Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Perdagangan Orang Marak, Polda Kalsel Selidiki TPPO

×

Perdagangan Orang Marak, Polda Kalsel Selidiki TPPO

Sebarkan artikel ini

Oleh : Adzkia Tharra
Aktivis Muslimah

Praktik Perdagangan manusia merupakan tindak kejahatan yang marak terjadi dan masih menjadi kasus yang di selidiki sindikatnya. Korban dari kejahatan ini dari berbagai kalangan, terutama anak- anak dan perempuan. Praktiknya juga dilakukan dengan berbagai modus dan cara yang beragam untuk membuat korban tergiur. Beberapa pekan ini polisi berhasil mengungkap beberapa sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari berbagai daerah di Indonesia.

Baca Koran

Seperti kasus yang di kutip dari tribratanews.polri.go.id (21/06/23) Polres Tabalong, Polda Kalimantan Selatan berhasil menangkap seorang ibu rumah tangga sebagai pelaku tindak pidana perdagangan orang berinisial RM (61), warga Desa Mahe Pasar Kecamatan Haruai dengan korban sebanyak lima orang. Kapolres Tabalong, AKBP Anib Bastian mengatakan pelaku diketahui merupakan pemain tunggal untuk merekrut calon tenaga kerja di Tabalong dan telah melakukan TPPO sejak 2022. “Pelaku RM diduga melakukan percobaan tindak pidana perdagangan orang dengan mengirim tenaga kerja secara ilegal,” ujarnya, seperti dilansir Antaranews, Selasa (20/6/23).

Kasatreskrim Iptu Galih Putra Wiratama, menambahkan perbuatan pelaku diketahui sejak 6 Juni 2023 atas laporan korban dan sebelumnya 2022 pernah melakukan tindak pidana serupa. “Peran pelaku merekrut calon korban atas permintaan seseorang di Kota Jakarta dan para korban dijanjikan bekerja di Arab Saudi,” jelas Iptu Galih Putra Wiratama.

Iptu Galih Putra Wiratama mengatakan, korban dijanjikan akan mendapat gaji sebesar Rp8 juta per bulan dan gaji itu akan dipotong Rp3 juta selama tujuh bulan untuk kebutuhan operasional. Sebelumnya para korban difasilitasi pelaku untuk pembuatan paspor dengan biaya Rp3,5 juta ditanggung masing-masing korban. Kemudian paspor tidak diserahkan kepada korban namun dikirim pelaku kepada seseorang yang berada di Jakarta.

Terkait banyaknya kasus TPPO yang terungkap banyak pihak yang akhirnya juga mengomentari tentang kasus ini, salah satunya anggota Komisi III DPR dari Partai Gerindra, Habiburokhman, beliau menyebut tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dijalankan oleh jaringan mafia. Dia mengapresiasi kerja Polri yang sampai saat ini telah menetapkan 532 orang jadi tersangka kasus TPPO.

Baca Juga :  Pemberian Kompensasi Kenaikan Tarif PPN 12%, Solutif Atau Destruktif? 

“Kami apresiasi gerak cepat Polri meringkus mafia TPPO karena ulah mereka sudah sangat meresahkan,” kata Habiburokhman kepada wartawan, news.detik.com Rabu (21/6/2023). Habiburokhman menyebut TPPO merupakan tindak pidana yang hanya bisa dilakukan jika terdapat jaringan. Karena itu, dia yakin ada oknum pejabat yang selama ini melindungi.

Setiap kejadian yang terjadi pasti ada sebab yang mendorongnya. Setidaknya, terdapat tiga permasalahan fundamental terkait sulitnya perdagangan manusia ini dihentikan, bahkan terus meningkat dengan kecepatan tinggi.

Pertama, harus melihat titik awal penyebab banyaknya warga Indonesia ingin bekerja ke luar negeri. Faktor terbesarnya adalah kemiskinan. Dari sini saja sudah bisa terlihat bahwa negara gagal dalam menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya.

Mayoritas para pekerja migran yang terpaksa bekerja ke luar negeri dan mengadu nasib di negara orang yang sebenarnya mereka pun sangat tahu risikonya. Kasus TKI dianiaya, diperbudak, diperkosa, dsb., bukan lagi berita baru. Hanya saja, mereka seakan tidak memiliki pilihan lain selain menjadi TKI. Kemiskinan dan sempitnya lapangan pekerjaan menjadi faktor utama tingginya angka PMI.

Andai saja kondisi mereka sejahtera, mereka tidak akan nekat bekerja di luar, terlebih para perempuan yang menjadi mayoritas dari PMI. Mereka harus meninggalkan anak dan suaminya, melupakan fitrahnya sebagai perempuan yang seharusnya dilindungi dan dinafkahi.

Kedua, abainya negara dalam melindungi warganya. Bagi negara kapitalisme, manusia hanya diposisikan sebagai faktor produksi. Rakyat dikatakan produktif jika ia telah berjasa dalam mendatangkan materi sebanyak-banyaknya untuk negara. Para PMI ini disebut pahlawan devisa lantaran mampu mendatangkan devisa besar. Bahkan, angkanya mendekati devisa dari hasil penjualan migas. Padahal, di balik itu ada nyawa manusia yang sedang dipertaruhkan.

Akhirnya, perlindungan terhadap PMI hanya membahas seputar keamanan mereka dalam bekerja melalui kelengkapan dokumen-dokumen atau koordinasi dengan Kedubes negara bersangkutan dan juga pihak aparat. Walaupun sebagai negara ketiga, Indonesia terpaksa tunduk terhadap intervensi negara-negara besar.

Baca Juga :  Pergeseran Budaya Politik

Ketiga, kepemimpinan negara-negara kapitalisme di dunia telah gagal menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia. Adanya konvensi-konvensi internasional yang terkait perdagangan manusia, nyatanya hanya retorika. Pelanggaran HAM yang digembor-gembor sebagai pangkal masalah nyatanya bermuka dua, tajam pada muslim, tetapi tumpul pada Barat.

Justru kepemimpinan peradaban Baratlah yang memicu terjadinya perdagangan manusia. Ini karena sistem kehidupan kapitalisme membebaskan berbagai cara untuk meraup materi, membenarkan penjajahan manusia terhadap manusia lainnya atas nama kepemilikan.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam justru akan menghilangkan perdagangan manusia. Pertama karena Islam memandang nyawa manusia lebih mulia dari dunia dan isinya sehingga melindunginya adalah perkara utama.

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455, dan disahihkan al-Albani).

Kedua, fungsi negara dalam Islam adalah untuk menerapkan syariat Islam kafah. Menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, serta menjamin seluruh kebutuhan pokok warganya. Artinya, keamanan bagi dirinya adalah perkara pokok yang harus dilindungi negara. Negara adalah pihak yang paling terdepan dalam melindungi nyawa warganya. Negara dalam Islam tidak akan tunduk pada negara-negara Barat yang telah jelas menzalimi umat Islam.

Ketiga, negara pun melakukan upaya pencegahan yang sangat komprehensif karena kemiskinan menjadi pangkal dari terjadinya perdagangan manusia. Oleh karenanya, negara telah memiliki mekanisme sedemikian rupa agar kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh warga. Negaralah yang berkewajiban menciptakan lapangan pekerjaan, bukan badan usaha. Perusahaan adalah pihak swasta yang keberadaannya harus di bawah kontrol negara. Bukan sebaliknya, negara malah dikontrol swasta.

Keempat, akidah Islam yang menjadi landasan berdirinya negara akan menjadikan setiap individu jauh dari sifat serakah. Setiap manusia dikondisikan untuk beriman dan tidak akan menghalalkan segala macam cara untuk meraih kekayaan.

Demikianlah, semua itu yang akan mampu menghentikan persoalan perdagangan manusia. Hanya saja, untuk mewujudkannya perlu penerapan Islam kafah dalam bingkai Khilafah agar Islam kembali memimpin dunia dan kehidupan umat menjadi sejahtera.

Iklan
Iklan