Iklan
Iklan
Iklan
HEADLINE

Pertanyakan Dasar Pemindahan Ibukota Provinsi, Ibnu Sina : “Ini Bikin UU Bos! Perda Saja Ada Uji Publik”

×

Pertanyakan Dasar Pemindahan Ibukota Provinsi, Ibnu Sina : “Ini Bikin UU Bos! Perda Saja Ada Uji Publik”

Sebarkan artikel ini
Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina mempertanyakan dasar disahkannya RUU Provinsi Kalsel menjadi UU yang berdampak pada pemindahan Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan (KP/Zakiri)

Banjarmasin, KP – Kabar adanya keputusan pemindahan Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ke Kota Banjarbaru saat ini tengah menjadi bahan perbincangan hangat di masyarakat.

Pemindahan kedudukan Ibukota Kalimantan Selatan ini mencuat ke publik setelah adanya kabar disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tujuh Provinsi dalam Rapat Paripurna di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi Undang-Undang (UU) pada Selasa (15/02) yang lalu.

Android

UU Tujuh Provinsi yang disahkan tersebut tentang Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Utara (Sulut), Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Kalimantan Barat (Kalbar).

Seiring disahkannya UU Provinsi Kalsel ini, status Ibukota Provinsi Kalsel yang sebelumnya disandang oleh Kota Banjarmasin, secara otomatis akan berpindah ke Kota Banjarbaru.

Pasalnya, berdasarkan kutipan isi RUU Provinsi Kalsel khususnya di Bab 3 pada pasal keempat, disebutkan bahwa Ibukota Provinsi Kalsel berkedudukan di Banjarbaru.

Kabar pemindahan status Ibukota Provinsi yang membuat gempar masyarakat Banua ini ternyata mendapat respon yang berbeda dengan Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin.

Jika sebelumnya Wali Kota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin, mengaku bersyukur atas dipercayanya kota dengan julukan Kota Idaman tersebut menjadi Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina malah mempertanyakan keputusan tersebut.

Kebingungan yang diutarakan Ibnu Sina tersebut bukan tanpa alasan. pasalnya dalam visi-misi Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor-Muhidin tidak ada mencantumkan hal tersebut.

Bahkan, dirinya mengaku sama sekali belum pernah mendapatkan informasi terkait pemindahan ibukota provinsi ini.

“Sewaktu masih di Dewan Kalsel, saya termasuk orang yang sejak awal terlibat dalam RPJMD Provinsi Kalsel, di zaman kepemimpinan Pak Rudi Arifin itu yang kita sepakati adalah untuk memindah pusat pemerintahan dan pusat perkantoran ke Banjarbaru,” ungkapnya saat ditemui awak media di Balai Kota, Sabtu (10/02) siang

Dalam RPJD itu pula menegaskan bahwa Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan masih tetap berada di Banjarmasin.

“Ibukota masih berada di Banjarmasin dengan beracuan pada UU pembentukan Provinsi Kalsel,” ucapnya.

Ibnu menilai, keputusan untuk mengesahkan UU Provinsi Kalsel ini terkesan mendadak dan masih belum jelas dasar penetapannya.

“Kalau anggota DPR RI merevisi RUU Provinsi Kalsel, itu dilakukan berdasarkan aspirasi dari mana? Aspirasi siapa yang dibawa ke pusat?,” Imbuhnya.

Selain itu, mantan anggota DPRD Kalsel itu juga mempertanyakan sumber awal dari pengusulan pemindahan ibukota provinsi ini.

“Apakah ada anggota DPRD Provinsi yang sudah punya kesepakatan dan keputusan untuk mengusulkan pemindahan ibukota ini?,” tukasnya.

“Jika memang ada, apakah sudah ada koordinasi dengan setiap pemerintah kabupaten/kota,” tambah Ibnu.

Karena itu, Ibnu mengaku akan mengklarifikasi kebenaran informasi yang beredar tersebut kepada pihak-pihak terkait. Baik itu anggota DPD maupun DPR RI Dapil Kalimantan Selatan dan DPRD Kalsel.

Kendati demikian, sebenarnya Pemko Banjarmasin tidak mempermasalahkan jika Bumi Kayuh Baimbai ini sudah tidak lagi jadi Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

“Memindah Ibu Kota itu hal yang biasa. Tetapi harus dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi. Karena itu akan mengubah RPJMD jangka menengah atau panjang,” pungkasnya.

Namun demikian, ia menegaskan, bahwa keputusan tersebut tetap saja harus dibicarakan untuk menentukan arahnya.

“Ini bikin Undang-Undang bos! Bikin Perda saja ada uji publik. Tanya masyarakat sana sini aspirasinya seperti apa. Saya kira perlu diperjelas semuanya,” tandasnya.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menerangkan, tujuh UU provinsi yang telah disahkan bukan bertujuan membentuk daerah baru, tetapi dasar hukumnya masih mengacu pada regulasi lama sehingga perlu diperbaharui dan disesuaikan dengan kondisi sekarang.

Misalnya saja, UU yang mengatur tentang provinsi sebelumnya termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Provinsi, yang masih mengacu UU Republik Indonesia Serikat (RIS). (Kin/KPO-1)

Iklan
Iklan