Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

APBN Makin Berat Akibat Debt Trap

×

APBN Makin Berat Akibat Debt Trap

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi

Rektor Universitas Paramadina mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki masalah berat di masa pandemi ini. Ia menduga APBN dapat memicu krisis ekonomi. “Kalau dulu lewat nilai tukar, sekarang lewat APBN. Karena APBN-nya sangat berat,” ujarnya dalam webinar, Ahad, 1 Agustus 2021.

Baca Koran

Setidaknya ada lima faktor di dalam APBN yang berpotensi menyebabkan krisis di kemudian hari. Faktor tersebut antara lain adalah proses politik APBN yang sakit dan bias, dan defisit primer yang semakin melebar dan tidak terkendali. Selain itu, rasio pembayaran utang terhadap pendapatan yang naik di era Presiden Joko Widodo. Persoalan lainnya adalah dana yang mengendap dan bocor di daerah, serta pembiayaan PMN dan BMN sakit yang berpotensi menjadi masalah di masa depan (tempo.co, 01/08/2021).

Konsekuensi dari pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2020 membuat melonjaknya nilai pembiayaan utang. Merujuk pada Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2020, pembiayaan utang untuk 2020 mencapai Rp 1.039,22 triliun, melonjak 158,4 persen dibanding tahun sebelumnya. Ekonom, Politikus, dan juga mantan menteri keuangan membandingkan krisis moneter lalu dengan krisis pandemi saat ini yang serupa tapi tak sama. Saat krisis moneter, Indonesia termasuk kelompok negara terakhir yang keluar dari krisis.

Kebijakan pemerintah dinilai tidak stabil sehingga menyebabkan efek krisis ekonomi yang berkepanjangan. Penanganan pandemi yang setengah-setengah membuat dana APBN yang dihimpun dari utang pun menjadi ‘mubazir’. Belum lagi penyerapan anggaran untuk penanganan Covid-19 di daerah yang sangat minim. Ditambah dengan kebocoran fatal karena korupsi. Ini membuat roda ekonomi tidak berputar seperti yang diharapkan, sementara utang sangat bengkak. “Dengan utang itu lama-kelamaan bisa jebol, ini akan terjadi krisis gagal bayar,” katanya (republika.co.id, 01/08/2021).

Kabar utang negeri ini semakin menyesakkan. Karena krisis berkepanjangan, APBN makin berat. Sistem kapitalisme hanya memiliki satu cara untuk mengatasi yakni dengan beragam utang. Akibatnya beban utang pun makin menumpuk, dan diwariskan secara turun temurun dari rezim satu ke rezim yang berikutnya.

Baca Juga :  Butuh Transformasi Total, Bukan Hanya Ekonomi Digital

Kita tentu sangat prihatin, mengingat negeri ini telah jatuh dalam kubangan utang yang begitu besar. Apalagi utang tersebut disertai dengan bunga (riba) dan berbagai syaratnya yang semakin merugikan negara ini. Ketergantungan utang menyebabkan sebagian alokasi APBN terserap hanya untuk membayar utang dan bunganya dalam jangka waktu yang begitu panjang. Sistem sekuler kapitalisme demokrasi liberal yang diterapkan di negeri ini telah membuat ekonomi sakit. Hal ini menimbulkan masalah dalam tata kelola ekonomi dan tata kelola utang negara. Penguasa pun gagal mengurangi utang, apalagi juga gagal dalam stop utang luar negeri.

Sebagaimana negara-negara pengutang lain di seluruh dunia, negeri ini juga telah masuk dalam jebakan utang (debt trap). Negara telah membayar bunga pinjaman hingga miliaran dolar AS, yang secara nominal lebih besar daripada pokok utangnya. Namun demikian, negara kita masih tetap terlilit utang. Pada saat yang sama pula berbagai organisasi global, seperti IMF dan Bank Dunia yang merupakan sarana penjajahan ekonomi terus memeras segala harta kekayaan milik umat Islam tanpa perlawanan.

Memang dalam sistem ekonomi kapitalis, pajak/berbagai pungutan memang menjadi urat nadi utama pemasukan negara sekaligus untuk membayar utang riba. Padahal, kemandirian negara akan tergadaikan karena komitmen utang yang disepakati telah mensyaratkan berbagai hal yang menguntungkan negara (asing) pemberi utang, namun merugikan negeri ini. Bisa merugikan dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik, pertahanan, keamanan dan kedaulatan negara.

Lalu, bagaimanakah mengatasi beban berat APBN dengan utang tersebut? Satu-satunya jalan keluar dari situasi yang memprihatinkan ini adalah dengan menghadirkan kembali keadilan sistem ekonomi Islam. Sebab, satu-satunya tujuan sistem Islam yaitu menghapuskan segala bentuk penindasan yang diakibatkan oleh penerapan hukum-hukum manusia.

Perlu kembali kita tegaskan bahwa menjadi Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai pedoman hidup, bukanlah dalam satu aspek saja. Sebagai Muslim, menjadi kewajiban kita untuk terikat pada Al-Qur’an maupun as Sunnah dalam seluruh aspek kehidupan ini. Oleh karena itu, sikap yang paling tepat bagi kita adalah melakukan aktivitas ekonomi sesuai pedoman yang ditentukan Allah SWT dan Rasulullah SAW, baik dalam tingkatan individu, masyarakat maupun negara.

Baca Juga :  Selamatkan Generasi dari Jeratan Judi Online

Hanya sistem Islam yang bisa menjawab masalah ini. Bagaimana gambaran sistem Islam menangani situasi sejenis? Pada dasarnya Islam tidak melarang individu, perusahaan, dan negara meminjam uang dari pihak lain. Tapi pinjaman tidak boleh dengan bunga dan tidak boleh dari negara penjajah atau lembaga internasional seperti IMF, World Bank Dan lainnya, apalagi dengan persyaratan-persyaratan yang menjerat. Bila Islam menolak segala bentuk penjajahan, maka Islam juga melarang segala bentuk hubungan atau perjanjian yang memberi jalan bagi penjajahan tersebut untuk mengeruk kekayaan alam negeri-negeri Muslim.

Utang-utang seperti ini jelas haram karena mengandung riba dan memberi jalan bagi penjajahan atas negeri muslim. Allah SWT berfirman, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah : 275).

Khilafah akan menolak dengan keras utang atau pinjaman-pinjaman dana seperti itu, dan berusaha keras untuk membebaskan negeri-negeri Muslim dari jebakan utang riba. Khilafah akan membongkar kejahatan negara-negara Kapitalis yang telah menjajah negara-negara Muslim melalui jebakan utang. Khilafah juga akan membantu negara-negara miskin lainnya yang terlilit utang dan mengenyahkan kapitalisme global yang eksploitatif.

Negara butuh ekonomi yang matang, mapan dan berdaulat serta mampu mengelola harta kekayaan negaranya. Mewujudkan ekonomi yang berdaulat dan mandiri meniscayakan penghentian campur tangan asing. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menutup celah masuknya campur tangan asing itu, yaitu utang luar negeri. Oleh karena itu, dengan penerapan sistem ekonomi Islam dibarengi dengan sistem Islam lainnya secara totalitas, negara akan memberikan jaminan kesejahteraan rakyatnya.

Iklan
Iklan