Iklan
Iklan
Iklan
OPINI

Ironi Pejuang Medis Minim Proteksi

×

Ironi Pejuang Medis Minim Proteksi

Sebarkan artikel ini

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi

Perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, AS, hingga kini belum menerima insentif sebesar Rp 7,5 juta yang dijanjikan pemerintah. Ia salah satu perawat yang bertugas di ruang Intensive Care Unit (ICU) menangani pasien-pasien positif Covid-19. Ia mengaku tak mengetahui apa alasan belum cairnya insentif. Menurutnya, para perawat sangat memerlukan insentif itu, terlebih mereka yang mendapatkan pemotongan tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri. “Banyak teman-teman yang di RS swasta yang memberikan kabar enggak dapat THR,” katanya. (https://nasional.tempo.co/read/1346031/perawat-belum-terima-insentif-covid-19-yang-dijanjikan-pemerintah/full?view=ok).

Android

Sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran pun belum mendapatkan insentif keuangan yang dijanjikan pemerintah. Seperti diketahui, pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 5-15 juta untuk dokter dan para tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Salah satu tenaga medis di Wisma Atlet Kemayoran mengatakan, pencairan insentif terkendala akibat masa libur Lebaran. Akibatnya masih ada sejumlah tenaga medis yang hingga hari ini belum juga menerima insentif tersebut. “Terakhir karena Bank Indonesia sudah tutup karena Lebaran. Dijanjikan tanggal 15 sih,” katanya (https://m.merdeka.com/uang/tenaga-medis-wisma-atlet-keluhkan-insentif-tak-kunjung-cair.html).

Lebih ironis, di tengah wabah Covid-19, ratusan tenaga medis dipecat. Diketahui, ratusan tenaga medis dipecat tersebut terjadi di RSUD Ogan Ilir. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, yakni sebanyak 109 orang karena melakukan mogok kerja sejak Jumat (15/5/2020) lalu (https://wartakota.tribunnews.com/2020/05/21/ratusan-tenaga-medis-dipecat-di-tengah-wabah-virus-corona-begini-penjelasan-pihak-rumah-sakit).

Sementara itu, sekira 24 tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus Bengkulu, menjalani perayaan Idul Fitri tanpa bertemu keluarga. Mereka sedang menjalani masa karatina di gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Bengkulu.

“Sudah menjadi tugas kami, tanggungjawab sesuai sumpah. Kali ini pun lebaran cuma bisa melalui video call,” ujar salah satu perawat, Senin (25/5/2020). Tradisi lebaran tidak bisa dirayakan sebagaimana idealnya karena petugas medis sedang berperang melawan virus corona. (https://news.okezone.com/read/2020/05/25/340/2219214/curhat-tenaga-medis-kesepian-dan-menyendiri-di-kamar-saat-takbiran-idul-fitri). Semakin banyak korban tenaga medis yang gugur saat menangani wabah, tidak mendapat perhatian memadai. Jangankan memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien covid tidak terus melonjak, bahkan proteksi finansial juga tidak diberikan. Sebagian tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena RS daerah kesulitan dana. Padahal gugurnya tenaga medis atau pemecatan sama dengan berkurangnya prajurit di garda depan medan tempur.

Jumlah tenaga dokter negeri ini juga terbilang masih kalah jauh dari Italia yang sudah kesalahan menghadapi virus corona. Belum lagi tenaga medis yang kekurangan alat pelindung diri, sampai sempat harus memakai jas hujan. Semestinya para pejuang yang bertaruh nyawa melawan covid-19 tidak lagi dipandang sebelah mata oleh penguasa.

Sikap abai dan tidak benar-benar serius mengurus rakyat sepertinya sudah menjadi ciri khas penguasa sistem Kapitalisme. Dalam kasus wabah corona pun tampak nyata kegagapan dan kelambanan dalam menanganinya. Akibatnya para praktisi kesehatan dilapangan pun kelabakan. Lantas, saat para tenaga medis sudah bekerja dengan bertaruhan nyawa. Tapi justru gaji dan THR dipotong, bukan diberi lebih dari seharusnya. Kenapa justru tidak gaji para wakil rakyat dan pemerintah saja yang dipotong?

Kekecewaan sebagian masyarakat terhadap kinerja penguasa yang memuncak membuktikan bahwa pemerintah telah gagal meriayah rakyat, khususnya dalam penanganan corona. Hal ini disebabkan penerapan kapitalisme yang berorientasi materi. Dalam sistem Kapitalisme negara hanya berperan sebagai regulator, bukan perisai yang siap jadi tameng buat rakyatnya. Negara hanya berpikir kesehatan ekonomi pihak pengusaha, bukan kesehatan rakyatnya. Bahkan, layanan kesehatan pun bisa menjadi lahan bisnis menggiurkan saat pandemi Covid-19 terjadi.

Penguasa dalam sistem Islam akan memberi penghargaan dan perhatian pada tenaga medis dan prajurit yang berada di garda depan melawan musuh. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja akan diikat dengan satu pemahaman yakni sebagai khadim al-ummah (pelayanan masyarakat). Sehingga mereka mesti digaji tinggi dan seluruh kebutuhannya akan fasilitas yang menunjang akan ditanggung sepenuhnya oleh negara.

Sabda Rasulullah Saw: “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Selain itu, pelayanan kesehatan diberikan secara prima dan cuma-cuma bagi seluruh rakyat. Dana operasional sarana kesehatan diambil dari Bayt al-mal. Dalam struktur Bayt al-mal, dana tersebut berada pada biro Mashalih ad-Daulah di bawah seksi Mashalih ad-Daulah bersama-sama dengan biro Amir Jihad, biro para Wali, dan biro para Qadhi. Seksi Mashalih ad-Daulah mendapatkan dana dari badan pemasukan fa’i dan kharaj sebagaimana seksi Dar al-Khilafah dan seksi santunan (Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah, hal. 29-30). Bila pemasukan dari harta fa’i dan kharaj tidak mencukupi maka dana akan diambil dari badan pemasukan kepemilikan umum. Bila masih belum mencukupi akan diambil dari pos pajak sesuai hasil ijtihad khalifah (Muqaddimah Dustur Pasal 148 ayat c).

Hanya sistem Islam yang memperhatikan pengelolaan SDA umat dengan sempurna. Jelasnya batasan kepemilikan umum, pribadi dan negara membuat keuangan negara siap mengahadapi kondisi darurat. Termasuk ketika ada wabah seperti sekarang ini. Bukan malah menjual aset negara demi keuntungan segelintir orang saja. Islam memiliki aturan yang sempurna terkait dengan seluruh aspek kehidupan. Saat mengelola ekonominya ada jaminan bahwa seluruh rakyat individu per individu terpenuhi kebutuhannya.

Sejarah pun telah mencatat bagaimana Rasulullah Saw dan para khalifah kaum Muslimin pada masa lalu telah memberikan teladan terbaik dalam hal kepeduliannya melindungi rakyatnya. Andai sistem Islam yang diterapkan dunia saat ini, tentu wabah yang awalnya di Wuhan akan tetap ada di sana hingga selesai. Tak ada korban ke seluruh dunia. Sebagaimana yang dicontohkan saat Khalifah Umar berkuasa. Wabah Tha’un hanya berhenti di Syam saja. Hingga Allah SWT berkehendak mengangkatnya.[]

Iklan
Iklan