Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan di Kawasan Hutan Tropis

×

Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan di Kawasan Hutan Tropis

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak kehilangan hutan primer tropis (humid tropical primary forest) dalam dua dekade terakhir. Hal ini tercatat dalam laporan Global Forest Review dari World Resources Institute (WRI). WRI mendefinisikan hutan primer tropis sebagai hutan berusia tua yang memiliki cadangan karbon besar dan kaya akan keragaman hayati.

Baca Koran

Angka kehilangan hutan yang dicatat WRI ini mencakup area hutan primer tropis yang mengalami deforestasi serta degradasi. Deforestasi adalah perubahan lahan hutan menjadi non-hutan secara permanen, seperti menjadi perkebunan atau permukiman. Kemudian degradasi adalah penurunan fungsi atau kerusakan ekosistem hutan, baik yang disebabkan aktivitas manusia maupun peristiwa alam.

“Mengingat hutan primer butuh waktu puluhan tahun atau berabad-abad untuk pulih, bahkan kejadian degradasi saja sudah sangat memprihatinkan,” tulis tim WRI dalam laporannya. “Negara-negara dalam daftar ini punya kepentingan besar untuk konservasi hutan,” kata mereka.

Berdasarkan data Badan Informasi Geospasial (BIG), luas hutan Indonesia pada 2022 mencapai 102,53 juta hektare (ha). Angka itu berkurang sekitar 1,33 juta ha atau turun 0,7 persen dibanding 2018. Selama 2018-2022, hutan yang hilang paling banyak berada di Pulau Kalimantan.

Dalam periode tersebut, pengurangan luas hutan di Kalimantan mencapai 526,81 ribu hektare. Luas hutan juga berkurang di semua pulau besar lainnya, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2018-2022, luas hutan berkurang karena berbagai faktor, yaitu peristiwa alam, penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan. Namun, BPS tidak merinci faktor mana yang paling dominan dalam pengurangan luas hutan Indonesia. Adapun pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengurangi laju pengurangan hutan atau deforestasi.

Baca Juga :  KINERJA LEGISLATID DI DAERAH

Komitmen ini tercatat dalam dokumen Enchanced Nationally Determined Contribution (ENDC) September 2022. Menurut dokumen tersebut, dalam skenario kondisi normal (business as usual), selama periode 2021-2030 Indonesia diproyeksikan mengalami deforestasi rata-rata 820 ribu ha/tahun. Namun, dalam ENDC, pemerintah menargetkan deforestasi 2021-2030 akan turun sekitar 56 persen menjadi rata-rata 359 ribu hektare/tahun dengan usaha sendiri. Jika ada bantuan internasional, pemerintah bahkan menargetkan laju deforestasi bisa turun 78 persen menjadi rata-rata 175 ribu hektare/tahun.

Masifnya deforestasi merupakan akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem kapitalisme memisahkan aspek pembangunan dengan pelestarian lingkungan yang diperintahkan oleh agama. Seolah melesatnya pembangunan hanya bisa diperoleh dengan mengorbankan lingkungan. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi dinomorsatukan. Demi meraih pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pembangunan harus digenjot, meski dengan merusak hutan.

Ketika ada hutan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan atau tambang, bukan aktivitasnya yang dihentikan dan pengusahanya diberi sanksi, tetapi status hutannya yang diubah sehingga legal untuk digunduli. Sistem kapitalisme juga menuhankan keuntungan materi sehingga segala cara boleh ditempuh demi menangguk untung. Keuntungan menjadi sesuatu yang sangat dominan dan bahkan menjadi tujuan setiap perbuatan. Akibatnya, pengusaha kapitalis menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan, termasuk dengan merusak hutan, membakarnya, dan lain-lain.

Hal ini berbeda dengan Islam. Di dalam sistem Islam, manusia diperintahkan untuk menjaga kelestarian alam dan tidak boleh melakukan kerusakan di muka bumi. Allah berfirman, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik”. Pembangunan bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat sehingga dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab, bukan cara yang eksploitatif. Pembangunan di dalam sistem Islam membawa kebaikan dan keberkahan bagi manusia, hewan, maupun alam.

Penjagaan kelestarian lingkungan, termasuk hutan di dalam Islam dilakukan dengan pelaksanaan syariat Islam. Adapun syariat terkait pelestarian hutan adalah adanya ketetapan hutan sebagai harta milik umum. Dengan demikian, negara wajib mengelola agar hutan tetap lestari dan dapat membawa maslahat untuk umat. Oleh karenanya, klasifikasi hutan harus dipenuhi dengan baik, bukan sekadar formalitas.

Baca Juga :  Mercusuar dari Palestina yang Terlupakan

Mana hutan yang dilindungi dan mana hutan yang boleh diambil hasilnya, baik kayu maupun nonkayu. Komitmen pelestarian hutan harus kuat, sebagai wujud ketaatan pada Allah, dan tidak boleh sekadar kamuflase, seperti sebuah video yang menunjukkan sebuah kawasan hutan dari pinggir jalan tampak lebat, tetapi di bagian dalam ternyata gundul parah. Islam memiliki berbagai aturan untuk menjaga kepemilikan umum, termasuk hutan.

Berdasarkan syariat tentang kepemilikan, hutan termasuk kepemilikan umum sehingga tidak boleh dikuasai swasta, baik untuk perkebunan, tambang, pariwisata, maupun yang lainnya. Negara harus mengelola hutan dengan bertanggung jawab dan menggunakan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Negara bisa meng-hima (memproteksi) kawasan hutan tertentu untuk cagar alam demi melindungi flora atau fauna tertentu, bisa juga memproteksi hutan lindung demi kelestarian lingkungan dengan melarang masyarakat untuk mengambil apa pun dari hutan tersebut.

Kepemimpinan Islam juga melakukan edukasi pada rakyat melalui sistem pendidikan dan departemen penerangan (informasi dan telekomunikasi) agar seluruh rakyat turut andil dalam penjagaan hutan. Negara mengerahkan polisi untuk menjaga hutan dari serangan para penjarah hutan. Individu maupun perusahaan yang melanggar aturan terkait penjagaan hutan, misalnya melakukan illegal logging, akan diberi sanksi yang tegas berupa takzir.

Hukumannya bisa berupa kurungan, pengasingan, denda, dan sebagainya. Dengan demikian akan menimbulkan efek jera dan terwujud keamanan hutan. Komitmen penuh dari pemimpim muslim dalam pelestarian hutan akan membawa dampak global, yaitu lestarinya bumi. Dengan demikian, terwujudlah rahmat bagi semesta alam.

Iklan
Iklan