Oleh : ANDI NURDIN LAMUDIN
Telah diketahui jika pengetahuan hukum adalah masalah aturan dan hasil daripada musyawarah, pengalaman orang yang telah lalu untuk dijadikan pedoman. Jika aturan tentang hidup itu memang telah siap sebelum manusia itu dilahirkan. Dapat dartikan jika agama artinya adalah tidak, tidak beraturan. Bukan tidak beraturan,semuanya ada aturannya. Karena di mana ada manusia disitu ada hukum.Bahkan dalam dua orang manusia, maka satu diantaranya adalah pemimpin, yang dimaksudkan untuk mengambil putusan dalam setiap langkah masalah yang harus dipecahkan.
Karena itu wajib manusia iu mengetahui tentang dirinya sendiri. Sehingga dengan demikian dia dapat melihat jalan yang benar dan jalan yang sesat. Maka selanjutnya dapat mengikuti jalan yang benar, dimana akan kembali pada Tuhannya dengan benar. Karena itu sering dijelaskan jika sebenarnya, “Tuhan tidak menganiaya hambaNya, tetapi manusia itulah yang dzalim pada dirnya sendiri”. Karena itu dalam setiap keadaan itu, pikiran dan perasaan manusia itu, juga menimbang-nimbang apa dan bagaimana langkah selanjutnya, jika dia telah menempuh suatu jalan.
Di dalam surat yasin ada dijelaskan jika Al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah SWT, kemudian diutus pula Rasul untuk menerjemahkan Al-Qur’an itu di dalam makna yang sebenarnya. Pada jalan yang lurus, yang diturunkan oleh Yang Maha Penakluk dan Maha Penyayang. Untuk memberi peringatan pada semua orang, yang mana mungkin mereka tidak pernah mendapat peringatan dan pelajaran dari orang tua mereka juga kakek-kakek mereka itu. Maka “Jelas tuhan akan menghukum mereka yang melanggar dan konsekwen pada apa yang telah diajarkannya tentang peringatan”. Makna penakluk, akan menghukum mereka yang melanggar atau tidak percaya, serta makna Penyayang, akan tetap pada janjiNya jika mereka tetap di jalan yang lurus itu.
Karena itu fir’aun juga akan diminta pertanggungjawabannya, juga mengenai rakyatnya, apakah fir’aun mengajak rakyat untuk percaya kepada Tuhan Yang Satu, ataukah justru mengajak pada kemusyrikan. Jelas sekali pertengkaran dalam Al-Qur’an jika fir’aun berdalih jika rakyat itu memang mengambil jalannya karena mereka telah memutuskannya sendiri. Sedangkan rakyat mengadukan kepada Tuhan, jika fir’aunlah yang menyebabkan mereka tidak mengikuti ajaran Rasul Allah. Maka saling menyalahkan antara fir’aun sebagai pemimpin dengan rakyatnya terjadi dihadapan Tuhan kelak.Maka ketika itu Fir’aun ingin mengorbankan rakyatnya demi menyelamatkan dirinya sendiri, atau segala yang ada padanya untuk itu. Mengorbankan anak isterinya, atau saudaranya atau keturunannya. Demi hanya untuk menyelematkan dirinya sendiri. Persoalannya adalah, apa yang disebut kekuasaan itu pada fiar’aun sangat erat dengan rakyat atau orang banyak. Maka pertanggungjawaban itulah, yang menjadi masalahnya. Maka tentunya setiap orang itu, akan melihat bagaimana pertanggung jawaban itu dihubungkan dengan orang banyak, jika dia mengemban akan hal itu.
Tuhan tidak main-main di dalam menciptakan alam semesta, menciptakan manusia, serta menciptakan aturan atau hukum. Itu jelas sekali ajarannya di dalam Al-Qur’an. Jika manusia merenungi akan hal ini, maka terasalah ada kesalahan atau dosa, yang mana akan membuat jarak dia dengan surga atau kebebasannya.Di dunia ini seakan mereka yang banyak bisa dikatakan benar, jika benar menurut Islam. Namun jika banyak, tapi tidak benar menurut Islam, maka manusia itu akan ditinggalkan sendiri di akhirat.