Oleh : Ummu Wildan
Pemerhati Sosial Kemasyarakatan
Honorer kembali dipaksa gigit jari. Selama ini mereka dipaksa menerima gaji yang tak seberapa dibanding ASN. Berikutnya MenPan RB mengumumkan penghapusan tenaga kerja honorer melalui Surat Menteri PANRB Nomor 8/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022.
Nasib 400 ribu tenaga honorer dan jutaan keluarganya yang menggantungkan kehidupan pada pekerjaan ini dipertanyakan. Mencari pekerjaan sungguh bukan perkara mudah. Angka pengangguran akan semakin bertambah. Berikutnya angka kemiskinan pun akan meningkat.
Selama ini honorer telah membantu mengurangi kebutuhan akan pekerja di berbagai satuan kerja yang selama ini tidak tercukupi dengan ASN yang ada. Tak jarang dari mereka bekerja seperti bekerjanya para ASN. Bedanya adalah mereka dibayar murah. Sebagian besar dari honorer yang ada adalah honorer di bidang pendidikan. Mereka telah turut berjasa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sayangnya pengorbanan mereka dianggap tak cukup untuk tidak menghapuskan pekerjaan mereka.
Minimnya gaji yang selama ini diberikan tak membuat pekerjaan ini minim peminat. Diantara penyebabnya adalah sulitnya mencari pekerjaan untuk bertahan hidup di negeri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada Agustus 2021 jumlah pengangguran Indonesia mencapai 9,10 juta penduduk. Di sisi lain pekerja asing berdatangan ke negeri ini sehingga mempersempit lapangan pekerjaan. Selain itu ada pula yang memilih menjadi honorer karena ingin mengabdikan ilmunya untuk sesama.
Kehidupan sekularistik saat ini membuat penghidupan semakin sulit bagi semua. Pemisahan agama dari kehidupan meniscayakan masalah di semua lini. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku maka sungguh baginya penghidupan yang sempit”. (QS. Thaha : 124).
Dari satu sisi negara kesulitan untuk menjamin terpenuhinya kehidupan pokok yang layak bagi rakyatnya. Sumber daya alam yang begitu melimpah tak bisa dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti yang diamanatkan oleh Rasulullah SAW. Seperti disebutkan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bahwa umat berserikat dalam padang rumput, air dan api. Adanya peraturan yang memberi ruang pelibatan swasta bahkan asing untuk mengelola sumber daya alam membuat rakyat kecil kesulitan mendapatkan haknya. Misalnya saja ratusan ribu hektar perkebunan kelapa sawit yang dikuasai segelintir konglomerat.
Masalah minimnya pemasukan negara pun dipecahkan dengan solusi yang mengundang murka Allah SWT. Hutang ribawi dijadikan pilihan. Hingga Maret 2022, utang pemerintah mencapai Rp7.052,5 triliun. Riba yang dibayarkan pun luar biasa besar. Pada 2021 pembayaran mencapai Rp343,5 triliun.
Hutang dengan debt trap pun mengakibatkan lapangan pekerjaan di negeri ini harus diserahkan kepada pekerja asing. Jebakan hutang ini diantaranya adalah dari China dengan jumlah hutang dan pekerja yang fantastis.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu menyejahterakan rakyat hingga negara. Allah SWT memerintahkan penguasa untuk mengurus rakyatnya dengan baik. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; ia akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. Penguasa akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok baik dengan mekanisme langsung maupun tidak langsung.
Terkait dengan mekanisme tidak langsung, penguasa akan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat sendiri. Pintu bagi pekerja asing hanya akan dibuka jika berkaitan dengan tenaga ahli yang tidak dimiliki oleh rakyat sendiri. Itupun dengan persyaratan yang ketat. Penguasa bisa saja membantu permodalan dengan mengambil harta di Baitul Mal pada pos yang sesuai. Penguasa juga akan mempermudah prosedur untuk membangun usaha.
Adapun terkait pegawai, tidak akan ada perbedaan status honorer maupun negeri. Semua akan dibayar secara pantas. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz bahkan disebutkan bahwa gaji pegawai negara mencapai 300 dinar atau setara Rp114.750.000.
Pembiayaan dalam sistem Islam sangat mungkin berkelimpahan. Hal ini mengingat besarnya sumber daya alam yang dimiliki di berbagai wilayah. Aturan yang ditetapkan mewajibkan penguasa untuk mengelola sendiri potensi tersebut. Selain itu suasana keimanan yang dibangun membuat kaum Muslimin memperhatikan masalah zakat, infaq, dan sedekah. Penguasa bahkan diperintahkan oleh Allah SWT untuk menarik harta zakat dari orang kaya yang mampu namun lalai.
Begitulah Allah SWT menentukan aturan yang selayaknya dipilih oleh manusia. Terlebih lagi bagi orang yang beriman sebagai bukti ketakwaannya. Dengan demikian rahmat bagi semesta yang Allah SWT janjikan akan bisa terwujud.