Oleh : Mushofa
Pengasuh PP Daarul Ishlah As-Syafi’iyah Batu Meranti
Pada makalah kesebelas dalam kitab “Nashaih Al-Ibad” diterangkan bahwa Nabi Ibrahim as ketika ditanya “Sebab apa kamu menjadi kekasih Allah (khalilullah)?”, kemudian Ia menjawab: “Sebab tiga hal, yaitu yang pertama aku mendahulukan perintah Allah dari pada perintah selain-Nya, kedua aku tidak pernah susah atas apa yang sudah menjadi tanggungannya Allah SWT, dan ketiga aku tidak pernah makan sore dan sarapan kecuali bersama dengan tamu.” (Syeikh Nawawi Al-Bantani, Nashaih Al-Ibad, Beirtu-Libanon: Darul Kutub Al-Ilmiah, 2013, h. 23).
Dari jawaban Nabi Ibrahim as sebagaimana dijelaskan di atas maka dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, syarat menjadi kekasih Allah adalah harus mendahulukan perintah Allah SWT, dan menomor sekiankan perintah dan tugas yang lainya. Dalam kenyatannya memang seorang kekasih itu harus selalu dinomor satukan. Sebab inilah bukti cinta yang tulus. Ketika seseorang sudah setiap waktu mendahulukan kekasihnya, maka secara otomatis kekasihnya akan mencintainya. Kekasih akan melihat pengorban kekasihnya itu. Inilah kenapa Nabi Ibrahim mendapat gelar dari Allah Swt. kholilullah, karena pengorbannya yang luar biasa. Dan pengabdian hidupnya hanya untuk Allah semata. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Ad-Dzariat: 56).
Kedua, “aku tidak pernah susah atas apa yang sudah menjadi tanggungannya Allah Swt.” Pernyataan Nabi Ibrahim a.s. ini memberi pemahaman bahwa manusia hendaknya tidak perlu menyusahi apa saja yang sudah menjadi tanggung jawab Allah kepada hambanya. Sepeti urusan rizqi. Keberadaan kita di dunia ini bukan kehendak kita, melainkan diadakan oleh yang maha ada. Eksistensi kitapun akan senantiasa dijaga oleh-Nya. Karena Ia yang mengadakan kita, maka Ia pula yang akan menanggung kita. Nabi Ibrahim a.s mengajarkan kepada bahwa susah dalam urusan yang sudah menjadi tanggungan Allah Swt. itu justru menunjukkan bahwa kita ini tidak mempercayai-Nya sebagai Tuhan yang Maha Kuasa.
Dalam kalam sucinya Allah berfirman-Nya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya”. (QS. Huud: 6). Rizqi manusia itu berada pada genggaman-Nya. Jadi tidak perlu susah esok makan apa. Pasti itu sudah ada pada ketentuan Allah Swt. Manusia dalam kenyataannya memang masih tidak percaya dengan kekuasaan-Nya. Manusia sering stress, tegang, bingung, khawatir, sudah, gelisah dan bahkan tidak sedikit yang putus asa sampai mengakhiri hidupnya gara-gara tidak sanggup menanggung beban hidup. Padahal jika keiman dan keyakinan melekat kuat di dalam hati mereka bahwa hidup ini adalah tanggungan Allah SWT, maka ia tidak akan melakukan hal itu. Nabi Ibrahim as dalam hal ini benar-benar mengajarkan kemurnian tauhid. Artinya, manusia hendaknya menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah, bukan pada kekuatannya sendiri. Karena Dialah yang maha dimintai segalanya. Jika manusia menggantungkan hidupnya pada dirinya sendiri, maka akan rapuh karena keterbatasannya.
Ketiga, alasan gelar “kekasih Allah” yang disematkan kepada Nabi Ibrahi as adalah Ia tidak pernah makan kecuali bersama tamu. Artinya Nabi Ibrahim as adalah orang yang sangat dermawan. Bahkan dikisahkan Ia rela berjalan satu sampai dua mil mencari kawan untuk diajak makan bersama. Kedermawanan menjadi penyebab ia dicintai Tuhannya. Dalam pandangan Allah, kesolihan individu belum cukup untuk menjadikan manusia layak dicintai Tuhan, melainkan ia harus mempunyai kesholihan sosial, kepedulian dengan lingkungannya, dan kepakaan dengan masalah-masalah sosialnya. Oleh karenanya tidak heran jika Rasulullah Saw. sendiripun mengukur kebaikan manusia adalah seberapa manfaatnya ia bagi orang banyak. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lainnya.”
Alhasil, jika kita ingin dicitai Allah jadilah hamba yang total mencinta-Nya. Dahulukanlah perintah Allah daripada kepentingan-kepentingan selain-Nya. Pasrahkan penuh urusan kita kepada-Nya. Kita tidak perlu menjadi pengurus dengan apa yang sudah menjadi wilyah-Nya. Dan jangan lupa yang ketiga adalah jadilah manusia yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi.