Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

KOTA YANG LAYAK UNTUK ANAK, IMPIAN PARA IBU

×

KOTA YANG LAYAK UNTUK ANAK, IMPIAN PARA IBU

Sebarkan artikel ini

Oleh : Yulia Sari,S.H
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Maraknya pemberitaan terkait kasus bullying, penculikan, kekerasan serta pelecehan seksual yang terjadi pada anak, membuat para ibu khawatir tentang keamanan dan keselamatan buah hatinya. Bukan hanya khawatir akan orang-orang asing yang akan mengancam anak mereka tetapi kekhawatiran juga justru muncul dari orang terdekat disekitar mereka. Selain ancaman kriminalitas, ancaman kerusakan sosial juga mengancam anak. Kekhawatiran salah gaul hingga mendorong mereka terlibat dalam penggunaan narkotika, seks bebas atau khawatir tertular virus LGBT. Beragam ancaman ini membuat setiap kita berpikir adakah tempat yang aman untuk anak, atau adakah wilayah yang benar-benar menjamin anak untuk bertumbuh dan berkembang dengan layak ?

Baca Koran

Saat ini populer kebijakan tentang “Kota Layak Anak”, hampir semua daerah berupaya mewujudkan predikat “ Kota Layak Anak” ini. Kebijakan ini tertuang dalam Perpres RI No.25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Dalam Perpres disebutkan bahwa kebijakan KLA bertujuan mewujudkan sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak yang dilakukan secara terencana, menyeluruh dan berkelanjutan. KLA merupakan program yang dirancang untuk memperhatikan hak anak dan melibatkan semua pihak baik pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.

Peran pemerintah dalam KLA adalah terkait dengan kebijakan dan regulasi serta sistem penganggarannya, sedang masyarakat diharapkan turut serta terlibat dalam perwujudan kota layak anak dengan adanya perkumpulan organisasi masyarakat yang bergerak dalam upaya pemenuhan hak-hak anak. Peran dunia usaha dalam perwujudan kota layak anak berupa kebijakan perusahaan yang ramah anak seperti tidak memperkerjakan pekerja anak, menyediakan tempat bermain anak atau menghasilkan produk yang layak anak serta adanya bantuan sosial kemasyakatan atau beasiswa bagi anak-anak yang memerlukan.

Baca Juga :  Penegakkan Hukum: Mematikan atau Memajukan UMKM?

Dengan konsepsi demikian apakah pemikiran pelik para ibu tentang tempat yang “layak” bagi kehidupan anak akan terwujud? Seringkali bentuk perwujudan “kota layak anak” hanyalah formalitas regulasi semata, realita dilapangan justru berbeda. Kasus kriminal dimana anak menjadi korban atau pelaku masih terus terjadi. Jumlah kasus stunting terus meningkat begitu pula anak putus sekolah, dan bahkan ancaman krisis pangan, air bersih dan lingkungan gelap membayangi masa depan anak-anak.

Karena “layak anak” sesungguhnya yang diinginkan para ibu adalah bahwa anak memiliki jaminan hidup untuk dapat meraih masa depan gemilang dan berkembang menjadi insan berkepribadian mulia yang mampu memajukan umat dan negara dalam meraih kebangkitan. Dan pada kondisi saat ini, hal tersebut sulit untuk diwujudkan. Cita-cita itu kontradiktif dengan kenyataan bahwa untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa sandang, pangan dan papan saja orangtua harus berjibaku dengan kesulitan ekonomi mereka. Minimnya pengetahuan mereka tentang menjadi orang tua dan tumbuh kembang anak, serta jauhnya kehidupan mereka dari agama tak jarang muncul kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dan semua itu berimbas pada tak layaknya kehidupan bagi anak.

Konstruksi berpikir kebijakan “Kota Layak Anak” sesungguhnya konstruksi berpikir yang harus dikaji ulang. Ketika kebijakannya fokus pada tindakan kuratif tetapi lupa pada preventifnya. Hanya fokus pada masalahnya dan solusi praktisnya. sesungguhnya kebijakan ini hanyalah sesuatu yang hanya mengurangi rasa sakit dari permasalahan yang muncul tanpa benar-benar mencabut rasa sakit yang dialami oleh masyarakat. Persoalan mengenai anak hanyalah satu bagian dari banyaknya problematika yang dialami masyarakat. kekhawatiran dengan kehidupan anak, sebenarnya dimulai dari rusaknya sistem kehidupan yang diterapkan selama ini.

Sistem kapitalis sekuler telah membuat umat ini sakit dan menjalankan kehidupan dengan menanggung beban yang berat. Ketika pengelolaan negara dikuasai para pengusaha sekaligus penguasa atau oligarkhi. Begitu pula dengan kebijakan yang lahir yang semuanya hasil dari pemikiran demokrasi sekuler, dimana pembuat keputusan adalah insan-insan yang memisahkan agama dari kehidupan. Baik buruk keputusan mereka dinilai atas dasar kesepakatan bersama, bukan dinilai atas dasar halal-haram yang ditentukan oleh sang pencipta. Maka tak heran muncullah kebijakan yang menguntungkan para oligarkhi tetapi menginjak-injak kehidupan rakyat. Kalau pun ada kebijakan yang tampak baik, itu hanyalah sedikit “pelipur lara” tetapi tak menghilangkan akar permasalahan sesungguhnya.

Baca Juga :  MEMIKIRKAN CIPTAAN TUHAN

Karena itu perubahan sistem pengaturan kehidupan adalah sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan saat ini. Umat sudah cukup lama berada dalam kehidupan yang sempit dan penuh dengan penderitaan. Sistem kehidupan yang dapat kembali mencerahkan kondisi umat hanyalah Islam, dimana kebijakan harus berstandarkan pada keputusan Ilahi (Hukum Syara’). Dan kekuasaan sesungguhnya ada pada umat.

Umat harus menyadari bahwa urusan beragama tidak hanya masalah paham fiqih ibadah atau rukun Islam, tetapi lebih dari itu. Islam adalah sebuah agama yang sempurna, mengatur urusan kehidupan dari kita bangun tidur hingga tidur kembali. Dari urusan individu hingga mengurus urusan negara. Umat pun harus turut berjuang dan berupaya agar hal tersebut dapat segera terwujud. Dengan jalan dakwah agar kemudian semua umat Islam memiliki pemikiran dan perasaan yang sama, hingga kemudian muncul persatuan umat yang meminta agar Islam menjadi sistem yang diterapkan dalam kehidupan kita. Sehingga kemudian impian para Ibu agar anak-anaknya dapat hidup dengan layak dan aman dapat terwujudkan. Wallahua’lam bishawab

Iklan
Iklan