Iklan
Iklan
Iklan
OPINI

Penistaan Agama Subur di Sistem Sekuler

×

Penistaan Agama Subur di Sistem Sekuler

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi

Seorang Youtubers menistakan agama Islam dengan mengaku sebagai nabi ke-26 dan menghina Nabi Muhammad serta menghina Allah SWT. Penistaan tersebut disampaikan melalui akun Youtube miliknya yang diunggah dalam sebuah forum diskusi Zoom, yang berdurasi cukup panjang yaitu sekitar tiga jam dua puluh menit. Dalam unggahan yang di beri judul ‘Puasa Lalim Islam’ tersebut ia juga menghina Allah SWT dengan menyebut kalau Allah sedang dikunci di Ka’bah hingga mengatakan bahwa umat Islam dibodoh-bodohi oleh ulamanya, salah satunya mengenai tindakan rudapaksa (fokusatu.com, 18/4/2021).

Android

Ia mengaku sebagai nabi ke-26 membuat sayembara bagi siapa pun yang bisa melaporkannya melakukan penistaan agama. “Yang bisa laporin gua ke polisi, gua kasih uang lo. Yang bisa laporin gua penistaan agama, nih gua nih nabi ke-26, meluruskan kesesatan ajaran nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabullah. Kalo Anda bisa laporan atas penistaan agama, Gua kasih loh satu laporan Rp1 juta, maksimum 5 laporan supaya jangan bilang gua ngibul kan. jadi kan 5 juta, di wilayah polres berbeda,” ujarnya dalam rekaman video tersebut (inews.id, 17/4/2021).

Kasus penistaan agama terus berulang karena pertama negara berlandaskan kebebasan. Kedua, tidak menempatkan Islam sebagai sumber aturan. Ketiga, tidak memberlakukan sanksi tegas untuk penista agama. Sekularisme yang melahirkannya kebebasan tanpa batas nilai itu akan menghancurkan pilar kemuliaan kehidupan manusia. Penghinaan dan penistaan terhadap ajaran Islam semua disandarkan pada alasan kebebasan berekspresi, berperilaku dan kebebasan beragama kian subur. Kebebasan kepemilikan pun secara nyata telah melahirkan imperialisme negara-negara penjajah terhadap negeri-negeri Muslim. Inilah rusaknya sekularisme yang lahir dari sistem kapitalisme.

Tak ada penguasa muslim yang menggunakan kekuatan politiknya untuk membela kemuliaan Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam secara riil. Padahal sebenarnya mereka mampu. Akan tetapi tidak mau. Buktinya, pendataan dan penghinaan itu terjadi berulang kali di tengah kecaman yang sudah berulang kali pula dari individu, kelompok, media maupun oleh negara.

Padahal, semua penguasa di negeri-negeri muslim adalah juga muslim. Tapi akibat penerapan sistem Kapitalisme sekuler yang menempatkan Islam hanya sebagai agama ritual belaka. Bukan agama yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Maka tak heran jadilah mereka penguasa muslim tapi tindakannya justru memusuhi Islam. Gagal mengurusi rakyat dan menjaga agama.

Saat ini umat Islam tidak memiliki kekuatan politik. Tidak punya negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. Yang ada hanyalah kerajaan atau negara bangsa yang tegak atas kepentingan masing-masing. Bukan atas dasar kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Malah, justru beberapa negara di antaranya tegak atas kepentingan para penjajah Barat.

Sangat jauh berbeda dengan sistem khilafah Islamiyah yang melindungi agama dari penistaan. Ketika kaum Muslim bersatu dan memiliki institusi Islam khilafah, tidak ada yang akan berani main-main dengan Islam karena ada benteng yang menjaganya. Sehingga Islam dan kaum Muslimin serta Nabi Muhammad Saw akan terjaga kemuliaannya.

Menjaga agama merupakan tugas kepala negara. Imam Al Mawardi dalam kitab Al Ahkamus Shulthaniyah saat menjelaskan tentang ta’rifat imamah (khilafah) menulis: al imamah adalah pengganti nabi (lil khilafah an nubuwah) dalam perkara hirasah ad din (penjaga agama) dan siyasah addunya (mengatur urusan dunia). Dua perkara inilah yang menjadi tugas pokok seorang kepala negara (al imam). Hal yang semakna dijelaskan Imam al Ramli: “Khalifah itu adalah imam agung yang menduduki jabatan khilafah nubuwwah dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia.”

Menjaga agama adalah bagaimana agar Islam tetap tegak, akidah Islam terlindungi, syariah Islam diterapkan dalam segala aspek, dan dakwah Islam berjalan untuk mengajak manusia menuju cahaya Ilahi. Termasuk di dalamnya adalah menjaga kemuliaan Islam kehormatan Rasulullah Saw, Al-Qur’an, maupun syariah-Nya. Peran kepala negara sangat penting seperti menghukum mati siapa pun yang menistakan agama.

Tugas utama penguasa dalam sistem Islam adalah memimpin pelaksanaan syariah secara kaffah, agar bisa mewujudkan rahmat seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT. Jika Khalifah dapat melaksanakan misi itu dengan sebaik-baiknya, maka rahmat berupa keamanan, ketentraman, kesejahteraan, keadilan, kemajuan di segala bidang, kesucian dan segala kebaikan bisa diwujudkan.

Tentu saja penguasa yang benar-benar kekuasaannya didedikasikan untuk tegaknya izzul Islam wal Muslimin. Yang menyadari bahwa kekuasaan adalah amanah dan setiap amanah itu akan dimintai pertanggungjawaban kelak di Akhirat. Karena itu ia menyadari bahwa kekuasaan tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Ketika ada kemungkaran, seperti penistaan terhadap ajaran Islam dan Nabi Saw yang mulia, penguasa akan bergegas menghentikannya. Hal inilah yang pernah dilakukan oleh Khalifah Abdul Hamid II terhadap Prancis dan Inggris, yang hendak mementaskan drama karya Voltaire berjudul Le Fanatisme, ou Mahomet le Prophete (Fanatisme pada Nabi Muhammad), yang sangat menghina Nabi Muhammad Saw karena di sana digambarkan sebagai sosok penipu dengan mengatasnamakan agama.

Ketegasan sang Khalifah yang mengobarkan jihad melawan Inggris dan Prancis, akhirnya bisa menghentikan rencana jahat itu. Sehingga kehormatan Nabi Muhammad SAW tetap terjaga. Khalifah akan mempersatukan umat, yang akan menghimpun kekuatan umat dengan jumlah lebih dari 1,7 miliar baik secara demografis, ekonomis, politis dan militer. Demikian pula, dengan kekuatan itu akan secara nyata mampu menghentikan semua penghinaan dan penistaan, serta melindungi kehormatan Islam dan kaum Muslimin.

Iklan
Iklan