Oleh : Ahmad Barjie B
Alumnus SMPN dan MAN Kelua Tabalong
Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku untuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Orang-orang yang sudah lama menamatkan sekolah dan/atau perguruan tinggi sering melaksanakan reuni. Biasanya dilaksanakan antara Idul Fitri dan Idul Adha, yang dirangkai dengan Halal Bihalal atau sesudahnya. Tujuannya menyambung dan mempererat silaturahim antarsesama alumni serta dengan guru atau dosen yang masih hidup.
Bagi para alumni yang tinggal di perkotaan dan banyak menjadi orang (pejabat, pengusaha, tokoh), sementara lokasi sekolah atau almamaternya di perkotaan, frekuensi reuni lebih sering diadakan. Namun jika alumninya bertebaran di mana-mana, tidak lagi saling berhubungan, sementara sekolahnya jauh dari kota besar, reuni jarang sekali diadakan. Sebab tidak mudah untuk berkoordinasi dan pulang ke daerah asal untuk berkumpul pada waktu yang sama.
Hal ini pula yang dirasakan para alumni SMP Negeri Kelua Tabalong beberapa angkatan. Selama puluhan tahun meninggalkan sekolah, selama itu pula tidak pernah menggelar reuni untuk semua angkatan, yang sering dilakukan hanya per angkatan. Sejak 2017 mereka mulai memprakarsai reuni, dimulai dari lokasi SMPN Kelua sendiri. September 2019 mereka berhasil melaksanakan reuni lagi, bertempat di Royal Garden Banjarbaru. Dari ribuan alumni hanya ratusan yang bisa hadir dan dari ratusan guru yang pernah mengajar mereka, tinggal puluhan orang yang masih hidup. Selanjutnya, kegiatan yang sama dilaksanakan di RM Lima Rasa pada 2021, yang didahului rekreasi susur sungai Martapura. Di luar itu masih ada beberapa kegiatan reuni berskala kecil dan lokal.
Sarat Makna
Banyak hal bisa dieksplorasi pada acara reuni. Diantaranya mengenang dan menghayati jasa guru yang sangat besar, sebagaimana tercermin dalam Hymne Guru. Lagu Hymne Guru yang sangat terkenal dan menasional tersebut dikarang Sartono, seorang rakyat kecil yang berprofesi sebagai guru honorer dan hidup serba kekurangan hingga akhir hayat. Sartono lahir di Madiun 15 Mei 1936, dan meninggal dunia di daerah kelahirannya 1 November 2015, dalam usia 79 tahun, karena komplikasi berbagai penyakit dan usia tua.
Sartono menciptakan lagu itu menjelang 1980, dan sempat diikutsertakan dalam lomba cipta lagu-lagu pendidikan di era Menteri Pendidikan Yahya Muhaimin. Sartono berhasil meraih predikat juara, dan atas karyanya itu ia dihadiahi Rp750 ribu. Hanya itu hadiah uang yang pernah dinikmatinya, selebihnya hanya berupa piagam.
Hymne Guru sangat akrab bagi peserta didik dan pendidik. Di tahun 1980-an lagu ini dijadikan salah satu lagu wajib untuk anak-anak SD hingga SMA. Biasa dinyanyikan pada Hari Guru, Hari Pendidikan Nasional, saat kenaikan kelas, kelulusan siswa, perpisahan dengan guru yang pindah sekolah, dan kadangkala juga saat reuni.
Apabila Hymne Guru dinyanyikan dengan penuh syahdu dan penghayatan, tidak terasa mata akan berkaca-kaca, bahkan ada siswa yang tak kuasa menahan haru. Kita jadi teringat jasa guru-guru yang tidak ternilai, atau terkenang sikap kita yang bandel sehingga membuat guru marah dan sedih. Padahal melalui gurulah tercipta banyak orang sukses dengan beragam profesi, dari Ketua RT hingga Presiden, dari pengusaha dan pemuka masyarakat hingga ulama, dari seniman-budayawan hingga ilmuwan, sejarawan, sastrawan dan wartawan kawakan.
Terlebih para guru zaman dahulu, yang dikenal dengan sebutan Oemar Bakrie, sebagaimana dinyanyikan Iwan Fals, penuh kesederhanaan. Ditemani sepeda dan tas butut, guru-guru dahulu selalu serius mengabdi, meskipun hidupnya selalu kekurangan. Sekolah dan guru dulu tidak memungut bayaran dari siswa kecuali SPP alakadarnya. Namun dari sekolah dengan sarana dan prasarana yang serba sederhana dan kekurangan mereka mampu melahirkan siswa-siswa unggul dan berprestasi, itu semua lahir dari kerja keras dan keikhlasan. Tak jarang ada guru cenderung dilecehkan murid yang lebih mampu ekonominya. Bahkan sebagian masyarakat pun ada yang kurang menaruh hormat pada guru, karena mengukur harga diri orang hanya dari sudut uang dan materi.
Baru sekarang ini, profesi guru terangkat dan banyak orang berminat kuliah untuk menjadi guru, ternyata gaji guru terus meningkat signifikan. Tetapi menjadi guru dengan motif mengejar kesejahteraan ekonomi, tentu berbeda kualitas dan pahalanya dibanding guru-guru zaman old yang lebih mengedepankan pengabdian tanpa pamrih.
Pemberdayaan
Temu alumni sebenarnya dapat juga digunakan untuk hal-hal yang bersifat sosial dan produktif. Selain menyantuni guru-guru yang sudah sepuh, ada baiknya para alumni yang mapan juga menengok keluarga guru tersebut, siapa tahu ada anak-cucunya yang hidup terlantar, tidak atau putus sekolah, menganggur dan sebagainya. Kelemahan sebagian alumni sekarang kurang memerhatikan hal-hal seperti itu. Tak jarang ada anak-anak guru hidup terlunta-lunta, orangtuanya sudah meninggal, sementara murid-murid ayahnya tidak ada yang peduli.
Alumnus yang lebih beruntung mestinya juga berusaha untuk membantu penghidupan sesama alumni yang kurang berhasil secara ekonomi, misalnya dengan memberi pekerjaan, modal usaha dan sebagainya. Secara individual maupun melalui organisasi alumni, mereka hendaknya proaktif mencari teman-temannya yang perlu diberdayakan.
Jangan sampai kegiatan reuni diwarnai pamer kekayaan, jabatan dan kedudukan atau bercerita keberhasilan saja, karena hal itu bisa berdampak ada alumni yang merasa kurang nyaman atau enggan berhadir, satu hal yang sebenarnya tidak sesuai dengan makna reuni itu sendiri. Aliansyah Jumbawuya, seorang cerpenis dalam sebuah cerpennya berjudul “Reuni” mengisahkan ada sejumlah alumnus perguruan tinggi yang kesal dengan acara reuni yang rutin dilaksanakan, namun teman-temannya hanya pamer kekayaan dan keberhasilan, sementara sisi empati dan kepedulian sosial kurang ditunjukkan. Meski cerpen Aliansyah bersifat fiksi, tak mustahil itu berangkat dari realitas. Reuni seharusnya juga bercerita tentang kesedihan, masalah dan kegagalan, untuk dicarikan solusi bersama.
Banyak ikatan alumni sekolah dan perguruan tinggi berhasil melaksanakan misi mulia dengan menjadikan Reuni untuk pengabdian sosial. Ikatan alumni juga proaktif membuka dan mencarikan lapangan kerja, lalu meminta sesama alumni atau anak-anak mereka untuk memasukinya. Dengan begitu ikatan dengan almamater dan dengan sesama alumni menjadi kuat dan memberi manfaat signifikan.
Saling menolong begini bukanlah KKN, melainkan sebuah kebersamaan dan kepedulian. Silaturahim yang diwarnai dengan komunikasi yang hangat dan kontinyu, apalagi dapat saling membantu sesuai kemampuan, akan melapangkan rezeki dan memanjangkan umur. Wallahu A’lam.