Iklan
Iklan
Iklan
OPINI PUBLIK

Manajemen Kritik Dalam Negara Demokrasi Vs Negara Islam

×

Manajemen Kritik Dalam Negara Demokrasi Vs Negara Islam

Sebarkan artikel ini

Oleh : Adzkia Mufidah, S.Pd
Pengajar di Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten HSU

Tidak ada gading yang tak retak. Tidak ada orang yang sempurna. Semua punya kekurangan. Tidak terkecuali para penguasa. Karena itu sejatinya kritik kadang dibutuhkan. Agar seseorang bisa memperbaiki diri dan juga memperbaiki kondisi yang ada.

Menyampaikan kritik merupakan hal yang lumrah. Setiap orang, apapun profesi dan jabatannya boleh menyampaikan kritik. Kepada siapa pun dan kapanpun. Termasuk kritik terhadap penguasa, yakni terkait kepemimpinan dan kebijakannya. Harapannya agar ada perubahan atau perbaikan dalam pengurusan urusan rakyat.

Namun tentu saja perubahan atau perbaikan tersebut akan terwujud manakala negara menerima dan mampu memanajemen kritik yang ada dengan baik dan benar. Ketika negara gagal melakukannya, apalagi bertindak refresif terhadap masyarakat yang menyampaikan kritik, maka besar kemungkinan perubahan atau perbaikan yang diharapkan hanya akan menjadi angan-angan.

Manajemen kritik ala Negara Demokrasi

Sebagian masyarakat, khususnya pengemban demokrasi meyakini akan adanya jaminan kebebasan menyuarakan pendapat termasuk kritik dalam negara demokrasi. Secara normatif mungkin iya. Karena hal ini telah diatur dalam konstitusi. Namun benarkah di negara demokrasi masyarakat bebas menyampaikan kritik?

Untuk menjawab hal itu, kita bisa berkaca dan mencermati bagaimana manajemen kritik oleh pemerintah di negeri ini. Contoh kecilnya bisa kita lihat bagaimana pemerintah menangani kasus mural (yang berisi kritik) akhir-akhir ini.

Sebagaimana diketahui aparat menghapus mural berisi kritik terhadap pemerintah dan sempat memburu para pembuatnya. Tindakan aparat tersebut pun menuai respon dari berbagai pihak. Sebagian pihak menilai bahwa penghapusan dan pengejaran itu merupakan tindakan refresif pemerintah terhadap rakyat khususnya kepada para pengkritik.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam berbagai tindakan represif aparat terhadap sejumlah mural yang berisikan kritik terhadap kebijakan Presiden Jokowi dalam penanganan Pandemi Covid-19.

Baca Juga:  Kekuasaan Islam Politik Melalui Kesultanan Islam di Nusantara Mampu Memberi Pengaruh

KontraS mencatat setidaknya ada 19 kasus pelanggaran yang dilakukan aparat dengan bentuk pengejaran pengunggah konten, intimidasi penghapusan dokumentasi, penangkapan dan penetapan tersangka pengunggah dokumentasi, penganiayaan pelaku dokumentasi, kekerasan dan pemerasan pengunggah konten, penghapusan mural, dan persekusi pelaku pembuat konten. (pikiranrakyat.com 30/08/2021).

Terlihat jelas bagaimana sikap pemerintah di negara ini dalam menyikapi kritik dari masyarakat. Pernyataan pemerintah yang katanya siap dikritik ternyata hanya sekadar lip service. Karena realitasnya ruang kritik justru kerap dibungkam.

Saat ini masyarakat negeri ini seperti dikepung regulasi yang membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi. SAFEnet pernah memetakan sejumlah aturan yang dinilai membuka celah pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Di antaranya Pasal 26 UU ITE, Pasal 27 ayat 1 UU ITE dan Pasal 40 UU ITE terkait blokir konten. Kemudian, Pasal 40 ayat 2b UU ITE terkait internet shutdown. Selanjutnya, Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat 1 dan 2, Pasal 29 UU ITE, KUHP 310-311, 156, 156a yang dinilai berpotensi untuk kriminalisasi ekspresi. Pasal karet dinilai paling banyak terdapat di UU ITE. (Tempo.co, 11/2/2021).

Karena itu, tidak berlebihan jika ada yang mengatakan kalau rezim saat ini anti kritik. Begitu pula jaminan kebebasan menyuarakan pendapat yang selama ini digembar-gemborkan faktanya hanya jargon kosong.

Demokrasi hanya memberi ruang kebebasan berpendapat dan mengkritik bila tidak mengganggu kelangsungan kursi penguasa dan tidak mengancam eksistensi ideologi. Meski kebenaran yang disampaikan, namun apabila hal itu mengganggu kenyamanan kursi rezim apalagi sampai mengguncang eksistensi ideology akan berakhir dikriminalisasi. Inilah wajah asli demokrasi dan rezim yang dibesarkannya. Sama-sama munafik.

Iklan
Iklan