanganan Malanutrisi Berkelanjutan di Indonesia

Iklan
Iklan